Barisan Pegunungan Kapur (Kendeng) Utara merupakan dinding raksasa yang menjadi tapal batas sekaligus pagar pelindung teritorial Bengawan Njipangan.
Pesisir Timur Laur Jawa adalah pesisir yang membentang dari Rembang ke Tuban yang sebelumnya menyatu dibawah Karesidenan Rembang. Wilayah Karesidenan ini meliputi empat Kabupaten; Rembang (dengan Kabupaten lama Lasem), Tuban, Blora (dengan Panolan lama), dan Bojonegoro.
Wilayah pesisir Rembang – Tuban yang tergolong sempit ini memiliki sedikit kota pelabuhan, namun ternyata menyimpan simpul peradaban penting.
Tentu bukan sekadar kebetulan jika pelabuhan kuno ini berada tak jauh dari kawasan hutan pegunungan kapur (Kendeng).
Diketahui bahwa kuatnya arsitektur angkatan laut kuno tergantung dari bahan kayu yang besar dan yang terbaik, yaitu Jati. Kayu terbaik ini dapat ditemukan tidak jauh dari pantai Rembang – Tuban, di pegunungan kapur yang berfungsi ganda, sebagai benteng alami pesisir, juga sebagai sumber daya yang menguntungkan untuk galangan kapal sehingga kemaritiman dan perdagangan dapat berkembang ideal.
Sungguh luar biasa bahwa kawasan pegunungan kapur ini, terutama di bentang alam Blora dan Bojonegoro yang berpotongan dengan Lusi dan Bengawan. Telah tercatat kronologinya semenjak sejarah pra-Islam, abad 11 M. Dari berbagai prasasti dapat diketahui (walau tidak disebutkan secara langsung), bahwa wilayah ini sebenarnya menjadi latar belakang peradaban Jawa kuno, jauh sebelum zaman Kerajaan Kediri.
Rajegwesi adalah nama lama dari kota Bojonegoro, Bowerno menjadi kecamatan paling timur di Bojonegoro. Sementara Medang Kamulan terletak di ujung barat Blora. Itulah pagar batas terluar Nagari Jipang. Di tempat-tempat inilah awal para Raja Jawa, yang menurut sejarah Jawa —- sebagian besar ditulis oleh sastrawan Surakarta—- adalah tempat dimulainya peradaban setelah perang besar antara kebaikan melawan kejahatan, atau Pandawa melawan Kurawa.
Bentang alam di kedua sisi lembah Lusi dan Bengawan ini, juga penting secara historis pada zaman Islam. Tak sedikit kisah tentang para Wali, orang-orang suci yang konon membawa Islam ke tanah Jawa, pada awalnya berasal dari Pasisir Timur Laut Jawa ini. Kehadiran mereka tentu berkaitan dengan kota-kota perdagangan (syahbandar) lama, karena bagaimanapun, Islam masuk ke Nusantara melalui jalur perdagangan.
Dalam sejarah keluarga Raja Mataram, daerah-daerah ini juga disebut sebagai tempat dominan yang tak pernah bisa ditaklukan. Kisah-kisah yang terkait dengan Sela tentu mengingatkannya. Nagari Jipang (Panolan-Padangan) tak pernah bisa ditaklukan. Ia hanya dapat ditundukkan Mataram melalui dongeng abad 16 M, itupun dengan cara yang amat kewalahan.
Para sastrawan Surakarta telah memasukkan cerita-cerita tentang Pesisir Timur Laut Jawa dan bentang alam lembah Lusi dan Bengawan dalam sejarah (legenda) mereka, para penulis era Majapahit membatasi diri mereka pada wilayah negara di lembah Brantas dan apa yang ada disebelah timurnya, sementara itu, cerita tentang peradaban kuno Nagari Jipang di Blora dan Bojonegoro (Lusi dan Bengawan), akan menghasilkan banyak informasi menarik yang dapat dipetik, jika melakukan penelitian lanjutan.