ing ngarsa sung tuladha, ing Mayday mangun karsa, tut wuri handayani ~
Jika kemarin adalah hari di mana buruh-buruh bergerak memperjuangkan hak-haknya, maka hari ini adalah hari perayan bagi pelajar dan juga tenaga ajar. Iya, setiap tahun di hari kedua bulan Mei, Indonesia memperingati hari pendidikan nasional.
Ada berbagai cara memperingati sebuah hari. Pertama dengan perayaan, kedua adalah dengan permenungan. Perayaan biasa dilakukan oleh instansi pendidikan. Misalnya di sekolah-sekolah, untuk memperingati hari pendidikan, biasa diadakan lomba-lomba.
Bukan hanya di tingkat sekolah, perayaan hari pendidikan juga seringkali dilakukan oleh pemerintah daerah dengan diadakannya perlombaan, baik di bidang akademik. Seperti olimpiade cerdas cermat, maupun di bidang non-akademik seperti kompetisi olahraga antar sekolah.
Sedangkan perenungan cenderung bersifat personal, baik sebagai sebagai tenaga pengajar maupun pelajar. Laylatul Fittrya, tenaga pengajar di SMP Xin Zhoung yang kerap disapa dengan Fitri, memaknai hari pendidikan nasional dengan melakukan evaluasi diri,
“Jadi makna dari pendidikan bagi seorang guru, seperti saya, adalah bagaimana meningkatkan kualitas siswa lewat pendidikan karakter,” ujar Laylatul Fittrya.
Sama halnya dengan Ahmad Hasan Saifurrisal, Tenaga pengajar SMP Plus Ar-Rahmat yang kerap disapa dengan Risal. Ia juga lebih memilih untuk melakukan perenungan terhadap apa-apa saja yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan mutu pendidikan.
“Hari pendidikan adalah momentum untuk perbaikan pendidikan di Indonesia.”
Sejauh ini, berbagai cara telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Pemerintah terus berbenah dengan menyusun dan memperbaiki kurikulum guna mendapatkan metode ajar yang tepat.
Terakhir adalah kurikulum 2013 atau K-13 yang mengubah metode ajar yang mulanya informasi atau ilmu pengetahuan berpusat dari guru, kini siswa dituntut untuk lebih mandiri dalam memperoleh informasi baru.
Kegiatan belajar yang demikian ini menurut Fitri diharapkan mampu merangsang minat belajar siswa. Namun, kegiatan belajar yang seperti ini belum benar-benar dapat diterapkan oleh seluruh sekolah. Hanya beberapa sekolah yang memiliki privilege untuk menerapkan metode tersebut.
Kendala pelaksanaan, menurut Fitri masih pada sarana dan prasana yang tersedia. Keterbatasan tersebut menjadi kendala yang nyata di lingkungan sekolah.
“Kalau menurut kurikulum 2013 harusnya siswa sudah diarahkan kepada bagaimana mereka memanfaatkan teknologi yang memudahkan mereka untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber, tersedianya Wi-fi, alat peraga yang memadai, tapi sejauh ini kan belum semua.”
Fitri sendiri kerap melakukan evaluasi terhadap kinerjanya pribadi sebagai tenaga pengajar, apakah metode belajar yang diterapkannya di kelas sudah cukup merangsang minat belajar siswanya.
Sejalan dengan Fitri , Berliana, pelajar SMAN 2 Bojonegoro, memaknai hari pendidikan nasional juga dengan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar yang ada selama ini.
“Kalau yg baiknya kita bisa memaknai dan memanfaatkan hari pendidikan untuk mereview atau mengevaluasi kegiatan berpendidikan kita selama ini dengan visi awal pendidikan itu sendiri, bertumpu ketiga pilar pendidikan itu juga. Baik siswa maupun guru, atau pegiat pendidikan lainnya supaya tetap pada tujuan pendidikan yg sebenarnya,” terang Berliana.
Memang, Nabsky, peringatan hari pendidikan baiknya digunakan sebagai satu momen evaluasi. Baik kepada diri sendiri sebagai tenaga pengajar maupun pelajar, mengenai sejauh mana kontribusi diri untuk mewujukan tujuan dari pendidikan itu sendiri.
Selamat hari pendidikan ya, Nabs!