“Cover Kalilah dan Dimnah mulai disiapkan!”
Demikian ucap Mas Hairus Salim, seorang boss penerbitan di Yogyakarta, kemarin sore. Plong rasanya hati saya, mendengar jawaban demikian.
Begitu mendengar jawaban demikian, tiba-tiba benak saya “melayang-layang”: ke Gorontalo, Jakarta, dan Kairo.
Lo?
“Melayang-layang” ke Gorontalo, karena buku Menuju Puncak Keberhasilan diterbitkan pada tahun ini di kota cantik yang terletak di ujung utara pulau Sulawesi.
Buku yang satu ini menuturkan kisah hidup 20 ilmuwan Muslim kondang pada abad ke-20 dan 21. Antara lain, Sameera Moussa, Abdussalam, Ahmed H. Zewail, Aziz Sancar, Farouk Bazz, B.J. Habibie, Maryam Mirzakhani dll.

Selain buku yang telah terbit tersebut, masih ada tiga calon buku yang sudah ada di tangan penerbit. Satu di tangan Penerbit Kompas, Jakarta: sebuah calon buku yang menuturkan kisah hidup 15 ulama cemerlang.
Dan dua di tangan penerbit yang dikomandani Mas Hairus Salim: Kalilah dan Dimnah versi paling tua dan asli (berdasarkan manuskrip yang ditemukan Prof. Dr. Abdul Wahhab Azzam di Perpustakaan Hagya Sophia, Istanbul, Turki).
Dan sebuah novel menawan yang ditulis doktor Mesir (jebolan Universitas Oxford, Inggris dan menjadi dosen di American University in Cairo) tentang seorang sufi kondang Tarekat Syadziliyah: Syeikh Abu al-Abbas al-Mursi.
Selain itu, saat ini saya sedang mengolah kembali sebuah kitab kondang di bidang gramatika Arab: Kitab Alfiyyah Ibn Malik. Kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa oleh kakek ibu saya: K.H. Hasyim Padangan (1850-1942), seorang kyai yang pakar di bidang gramatika Arab. Kitab ini kini sedang saya olah kembali. Alhamdulillah, pengolahan kitab itu sudah 40 persen saya rampungkan.
Menulis buku, kini, seperti dikatakan seorang Gus asal Banyuwangi, Jawa Timur adalah “profesi yang sangat membosankan dan tak menghasilkan duit”. Meski demikian, profesi ini telah saya lakoni tidak kurang dari 40 tahun.
Buku yang lahir lewat tangan saya terbit pertama kali pada 1983. Sejak itu, hingga kini, tak kurang dari 70 buku yang “pernah merasakan sentuhan dan curahan kasih sayang jemari” saya, alhamdulillah. Itulah cara saya mencintai negeri yang indah ini, Indonesia, lewat kontribusi dalam penulisan buku.
“Matur nuwun, Gusti. Tahun ini Engkau beri kesempatan hamba-Mu ini merampungkan beberapa calon buku. Hadza min fadhlik!”