Johan Cruyff, Pep Guardiola dan betapa indahnya permainan, kadang tak selalu berakhir dengan kemenangan.
Dunia sepakbola mengenal Johann Cruyff sebagai salah satu jenius sepakbola. Fantasi sepakbola indah dengan menyerang secara kreatif menjadi citarasa yang disukai banyak pasang mata di seluruh dunia. Oh, maaf, tidak hanya sekadar fantasi, tetapi suguhan nyata nan memikat.
La Masia adalah salah satu pencipta pesepakbola dengan visi menyerang kreatif sesuai isi kepala Cruyff. Cruyff pernah lima tahun menjadi pemain Barcelona. Bahkan saat masih menjadi pemain, di usia 32 tahun, Cruyff mengajukan proposal ke Presiden Barcelona mengenai filosofi dan visi sepakbola menyerangnya.
Proposal itu disetujui, dan lahirlah proyek La Masia baru dengan visi ala Cruyff. Publik sepakbola modern kemudian mengenal Tiki Taka sebagai sistem permainan indah, kreatif, menyerang, dan dengan penguasaan bola yang menjadikan Barcelona sebagai slaah satu tim dengan suguhan sepakbola memanjakan permainan memikat.
Menurut Rinus Michels, Johann Cruyff adalah pelatih yang menciptakan sistem permainan kreatif dan selau berkembang, sehingga tidak mudah dipelajari. “Sistem Cruyff menuntut pemain berkemampuan tinggi. Pemain kelas rata-rata tidak mungkin efektif memainkannya,” pungkas Michels.
Josep Guardiola merupakan salah satu produk sukses La Masia, selain Busquet, Xavi, Iniesta, dan tentu saja Lionel Messi. “Mulai sekarang kita akan bermain dengan cara sendiri. Selalu ada visi dalam teknik, mengumpan, dan berpikir,” kata-kata Cruyff yang dikenang Guardiola saat menjadi murid La Masia.
Guardiola kemudian sukses sebagai pelatih Barcelona dengan aneka gelar bergengsi domestik dan internasional. Termasuk raihan dua gelar Liga Champion, gelar paling presitisius untuk klub sepakbola di dunia. Permainan Tiki Taka yang indah dan menyerang, di tangan Guardiola, seolah-olah menjadi jaminan raihan trofi juara.
Selepas menangani Barcelona, Guardiola mencoba magisnya di klub lain. Bayern Muenchen yang semusim sebelumnya meraih treble juara, menjadi labuhan karirnya. Gelar domestik liga berhasil diraih, namun gelar Liga Champion gagal diraih hingga masa kepelatihannya di Bayern purna.
Manchester City menjadi klub yang dilatih Guardiola berikutnya. Misi yang diemban Guardiola jelas: Manchester City bisa berkiprah jauh di Liga Champion, tentu menjadi juara adalah capaian yang ditargetkan. Dua pelatih City sebelum Guardiola berhasil mempersembahkan juara domestik Liga Inggris namun gagal berbicara banyak di kompetisi klub Eropa.
Barcelona, Bayern Muenchen, dan Manchester City sebagai klub yang dilatih Guardiola memiliki kemiripan sebagai klub kaya dan stabil yang mampu memenuhi target pemain dengan harga mahal yang diinginkan oleh Guardiola.
Kondisi ini sering menjadi suara sumbang yang meragukan kemampuan Guardiola: Mampukah melatih klub dengan pemain biasa-biasa saja dan mendapatkan raihan prestasi juara?
Barangkali, sebagaimana testimoni Michles terhadap Cruyff, Guardiola juga memiliki ciri khas yang sama: Sistem dan cara bermain yang diinginkan oleh Guardiola hanya akan berjalan baik jika dieksekusi oleh pemain dengan kualitas mumpuni. Pemain dengan kualitas rata-rata akan sulit menerapkan keinginannya?
Musim ini, Manchester City asuhan Guardiola berhasil menjadi salah satu kontestan pertandingan final Liga Champions Eropa. Tim yang dimiliki taipan minyak Rusia, Roman Abramovic, Chelsea menjadi lawannya. Minggu dini hari tadi hasilnya sudah diketahui: Manchester City kalah oleh Chelsea.
Chelsea berhasil bermain disiplin dan taktis menghadapi sepakbola menyerang yang diinginkan oleh Guardiola (tampak dari susunan pemain Manchester City). Satu gol dari Kai Havertz melalui skema serangan balik berhasil menjadi satu-satunya gol yang menghantarkan Chelsea menjadi juara.
Permainan menyerang Guardiola berhasil dikalahkan oleh permainan disiplin dan rapat Chelsea yang diasuh Tuchel. Sepakbola pada akhirnya tentang bagaimana menjadi pemenang dan juara. Soal permainan dan taktik adalah pilihan.
“Jadi, dengan demikian, menjadi jelas bagi kita bahwa total football harus diterapkan secara kreatif…. Dalam satu hal, kita menggunakan strategi total footbal dan siapa tahu kita juga memeragakan bola Samba kesebelasan Brasil,” tulis Gus Dur dalam kolomnya di Harian Kompas 18 Desember 2000.
Masih ada musim depan buat Pep Guardiola dan City. Tetaplah tegak menatap musim depan, jangan melihat ke belakang dengan amarah dan kesedihan, Pep.. Ingat kan itu pesan dari lagu apa?
Oh iya, treble winners is not for everyone. Hehehe.