Serupa hukum kekekalan energi, keinginan tak bisa dihilangkan atau dibinasakan. Ia hanya bisa dikelola dan disederhanakan.
Masih ingat nggak, terakhir kali kamu menginginkan apa? Apa keinginan itu sudah tercapai? Atau mungkin keinginan itu sudah ganti? Jika sudah tercapai, bersyukurlah. Tapi jika sudah ganti, juga bersyukurlah. Hehe
Keinginan, menjadi penuntun arah jalan. Tanpa ada keinginan, seseorang tak akan bisa bergerak. Keinginan seperti energi listrik dalam sebuah ponsel. Tanpanya, layar ponsel menjadi kaca gelap yang hanya bisa dipakai untuk mengukur seberapa panjang jenggotmu saja. Itupun masih membutuhkan sedikit cahaya.
Bersyukurlah jika kita masih memendam rasa ingin. Sebab hanya dengan itu, kita bisa menggerakkan sulur-sulur otot dan sendi-sendi tulang belulang untuk tidak diam saja. Kaki dan tangan mau bergerak, tentu karena ia menginginkan sesuatu.
Di sisi berseberangan, seperti yang dilantunkankan Iwan Fals, keinginan adalah sumber penderitaan. Ia kerap membuat kita mengenal kata gagal. Mencium rasa kapok dan memeluk putus asa. Keinginan, memang menjadi sumber perkara. Tapi tanpanya, kita hanya akan menjadi sebongkok boneka.
Mereka yang berkeinginan kuat, tentu sudah punya modal untuk menemui kegagalan. Menjumpai ketidakcocokan. Dan menghadapi apapun yang terjadi. Tanpa memiliki modal tersebut, serupa berkunjung ke tempat belanja tanpa membawa uang: menderita.
Meski, harus diakui, manusia punya kecenderungan buruk dalam hal berkeinginan. Selain amat labil dan mudah lupa terhadap apa yang telah didapatkan, dia kerap meninggalkan sisa dan puing-puing kerusakan terhadap apa yang telah dilakukan.
Steve Cutts, seorang ilustrator asal London Inggris membikin sebuah video animasi berjudul MAN, yang menunjukkan kecenderungan alami manusia memang suka merusak segala sesuatu dalam rangka “melancarkan keinginan”.
Video yang dipublikasikan pada 2012 lalu tersebut, menunjukkan betapa manusia punya hasrat besar terhadap sesuatu. Namun sialnya, manusia sering lupa pada apa yang telah didapatkan. Dan sering meninggalkan jejak buruk berupa resiko yang alpa dari perhitungan.
Namun, terlepas dari sifat buruk manusiawi itu, saya sering kagum pada mereka yang punya keinginan kuat dan habis-habisan memperjuangkannya. Di tengah banyak anak muda yang labil dalam berkeinginan, mereka mati-matian merawat cita-cita, yang mungkin teramat sepele bagi orang lain.
Saya bersyukur pernah bertemu pemuda dengan keinginan kuat. Mereka memeluk keinginan erat-erat. Tak peduli jika suatu saat keinginan itu lepas begitu saja, dan memperjumpakannya pada putus asa. Tapi mereka tetap memeluknya. Mengharapkannya.
Faizal Insani tentu bisa jadi contoh sebagai pemuda yang telaten memelihara cita-cita. Keinginannya memajukan konter pulsa miliknya, membuat dia kebal pada banyak kerugian. Dan abai pada perkara-perkara yang kerap menyakitkan. Sebab, dia memegang cita-citanya sehangat dia memegang pipi saat sedang sakit gigi: penuh kelembutan.
Jika Faizal mau, bisa saja dia berbisnis senjata atau menjadi makelar perdamaian dunia. Tapi dia sosok pemuda tangguh yang keukeuh mempertahankan cita-cita. Apapun yang dia jalani, dia tetap merawat konter pulsa yang selalu menghangatkan tubuhnya kala malam tiba itu.
Achmad Habib Ihya Ulul Albab juga contoh pemuda keukeuh lain yang dimiliki Bojonegoro. Keinginannya punya kebun binatang, membuatnya mengakrabi reptil. Menjadi penyelamat reptil. Hingga memiliki agenda mensosialisasikan reptil pada masyarakat.
Tak terhitung berapakali dia pingsan dan digotong ke Rumah Sakit akibat digigit ular beracun. Tapi, keinginan dan cita-citanya itu, tak pernah sedikitpun goyah. Dia justru memperluas cakrawala pemahamannya tentang reptil buas dan tak pernah bosan merawat keinginannya.
Memang benar jika keinginan dan cita-cita itu tak bisa dimatikan atau dihentikan. Serupa hukum kekekalan energi, keinginan tak bisa dihilangkan atau dibinasakan. Ia hanya bisa dikelola dan disederhanakan.
Saya, entah kenapa, sering kagum pada anak muda yang punya kemampuan mempertahankan cita-cita dan keinginan. Bukan keberhasilan finansial yang membikin saya mengaguminya. Tapi semangat dan sikap keras kepala unik yang membuatnya mengabaikan banyak kenyamanan, demi cita-cita yang kadang tak mudah didapatkan.