Pada tiap babak kegetiran yang mengancam akhir-akhir ini, selemah-lemahnya usaha adalah membahagiakan diri sendiri.
Hari-hari belakangan tidak pernah terperkirakan akan menjadi seberat ini. Setelah waktu lalu saya menuliskan perihal potensi kiamat dan bagaimana sebaiknya kita bersiap diri, saya kira gejala-gejala krisis besar tak akan berjalan sedahsyat ini.
Namun sayangnya hal itu keliru. Virus corona covid-19 datang menyapa Indonesia dan membikin segala lapisan masyarakat kalang kabut. Yang menjadikannya tampak mengerikan, penanganan krisis ini berlangsung dengan cara yang amatir dan di bawah ekspektasi.
Ingin sekali jari telunjuk saya, saya acungkan seksama pada pemerintah sembari misuh-misuh dengan hikmat. Sebab, sejak awal datangnya ke Indonesia, gejala virus ini tak pernah direspon dengan serius. Malahan komentar bernada mengejek, meremehkan, sampai menyepelekan keluar begitu saja dari orang-orang pengampu kebijakan.
Hingga muncul dua orang sebagai pasien positif, melonjak lagi, dan kini menurut data per-20 Maret penderita menjadi 369 positif, 32 meninggal dunia, dan 17 orang dinyatakan sembuh. Dengan kenyataan seperti itu, segala candaan dan omong kosong pejabat menjadi simalakama.
Di Surabaya, kabar tersebut menjadi semacam goncangan besar bagi saya. Ada perasaan was-was tak karuan mengingat di akhir Februari lalu saya berkunjung ke Depok (daerah pertama ditemukannya pasien positif), di Kota Tua Jakarta, dan tempat-tempat publik macam Stasiun Manggarai, Stasiun Tebet, hingga Stasiun Jatinegara.
Saya baru saja merayakan dunia bebas menjadi manusia di sana dan belajar banyak soal hidup. Tapi toh pada akhirnya, pelajaran seperti itu terpaksa diikuti ketakutan-ketakutan baru pasca merebaknya covid-19 ini.
Yang menjadikannya ngeri-ngeri sedap, gejala seperti batuk kering, sesak di dada, sampai flue hinggap dalam diri saya. Parahnya, saya tak tahu harus bersikap seperti apa, sebab, jikapun mau memeriksakan diri di rumah sakit anjuran pemerintah, ada biaya yang tak sedikit dan ada banyak hambatan lainnya yang menerjang.
Akhirnya, di hari-hari belakangan sikap paling mungkin adalah memperoleh informasi di media. Saya memanfaatkan akses premium dari Kompas dan Tempo, dan mengais informasi penting dari media lainnya di Indonesia.
Dan langkah berikutnya, saya mengisolasi diri di kamar indekos sembari mengusahakan agar berjarak dari kerumunan. Mungkin tindakan ini seperti sebuah paranoia besar dan berlebihan.
Tetapi di tengah ketidakjelasan nasib, apa lagi yang bisa dilakukan selain mengusahakan yang terbaik untuk diri-sendiri dan sebisa mungkin menjaga tubuh agar tidak menjadi carrier virus bagi sekitar?
Satu hari, terasa baik-baik saja. Hari kedua, berjalan agak serius. Dan hari ketiga, saya merasa ada ketakutan lebih dari dalam diri: oh bagaimana jika saya benar-benar tertular? Bagaimana saya bisa sembuh, sedangkan vaksin untuk virus ini belum ditemukan?
Berbekal gadget di tangan, saya mengais informasi bahwa sejauh ini perlawanan paling sengit pada covid-19 adalah pada imun tubuh yang baik. Daya tahan dan kekebalan tubuh yang baik sangatlah penting.
Dan imun yang baik berbanding lurus dengan kebahagiaan yang bersemayam dalam jiwa. Dalam waktu yang genting, saya merenung agak panjang. “Oh berarti usaha terbaik saat ini adalah membikin batin bahagia dan tidak takut secara berlebihan, ya?” kata saya.
Akhirnya saya memilih berselancar ke kanal Youtube dan berusaha mengabaikan ketakutan yang seringkali berteriak. Ada seseorang dengan sampan tengah menjelajahi rawa di Kalimantan dan menangkap ikan-ikan air tawar.
Suasananya sungguh melegakan. Dengan modal pancing tradisional, ia mendapatkan ikan yang banyak. Mulai dari Gabus, Lele, hingga ikan setempat yang saya tak tahu namanya.
Ekspresi dari host yang bahagia menambah gairah untuk menyeksamai video itu lama-lama dan mengingatkan saya pada masa-masa kecil di sebuah desa di Bojonegoro.
Saya tak tahu apakah berbagai langkah yang saya lakukan ini benar dan memang dianjurkan. Tapi saya pikir pada tiap babak kegetiran yang mengancam akhir-akhir ini, selemah-lemahnya usaha adalah membahagiakan diri sendiri.
Dengan video itu, saya menemukan kebahagiaan kecil dalam diri. Dan saya berharap, Anda juga mencari kebahagiaan yang sama dengan cara yang tentu saja sesuai versi Anda.
Mari bekerja sama, saling jaga, dan stay healthy.