Cecurhatan adalah ejawantah dari konsep Verba Volant Scripta Manent. Sesuatu yang membuat orang berani nulis secara sederhana dan tak harus sempurna, tapi harus enak dibaca.
Hujan memang tak lagi mengejutkan. Namun perkataan seseorang, kadang jauh lebih mengagetkan. Kebetulan saat itu saya sedang berada di rumah kawan. Rumah nyaman yang kerap dijuluki Surga Pojok Kota.
Orang-orang di sekitar kota pasti tahu siapa pemilik tempat unik itu. Tidak bisa dipungkiri namanya memang sudah melambung di kalangan aktivis dan juga penulis se Bojonegoro. Siapa lagi kalau bukan Yogi Abdul Ghofur.
Semua berawal dari guyonan, percakapan saya dan Yogi memang sering diselingi dengan guyonan. Namun saat itu juga sedikit serius.
“Wid, awak em ya ngisi ngaji esai.” Suara Yogi terucap secara tiba-tiba.
“Lha kok aku ki piye, liyane ae, biasane sopo?” Jawabku dengan sedikit kaget.
“Wes to gak popo, biasane Mas Rizki wonge saiki raiso.” Ucap Yogi dengan sedikit tertawa dan memberi semangat.
Aku berpikir sejenak sambil memandang kipas angin yang hanya tolah-toleh. “Oalah yo wes siap, Mas.” Aku dengan berat hati memberi jawaban itu pada Yogi.
Tak hanya saya yang menjadi pemateri kegiatan Ngaji Esai, melainkan ada salah satu pemantik yang sangat keren. Namanya mungkin sudah melambung di kalangan aktivis pantura.
Dia adalah Bung Ishom, dia sedang menempuh pendidikan disalah satu kampus Kota Gresik.
Kegiatan rutinitas Ngaji Esai memang sudah dilakukan beberapa pertemuan. Pada Rabu, (9/12/2020) Ngaji Esai sudah mencapai episode ke 6 dengan tema Ihwal Cecurhatan (Opini).
Saya disuruh menyampaikan pengalaman nulis cecurhatan yang pernah saya tulis di Jurnaba. Memang belum banyak yang saya tulis di Jurnaba, tapi setidaknya ada.
Kegiatan Ngaji Esai berpindah-pindah tempat. Menyesuaikan kondisi Bojonegoro saat ini, yang sering diguyur hujan. Saya berangkat bersaman Yogi. Disela-sela perjalanan, gerimis menemani saya dan Yogi.
Tak lama perjalanan dari rumah Yogi, hanya membutuhkan waktu 15 menit saja. Sesampainya di tempat Ngaji Esai, saya bergegas pesan kopi. Sangat tepat sekali karena kegiatan tersebut bertempat di Warkop Kopinem, dekat Taman Rajekwesi
Kegiatan tersebut tak begitu tegang seperti perkuliahan yang hanya duduk dan mendengarkan. Dengan berdiskusi santai mampu muncul inspirasi-inspirasi. Keseruan dalam Ngaji Esai tersebut memang sangatlah beda dengan kegiatan yang lain. Begitu juga tidak butuh banyak orang.
Saya bercerita tentang konsep Cecurhatan yang diusung Jurnaba. Bagi saya, cecurhatan bukan urusan istilah. Tapi sejenis energi. Mereka yang awalnya enggan atau tak mau menulis, bisa dengan mudah memulai proses menulis. Itulah konsep Cecurhatan.
Cecurhatan sejenis metode magnetis. Mereka yang sebelumnya tak pernah berani nulis, bisa dengan enteng saja “tertarik” untuk memulai tulisan dan menyelesaikannya. Saya contohnya. Dan saya yakin ini bukan perkara sederhana.
Kalau saya tanya Mas Rizky, pasti jawabannya begini: Wid, setiap tubuh mengandung potensi untuk curhat. Dan cecurhatan, adalah konsep yang mentransformasi potensi pesan suara menjadi simbol.
“Pesan yang harusnya lahir sebagai suara, dimodifikasi menggunakan simbol (tulisan).” Pasti begitu jawaban Mas Rizky.
Kalau saya tanya lebih dalam ke Mas Rizky, dia pasti akan menjelaskan begini: Wid, ingat Verba Volant, Scripta Manent. Ya, itu mantra yang sering diucap Mas Rizky agar saya mau nulis.
Nabs, itu bukan mantra Herry Potter yang saat mengucap harus bawa tongkat sambil bilang, “Verba Volant Scripta Manent!!” lhoo. Tapi sekadar istilah Latin Kuno yang artinya: yang terucap hilang, yang tertulis akan abadi.
Semua orang, kata Mas Rizky, punya modal untuk curhat. Nah, daripada curhatannya cuma jadi kentut yang langsung hilang, mending ditulis biar jadi prasasti yang bisa dikenang kapanpun.
Ngaji Esai tidak berujung lama, sekiranya sudah cukup untuk memunculkan imajinasi baru, guna menumbuhkan semangat membaca dan menulis. Tak bisa dipungkiri yang sadar mau belajar menulis sangatlah minim. Maka dari itu perlu adanya dorongan lebih guna mengajak semangat menulis.