Makhluk halus di sini bukan dia yang hanya ada di pikiran dan lamunanmu saja, tapi tak pernah mau membalas chat WA-mu. Makhluk Halus yang satu ini beda, ia ada di semak-semak dan kegelapan.
Suasana malam hari yang terselimuti awan hitam, tak menyurutkan semangat teman-teman untuk berangkat ngopi. Tidak ada rencana sama sekali, ternyata bisa bercengkrama bersama. Eh, mungkin itu tak perlu juga direncanakan karena hanyalah jagong sederhana.
Selasa malam Rabu sengaja saya mengubungi Coplo. Kawan aktivis yang gayanya mirip seniman, tapi kenyataannya nggak nyeni babarblas. Coplo saya hubungi untuk ngopi bareng.
Tiba-tiba saya kepikiran, bagaimana kalau sekalian ngopi sama Mas Wahyu Rizkiawan, Ya. Pasti asyik, batin saya. Mas Wahyu Rizkiawan ini adalah seseorang yang sulit dideskripsikan. Tapi, ngopi bersamanya selalu jadi momen menarik. Sebab, dia selalu tahu tempat kopi yang rasanya enak.
Tidak terlalu-lama untuk menimbang keputusan ini, saya langsung menghubungi sahabat saya yaitu Coplo. Kebetulan, Coplo hari ini sedang free. Hari-hari sebelumnya saya sedikit malu untuk menghubungi Coplo.
Karena semenjak menjadi nahkoda baru PMII Rayon Wahab Hasbullah, dia terlihat sibuk. Sebab menjadi nahkoda harus bertanggung jawab atas apa yang diperbuat.
Tepat pada Rabu malam Kamis. Angkringan Sahabat Bojonegoro menjadi titik kumpul saya dan Coplo. Tak disangka-sangka, Coplo mengajak Baihaqi. Seorang teman yang suka mengkritik dan memiliki jiwa revolusioner, tapi lemah di depan perempuan.
Sembari omong-omong yang sedikit ngawur. Coplo bergegas mengajak langsung ke lokasi ngopi. Kebetulan janjian saya dengan Mas Rizki di warung kopi Giras Rajekwesi.
Perjalanan menuju ke lokasi ngopi tampak sedikit menjadi mistis. Sebab, jok belakang saya kosong, tak ada yang saya bonceng. Melainkan tak mungil yang menemani saya. Ckckckc. Teman yang bernama Baihaqi tampak senyum-senyum sendiri. Disela-sela perjalanan menuju lokasi ngopi.
Sesampainya di lokasi ngopi. Eh, seseorang yang saya idamkan belum ada di lokasi tersebut. Saya beserta dua teman saya langsung memarkir sepeda kesayangan masing-masing.
Saya terkejut dengan keadaan saat itu juga. Saya melihat orang yang sedang menggerak-gerakkan tangannya sambil menatap handphone. Saya mengamati gerak-gerik orang tersebut.
Ternyata, orang itu menyandang tunanetra. Dengan bahasa isyarat melalui tangannya. Saya sedikit kagum dengan orang tersebut, dia begitu mahir dengan bahasa isyarat tersebut. Tiba-tiba Coplo menepuk pundak saya.
“Hei, kuwe pesen opo kok?.” Tanya Coplo dengan nada suara keras.
“Iyo, white coffee, Plo.” Jawabku dengan tenang. Tak lama kemudian pesanan datang secara tiba-tiba. Kami bertiga bergegas meneguk kopi pesanannya. Coplo begitu menikmati saat nyeruput kopi.
“Wid, kopine uenak.” Ucap Coplo secara spontan setelah meneguk kopinya.
“Aku jajali to.” Sahutku dengan sedikit senyuman. Sangat-sangat tidak bisa dipungkiri kopinya sangatlah nikmat, cocok buat orang yang suka begadang sampi dini hari.
Tak ada angin, tak ada hujan. Mas Wahyu Rizkiawan datang dari penjuru selatan begitu saja. Obrolan ngopi malam kali ini berbeda dengan malam sebelumnya. Hal-hal yang tidak sewajarnya harus dibahas kenapa harus terpaksa dibahas, apalagi di meja warung kopi.
Apalagi Coplo, dia sangat penasaran dengan hal-hal yang sedikit mengandung bau mistis. Memang alumni pondok pesantren, tidak begitu kaget mendengan kata mistis. Karena di pondok itu sudah biasa dengan ada peristiwa-peristiwa diluar nalar manusia biasa.
Coplo mampu bertahan mengeyam pendidikan di pesantren. Hingga beberapa tahun lamanya Coplo hidup bergelut dengan budaya pesantren. Apalagi Coplo yang ingin dirinya dimasuki mahluk ghaib. Kejadian ini sangatlah amat aneh.
Salah atu teman Coplo ada yang memliki ilmu supranatural. Eh, ketika Coplo sudah fokus ingin merasakan sensasinya dimasuki mahkluk astral, malah temannya yang bisa ilmu supranatural yang kemasukan makhluk astral itu sendiri.
Disela-sela cerita bulu kuduk terasa merinding. Apalagi angin malam menyibak helai rambut. Makin merinding, ketika Mas Rizki mulai memotret kami bertiga, dan anehnya Mas Rizki menakut-nakuti kami.
Cerita mistis ini tidak dialami Coplo juga, Mas Rizki juga pernah mengalami cerita mistis. Gunung memang bukan tempat sembarangan. Apalagi gunung Wilis, gunung yang bukan gunung bisa. Karena ada salah satu prasasti Kebo Iwa di sana. Konon katanya pernah bertengkar dengan Patih Gajah Mada, dan Kebo Iwa kalah dipenggal kepalanya. Di prasasti tersebut kepada Kebo Iwa dikubur.
Pada saat naik ke gunung Wilis, pastinya kegiatan foto tidak tertinggal sedikitpun. Waktu foto di gunung tidak ada apa-apa. Namun setelah beberapa lama salah satu teman Mas Rizki, ada tak sadarkan diri. Setelah sadar dan ditanya, lantaran melihat sosok penari Bali di tempat prasasti tersebut.
Makin merinding sekali. Apalagi saya merasa ada yang tidak enak. Di balik pohon sebelah utara di warung kopi tersebut. Ternyata saya tak menemukan tanda-tanda mistis apapun. Mungkin, itu hanya perasaan luar saya saja. Tak terlalu kupikirkan dengan adanya hal-hal tersebut.
Waktu menunjunjukan pukul sebelas malam. Mata yang sudah mulai redup saat melihat lampu kendaraan. Apalagi melihat sosok mantan yang masih terbayang-bayang dalam benak, wkwkwkwk. Tak lama kemudian, kita berempat di warung tersebut bergegas pulang menuju tempat persinggahan masing-masing.