Kiai Abdul Malik Kumisik adalah penyebar islam di wilayah Lamongan Selatan, guru dari KH Abdul Hadi Zahid Langitan.
Bagi masyarakat sekitar Lamongan, mungkin banyak yang mengenal sosok KH Abdul Hadi Zahid, pengasuh Pondok Pesantren Langitan. Namun tak banyak yang mengenal nama KH Abdul Malik Kumisik. Padahal nama yang disebut terakhir merupakan salah satu guru dari KH Abdul Hadi Zahid.
Nama KH Abdul Malik sendiri memang tak banyak dikenal, dan semakin kesini namanya semakin tenggelam dalam subjektivitas ingar bingar tokoh ulama yang muncul belakangan.
Bahkan masyarakat sekitar Sugio pun mungkin saat ini tidak banyak yang pernah mendengar nama ini. Sosok Kiai Abdul Malik memang saat ini seakan tenggelam dibalik kebesaran nama murid-muridnya.
Hal ini mungkin agak bisa dimaklumi, mengingat napak tilas pesantren yang dirintis oleh KH Abdul Malik kini sudah tidak ada bekasnya. Hanya tersisa mushola yang konon dulu menjadi tempat belajar para santri.
Rintisan pesantren yang dulu digunakan untuk menggembleng para santri tersebut berlokasi di daerah Kumisik, desa Lawangan Agung, Kecamatan Sugio, Lamongan. Hanya berjarak sekitar 5 km arah timur waduk Gondang.
KH Abdul Malik merupakan ulama yang mempunyai pengaruh kuat di daerah Lamongan bagian selatan di era itu. Namanya jadi rujukan bagi para santri daerah tersebut yang hendak memperdalam ilmu agama di era tersebut.
KH Abdul Malik diperkirakan hidup pada periode 1800-an awal hingga 1900-an M. Tidak ada data yang menyebut kapan kelahiran beliau. Akan tetapi jika dilihat dari data historiografi murid-muridnya, besar kemungkinan Kiai Abdul Malik aktif menyebar dakwah keislaman di akhir abad 19 dan awal abad 20.
KH Abdul Malik, menurut sebagian riwayat, berasal dari Lamongan, kemudian mempersunting wanita bernama Asmirah di Sukobendu. Lalu menjalankan misi dakwah di daerah Kumisik Sugio Lamongan.
Jejaring Santri dan Dzurriyah
Di Desa Kumisik, KH Abdul Malik fokus mengajar para santri yang hendak mendalami ilmu-ilmu keagamaan. KH Abdul Malik mengajar dasar-dasar agama melalui pengajaran kitab kuning mulai dari fikih, aqidah, hingga tasawuf.
Kabar mengenai keberadaan sosok Kiai Abdul Malik di daerah Sugio pun tak lama kemudian tersebar begitu luas. Para santri datang berbondong-bondong meminta digembleng dan dididik. Pesantren KH Abdul Malik mulai ramai. Kegiatan-kegiatan ilmiah mulai berjalan.
Di era itu, daerah Lamongan Selatan tidak banyak daerah yang mempunyai pesantren. Kebanyakan pendakwah di era itu masih nomaden atau berpindah-pindah. Hanya ada beberapa daerah yang sudah memilik sosok kiai panutan dan mendirikan pesantren.
Di daerah Lamongan Selatan, pesantren yang sudah eksis dan sezaman dengan era KH Abdul Malik Kumisik adalah wilayah Kedungpring. Di mana ada sosok Kiai Nurmadin, Kiai Alwi dan Kiai Rowi.
Pendiri PP. Darussalam, Kedungklanting, Kembangbahu Lamongan, KH Mohammad Bakar (1874-1959 M) dan Pengasuh Ponpes Langitan generasi ke-4, KH Abdul Hadi Zahid (1891-1971 M), adalah santri-santri dari KH Abdul Malik.
Keduanya menjadi sosok penyambung dan penerus KH. Abdul Malik yang menjadi representasi figur ulama kharismatik KH. Abdul Malik.
Selain mempunyai sosok murid yang begitu luar biasa, KH Abdul Malik juga mendidik putra dan putrinya menjadi generasi yang hebat pula. KH. Abdul Malik mempunyai 7 orang putra dan putri dari istri Nyai Asmirah Sukobendu.
Mereka adalah, Ahmad, Chasbullah, Nahrawi, Abdullah Faqih, Fatimah, Ruqoyah, dan Chofshoh.
Sekalipun saat ini pesantren yang dirintis KH Abdul Malik di Kumisik tidak ada yang meneruskan, akan tetapi kelak keturunannyalah yang kemudian mewarisi darah perjuangan yang dimiliki KH Abdul Malik.
Diantara dzurriyyah-dzurriyah yang meneruskan langkah perjuangan dan dakwah sang kakek adalah Kiai Asyhuri yang menjadi penyebar agama Islam di Kauman Kedungpring, kemudian ada sosok KH. Masyhur Farohi yang merupakan canggah (keturunan ke-5) dari KH. Abdul Malik. Beliau sekarang menjadi pengasuh di PP. al-Urwatul Wutsqo, Ngantang, Kabupaten Malang.
Manuskrip Peninggalan Kiai Abdul Malik
Sekalipun riwayat dan data mengenai KH Abdul Malik Kemisik benar-benar minim. Akan tetapi beberapa waktu lalu secercah cahaya sedikit muncul di permukaan. Beberapa waktu lalu, penulis menemukan manuskrip peninggalan KH Abdul Malik yang masih disimpan oleh dzurriyyah beliau di rumah yang dulu menjadi napak tilasnya.

Manuskrip itu sekaligus menjawab dan memperkuat terkait keberadaan aktivitas ilmiah semasa hidup KH Abdul Malik. Bahwa sosok KH Abdul Malik benar-benar merupakan sosok ulama besar yang mempunyai kredibilitas keilmuan yang tidak perlu diragukan.
Manuskrip itu juga menjadi fakta sahih mengenai peradaban Islam di wilayah Lamongan Selatan pada awal Abad 19 (1800 M). Dalam satu tumpukan manuskrip peninggalan KH. Abdul Malik terdapat sejumlah naskah dan manuskrip kitab.
Kebanyakan merupakan salinan dari kitab-kitab dari berbagai disiplin ilmu, mulai dari fikih, akidah (teologi), manthiq dan tasawuf. Diantara judul manuskrip yang berhasil penulis identifikasi adalah al-Mufid, Manthiq, Sullam al-Taufiq.
Beberapa yang lain masih belum berhasil diidentifikasi judulnya. Hal ini tentu perlu dikaji secara serius dalam filologi untuk memetakan dan warisan keilmuan dari KH Abdul Malik.
Selain kitab salinan, dalam naskah tersebut juga banyak ditemukan catatan-catatan beliau akan permasalahan-permasalahan dasar fikih yang penting bagi masyarakat. Seperti dalam beberapa bagian beliau menulis niat-niat shalat.
Dalam bagian lain beliau juga menulis tatacara shalat tasbih, shalat taubat dan beberapa hal praktis fikih lain. Bahkan ada pula teks adzan yang bermakna pego.
Hal yang menunjukkan kepedulian KH. Abdul Malik yang begitu besar kepada masyarakat. Hingga beliau menyusun dan menulis secara sederhana praktik-praktik ubudiyah sehari-hari. Tak heran jika kemudian dari dampar pengajian beliau lahir sosok-sosok kiai besar yang meneruskan estafet dakwah KH. Abdul Malik.