Uban tumbuh dan rambut mulai memutih. Mengkilat seperti kunang-kunang yang hinggap di kepala. Ini salah satu tanda penuaan. Biasanya, uban tumbuh di awal usia 40an. Namun, fakta tersebut terbantahkan. Penulis sendiri berusia 27 tahun memiliki banyak uban. Tidak seluruhnya beruban, tetapi merata di kepala.
Munculnya uban pada anak muda berkaitan dengan stres. Entah urusan pekerjaan, romansa atau lainnya. Yang jelas, stres menangung beban kehidupan. Seperti itulah anggapan masyarakat. Padahal, belum ada penelitian yang membuktikannya secara pasti.
Lalu, bagaimana fenomena uban bisa terjadi? Salah satu penyebabnya adalah faktor biologis. Misalnya genetika atau gangguan kesehatan. Faktor tersebut masih disimpulkan secara umum. Gangguan kesehatan menyebabkan antioksidan tubuh tidak seimbang. Akibatnya, sel-sel pada pigmen rambut tidak berjalan normal.
Ternyata, terdapak alasan lain. Selain faktor biologis, uban memiliki makna teologis. Seperti yang pernah di tulis Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam buku miliknya. Dia menjelaskan bahwa uban bermakna sebagai pengingat.
“Rambut uban (akibat usia) itu merupakan pengingat akan dekatnya ajal, tertutupnya jalan cita-cita dan angan-angan,” tulis Sayyid Abdullah Al-Haddad dikutip dari NU Online.
Maksudnya, semakin dekatnya masa ‘keberangkatan’ manusia. ‘Keberangkatan’ dari dunia ini dunia selanjutnya. Tidak lama lagi manusia tersebut akan berpindah. Itu jika dilihat dari tanda penuaan tubuh secara fisik. Meskipun usia seseorang tidak ada yang tahu.
Namun bagaimana dengan anak muda yang beruban? Tenang saja. Uban bukan hanya sebagai pengingat akan dekatnya ‘perpindahan’ dunia. Uban adalah cahaya di antara kegelapan hitam legamnya rambut. Cahaya itulah yang akan menjadi penerang baginya. Seperti yang disebutkan dalam hadits.
“Berubahnya rambut seorang Muslim merupakan cahaya (nur) baginya,” turut HR. Tirmidzi dikutip dari NU Online.
Anak muda dengan uban bermakna betapa banyak ide di kepalanya. Sebuah cahaya yang cemerlang terang benderang. Ibarat berpikir, muncul gambar lampu menyala. Itu hanya dramatisasi visual. Maksudnya, sebagai gambaran dari ide-ide brilian.
Uban sebagai cahaya diharapkan menjadi obor. Obor bagi kehidupan di dunia. Baik diri sendiri atau pun orang lain. Selain itu, uban sebagai pengingat kematian. Diharapkan, uban menjadi obor penerang selama perjalanan pulang menuju Sang Pencipta.
Karena itu, uban adalah fenomena biologis sekaligus teologis. Semakin muda usia munculnya uban, semakin dini mengingat kematian. Itu akan membantu menghindari perbuatan buruk. Bagi diri sendiri dan orang lain.
Uban memiliki makna yang mendalam. Karena itu, uban bagi anak muda adalah pernak-pernik mahkota. Keindahannya harus dijaga. Atau, diperindah lagi dengan pewarnaan. Ini menjadi related dengan pengalaman mewarnai rambut saat libur sekolah.
Menjelang masuk sekolah, rambut tidak boleh diwarna hitam. Satu-satunya cara adalah potong rambut hingga bagian warna habis. Konon, rambut tidak boleh diwarna hitam kembali. Ini sesuai dengan penjelasan Sayyid Abdullah Al-Haddad dalam bukunya.
“Mengubah warna uban dengan warna kuning atau merah itu mustahab (disukai), tetapi mengubahnya dengan warna hitam adalah haram, kecuali bagi mujahid (orang yang sedang berperang) di jalan Allah sebagai strategi untuk mempertakuti orang-orang kafir,” tulis Sayyid Abdullah Al-Haddad dikutip dari NU Online.
Jadi, bagi anak muda yang sudah beruban, warnailah rambutmu. Bukan dengan warna hitam, melainkan warna lain. Misalnya merah, kuning, hijau, biru. Sekalian warnai putih semua pun boleh. Niscaya, kamu akan semakin oke seperti boyband Korea pujaan fans. Atau seorang atlet gamer dengan penghasilan dollar.
Sebagai anak muda, uban adalah keniscayaan. Hiasan mengkilat pada mahkota kepala. Peningkat life style. Selain itu, uban juga sebagai pengingat kematian. Ingat, sebagai tanda pengingat, bukan tanda kematian. Kematian bisa datang kapan saja pada siapa saja. Soal usia, tidak ada yang tahu.