Mungkin masih banyak yang belum tau kalau di Jogja area Prawirotaman banyak penginapan murah tapi asik buat kawan kawan pencinta travelling low budget. Kisaran harga menginap per malam 75K-300K tergantung tipe kamar.
Dari sekian tempat seperti abrakadabra, good karma, los manos, rumak kita bnb, entah kenapa jujugan saya selalu sama, yaitu ke Yez Yez all Good Hostel.
Hostel ini sudah menjadi langganan sejak 2018, menawarkan tempat yang menurut saya asik dengan berbagai macam graviti di tembok-temboknya, dari mulai kamar sampai toilet, kalian bisa menikmati coretan-coretan kreatif, dari yang penuh kelakar sampai yang bikin merenung.
Di gerbangnya bahkan sudah ada tulisan dilarang sambat area dan begitu masuk ke dalam ada tulisan lagi come as you are– datanglah sebagaimana kamu adanya.
Hostel ini juga menawarkan dekor-dekor unik melalui berbagai macam perabot yang ada di hostel ini, rata-rata dibuat dengan memanfaatkan barang-barang disekitar.
Seperti shower menggunakan paralon, kayu-kayu usang yang dibikin kursi dan meja, juga kain-kain atau selendang yang dipakai sebagai penutup ruangan.
Selain memanjakan mata, orang-orang yang stay di dalamnya juga begitu ramah dan tau diri. Jadi untuk yang introvert jangan kuatir, they won’t bother you kok, karena mereka sangat tau diri kalau mau ngajak ngobrol tamu lain.
Kamar yang disediakan cukup beragam dengan segala keunikannya, ada private room dengan private bathroom, private room dengan shared bathroom dan dormitory. Kamar dormitory juga di bagi 3, female only, men only dan mix.
Selama 5 tahun sudah banyak kamar yang saya coba kecuali yang men only, ya iyalah ya, please. Sejauh ini untuk kamar private room dengan dengan private bathroom saya merekomendasikan kamar One more night. Kamar ternyaman menurut saya.
Terdiri dari dua lantai, lantai bawah adalah toilet, lantai atas adalah kamar tidur, dengan balkon menghadap pool. Untuk private room dengan shared bathroom rekomendasi saya di kamar Love each other karena kamar ini strategis untuk ke toilet atau untuk menikmati area luar.
Pilihan kedua adalah kamar senja. Tapi perlu effort berlebih karena untuk menempati kamar ini kalian diharuskan naik tangga tanpa kemiringan, lumayan buat melatih otot tangan dan kaki.
Cuma memang senja dari kamar ini bagus sekali. Cahaya orangenya menembus jendela pas disisi tempat tidur, benar2-benar cahaya surgawi.
Sementara untuk dormitory, rekomendasi saya justru di Mix dorm, agak tricky sih untuk pemilihan kamar ini, apalagi buat kalian yang ga biasa tidur seruangan dengan laki-laki, (eh bukan berarti saya biasa ya) jelas ini bukan rekomendasi yang tepat.
Alasan saya kenapa memilih mix dorm untuk tempat stay karena sebagai solo traveler agak berisik ketika kita milih female dorm dan ternyata ada rombongan traveler lain yang satu grup, karena bakal rame, cekikan sampe malam dan saya merasa outsider di sana.
Sementara di Mix kebanyakan memang asli solo traveler jadi kita bisa lebih tau diri dan tidak mengganggu yang lain. Banyak orang yang beranggapan tidur di dorm apalagi yang mix cukup berbahaya apalagi untuk perempuan, saya pikir ketakutan seperti ini harusnya membuat laki-laki malu, ya ngga sih, bagaimana bisa sesama manusia tapi memandang satu gender lain bak binatang buas yang tidak berakal. Kalau saya jadi laki-laki sih saya tidak akan terima gender saya dicap sebagai pemangsa.
Tapi ya anggapan perempuan bahkan laki-laki sendiri pun tidak salah juga lha wong selama ini, perempuan tumbuh dengan segala macam kewaspadaan terhadap laki-laki karena tidak semua laki-laki nyatanya menggunakan logika mereka, Shame on you buat kaum kaum yang begini ini, yang bikin perempuan jadi takut kemana-mana.
Anyway, selama menginap di dorm, saya tidak pernah menemukan masalah berarti yang sampai buat saya ganti kamar atau membuat trauma, tapi memang berkumpul bersama orang lain dari beda daerah maupun dari beda negara agak-agak perlu pemahaman berlebih.
Kalau sama sesama Indonesia ya begitulah ya, basa basi biasa tapi masih normal-normal aja, tapi kalau sama orang bule emang aga lain, selain karena mereka suka topless, mereka juga kadang lupa kalau ada mahluk lain yang juga stay bersama mereka jadi kadang mereka lepas baju seenaknya, mereka juga kalau pas ngorok kayaknya se hostel denger semua.
Jadi kalau pas ketemu yg model beginian saya sarankan siapkan headset buat nyumpal telinga. Kadang juga ada beberapa bule yang kelewat kepepet suka jemur kancut di dorm terus di angin-anginkan pake kipas angin.
Pengalaman ini sering saya dapatkan ketika abis jalan jalan di Kota, balik ke dorm niat buat rebahan dan dengan santainya dia jemur berjejer, sorry need to checkout tomorrow early, begitu katanya. Saya sih oke-oke aja toh urusan perkancutan memang penting.
Setiap kali habis nginap di hostel ini memang banyak sekali pengalaman dan cerita yang bisa saya dapatkan, karena mayoritas guest adalah bule. Saya jadi punya pandangan yang berbeda soal menjalani hidup yang tidak melulu membosankan(sepertinya)ala mereka, ga ngeributin apa kata orang, kebahagiaan diri sendiri adalah yang utama.
Kebanyakan dari mereka adalah full traveler atau pekerja freelance. Salah satu teman di dorm yang saya temui kapan hari bernama Ricky, Pemegang dua passport, Inggris dan Swiss.
Indonesia adalah negara ke 52 yang dia kunjungi, dia sudah resign dari kerjaannya di bidang perbankan dan memilih menjadi full time traveller dengan mengandalkan passive income dari invest yang telah dilakukannya ketika masih bekerja.
Jadi ketika pagi saat yang lain masih tidur dia akan membuka laptopnya mungkin mantau-mantau saham kali ya, terus ketika siang, dia akan leyeh-leyeh asik di dekat kolam, kadang berenang, kadang jalan-jalan, dia sudah seminggu di Jogja dan akan melanjutkan perjalanan ke Bromo, Banyuwangi, Bali dan Lombok.
Ketika saya tanya How can you afford all of this? Gimana caramu bisa travelling kayak gini, dengan santai dia jawab, I have money and passion, and I always travel on budget. Pas tak tanya kok ga bikin buku? Siapa tau bisa kayak Eric Weiner yang bikin the geoghrapy of bliss, katanya hahaha, aku ga bisa nulis, tapi sepertinya menarik buat di coba.
Ada lagi beberapa guest yang hidup just for rebahan, dia di Jogja tapi ga kemana mana, kerjaannya nongkrong, kalau ga gitu tiduran di Hammock dan repeat. ketika aku tanya, any plan for today? Dia jawab, noo, i don’t live with plan sambil ketawa, wasyem.
Pengalaman-pengalaman yang saya dapatkan selalu berbeda di tiap stay, kadang ada yang bikin baper tapi tau diri juga wong ndak lama,hehe.
Kadang saya juga mikir, justru yang bikin kangen bukan Jogja nya tapi vibes menginapnya. Karena meskipun tidak kemana-mana ketika stay di hostel ini saya merasa bisa kemana-mana dengan mendengarkan cerita mereka.
Apalagi karena sudah sering stay di sini, saya berasa menemukan tempat singgah yang nyaman layaknya keluarga.
Oh iya, namun sayangnya lingkungan di hostel ini 18+ ya jadi memang tidak semua bisa menginap di sini dan memang hostel cinta damai ini juga tidak memperbolehkan membawa anak-anak dibawah umur.
Jadi kapan mau ke Jogja?