Ketika tulisan bukan sekadar informasi tentang fakta atau fenomena. Tapi interpretasi akan makna peristiwa, sekaligus pandangan solutif dan konstruktif dari para penulisnya.
Sebagai situs web yang fokus pada tema berbagi perspektif dan sudut pandang, Jurnaba memang sering mengangkat perihal penting hingga yang remeh-temeh, namun tetap menarik untuk dikaji dan dicermati.
Jurnaba mewasilahi konten yang ada di dekat kita. Yang sering kita lupa hanya karena mata kita terlampau suka memperhatikan ruang mata yang berada di kejauhan. Di ketaktergapaian.
Tulisan-tulisan tentang benda-benda, jenis masakan, pakaian, mainan masa kecil, hingga bermacam hal-hal kecil dan dekat, ditulis dengan tanpa menanggalkan kesan filosofisnya.
Tulisan-tulisan semacam itu sangat penting sebagai pengingat bahwa ada banyak perihal menyenangkan di dekat kita. Yang sering kita lupa hanya karena kita terlalu fokus memperhatikan kesulitan.
Jurnaba juga mewasilahi utopia yang jauh berada di depan mata. Ide yang hanya ada di ranah prediksi dan duduk manis di ruang khayali, karena terlampau jauh dari sebuah dimensi bernama: saat ini.
Tulisan-tulisan semacam itu amat penting sebagai bukti bahwa manusia punya kemampuan istimewa dibanding makhluk lainnya: kemampuan membayangkan sesuatu yang tidak ada.
Tapi, baik yang dekat ataupun yang jauh; yang nyata maupun yang khayali; semua berorientasi pada kemurnian, kecermatan, sesekali keisengan dan tentu saja, kesederhanaan yang menentramkan dan melegakan.
Kesederhanaan yang menentramkan dan melegakan ini, bisa diartikan sebagai trek perlintasan Jurnaba. Jalur yang dilintasi. Jalan yang dilewati. Semacam objektivitas yang subjektif.
Objektivitas yang Subjektif
Dalam tulisan menyambut 40 tahun koran Kompas, Jakoeb Utama — dalam buku Bersyukur dan Menggugat Diri — mengutip sebuah peribahasa Prancis yang berbunyi: un journal c’est un monsieur. Yang artinya, pada media (koran), menempel sosok.
Sosok, sesuai maksud kutipan Mbah Jakob, merupakan kekhasan yang menempel pada sebuah nama media tersebut. Kompas, misalnya, pasti akan mengingatkan kita pada bahasa yang indah dan sosok bernama keberagaman.
Penjelasan itu menunjukkan bahwa tiap media punya kebijakan redaksi (editorial policy) dan kebijakan perusahaan. Selain itu, ada kekhasan yang ikut mewarnai arah dan corak konten. Arah. Orientasi. Keberpihakan. Sehingga ia menjadi sosok. Kekhasan yang menyosok.
Dalam hal Jurnaba, misalnya, saat seorang penulis melihat sebuah fenomena, dan itu ditulis apa adanya, berarti dia telah menulis sebuah objek secara objektif. Lalu, saat dia memasukkan pandangan atau perspektif personal, tulisan itu menjadi objektivitas yang subjektif.
Subjektivitas di sini tak semata-mata memasukkan perihal subjektif. Melainkan kolaborasi antara fenomena objektif yang dikombinasikan dengan perspektif nan solutif dan menentramkan khas Jurnaba.
Dengan cara itu, tulisan bukan sekadar informasi tentang fakta atau fenomena. Tapi menyajikan interpretasi akan makna peristiwa, sekaligus pandangan-pandangan solutif dan konstruktif dari para penulisnya.
Dari sanalah, Jurnaba mengemas sosok yang khas tersebut. Sosok yang kehadirannya menyublim di dalam tiap konten-konten Jurnaba. Sosok yang sederhana tapi menentramkan — ketentraman yang sederhana.
Kesederhanaan yang Tidak Sederhana
Dalam hal apapun, kesederhanaan identik sesuatu yang kecil dan sulit menarik perhatian. Sebab, ia tidak pernah bisa mencolok dan memicu gemebyar di mata orang lain.
Sederhana, sesuai definisi KBBI, berarti tidak berlebih-lebihan. Sederhana juga bisa dimaknai sebagai kondisi sedengan: dalam arti pertengahan, tidak tinggi, tidak rendah, dan tidak keterlaluan.
Melalui definisi di atas, untuk melakukan giat-giat yang sederhana, sesungguhnya lebih sulit dibanding yang tidak sederhana. Sebab ia harus seimbang. Antara tinggi dan rendah. Antara pinggir dan tengah.
Di Jurnaba, menulis adalah laku belajar menyederhanakan. Menyederhanakan pemikiran. Menyederhanakan solusi. Menyederhanakan cara berkomunikasi.
Tujuannya, agar ide dan maksud mudah dipahami orang lain. Agar tiap ide bisa diterima dengan baik. Hal itu terkesan mudah karena hampir tiap hari otak kita selalu memproduksi ide. Meski sialnya, menyajikan ide secara sederhana kadang lebih sulit.