Tidak ada kata yang bisa menggambarkan DNK selain rasa sedih dan bersimpati saya atas apa yang terjadi di sana.
Januari baru saja usai, tapi kabar buruk dan menyedihkan seolah tak pernah turut serta. Setelah wabah virus corona yang membabi buta, KPK dilemahkan, hingga banjir menerjang Bondowoso, kini satu berita tak mengenakkan datang juga.
Dnk.id, salah satu platform kreatif di Surabaya akhirnya kukut. Ia mengumumkan sayonaranya dalam sebuah artikel dan postingan di instagram.
Kabar ini sekaligus menggenapi puncak kekhawatiran di bulan Januari. Betapa tidak, sebagai platform alternatif untuk berbicara dan berbahasa dalam balutan bahasa arek-arek Suroboyo, sebuah harapan besar sejatinya lahir dan menguat pada DNK.
Namun, toh, ternyata musti disayangkan, platform ini bubar barisan juga.
Sebagai catatan, di beberapa waktu lalu saya sempat menulis di sana. Meski bukan menjadi tulisan yang baik-baik amat untuk dikonsumsi, namun, kau tahu, rasanya bahagia betul dapat menulis di bawah kurasi yang ketat kawan-kawan DNK.
Tapi jauh seperti pernah terjadi, persoalan menimpa DNK juga dilakukan Mojok beberapa tahun silam. Puthut EA mewacanakan berhentinya fase perjalanan media nganu tersebut. Alasannya tidak terlalu dijelaskan, namun patut diduga, penyebabnya soal keuangan.
Akhirnya setelah sekian lama, Mojok terlahir kembali dengan kondisi yang bisa dinikmati secara menyeluruh.
Namun, jauh dari yang saya uraikan di atas, mengenai media yang bubar barisan, sejatinya persoalan itu pernah saya alami secara pribadi. Saya bersama teman, mendirikan wolakwalik.com
Tujuan awalnya cukup sederhana: bagaimana media tersebut bisa ada sebagai medium berekspresi kita semua. Tapi niat suci kembali harus padam, sebab masalah keuangan menjadi penyebab kami harus berkarir di sektor lain.
Akhir kata, tidak ada kata yang bisa menggambarkan DNK selain rasa sedih dan bersimpati atas apa yang terjadi di sana. Dan doa tulus, semoga yang terjadi saat ini disertai hikmah yang cukup. Sehingga bisa mendapat hikmah memadai.