Leiden menjadi kota yang amat dekat dengan dokumen sejarah Indonesia. Oleh-oleh dari Leiden setidaknya menjelaskan itu semua.
Mendengar kata Leiden, teringat ketika duduk di bangku putih abu-abu. Di sebuah ruang kecil yang berada di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Bojonegoro, pertamakalinya saya dengar Leiden.
Dalam rangka membuat karya tulis sejarah (historiografi) terpaksa harus mencari beberapa sumber dan disanalah khazanah ilmu dan pengetahuan tentang ilmu-ilmu sosial (sejarah Indonesia) berada dan bisa diakses melalui dunia maya.
Karena keterbatasan sumber dengan tema yang akan diambil, jadi harus pergi ke Disbudpar. Dan bertanya kepada seorang petugas disana. Kemudian memberikan beberapa informasi baik berupa buku-buku cetak tentang sejarah (Bojonegoro) serta perpustakaan digital/digital library yang ada di Negeri Kincir Angin (Belanda).
Dari sanalah saya mengenal komunitas-komunitas (lokal) yang bergerak di bidang sejarah dan kebudayaan, Mbah J.F.X Hoery, Museum 13, BCB (Bangunan Cagar Budaya), dan hal-hal lain.
Membuat karya tulis, susah-susah gampang. Susahnya ketika sumber (data) yang kita cari minim kemudian kemampuan untuk mengeksplorasi juga masih minim.
Gampangnya, apabila terbiasa membuat karya tulis, perihal menulis apapun itu bisa sambil ngelindur alias merem, wkwkwk. Terlepas dari itu semua juga tergantung kemampuan individu dalam membaca alam dan lingkungan serta kemampuan mengolah data baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Tidak ada yang rugi, ketika mencoba berlatih membuat karya tulis. Dengan banyaknya apa yang kita baca, tentunya membuat cara pandang terhadap segala sesuatu lebih santun serta santuy dan terkesan ogak gumunan.
Dari karya tulis (sejarah), ketika duduk di bangku aliyah itu lah, saya semakin penasaran dengan Leiden.
Teringat ketika itu, menemukan sebuah sumber berupa staatsblad, dengan isi yang aneh dan membutuhkan pemahaman yang agak tinggi untuk memahaminya.
Kemudian mencari-cari ternyata secara harfiah (kata) staatsblad berasal dari staats (state:negara) dan blad berarti lembaran. Kalau diterjemahkan berarti lembaran negara. Nah, isinya bahasa Belanda. Jadi mau tidak mau harus mencoba lebih dekat dengan bahasa Belanda.
Dari sanalah, ketika mendengar kata Leiden, langsung terbayang noni Belanda kanal air yang indah serta Universiteit Leiden (perpustakaan) yang di dalamnya menyimpan dokumen sejarah Indonesia.
Untuk Nabsky yang kepo tentang Leiden, bisa coba search di Mbah Google, kalau ingin mengetahui tentang Leiden dari buku cetak, sila baca beberapa buku yang mengulas tentangnya seperti Catatan Dari Lapangan (terbitan Marjin Kiri), dan buku yang akan dibahas: Oleh-Oleh dari Leiden.
Buku tersebut dari covernya begitu menarik. Disuguhi pemandangan alam dan buatan di Leiden berupa kanal, jembatan, dan lain-lain. Hmmm..serasa kita dibawa masuk ke dalamnya untuk merasakan nuansa Leiden tanpa harus menginjakkan kaki ke sana.
Berisi mengenai kisah beberapa wanita yang menemani suaminya dalam menyelesaikan studi di perguruan tinggi yang ada di Belanda. Ada juga yang turut serta bersama-sama menyelesaikan studi dan mengurus rumah tangga. Disajikan dengan bahasa yang menarik dan mudah dipahami.
Mengungkap sisi lain kehidupan wanita di Belanda. Ada yang juga mengurus anaknya, masih single dan harus berjuang secara mandiri, dan lain-lain.
Dikemas dengan bahasa menarik sehingga, pembaca secara tidak langsung larut dalam kehidupan mereka di Leiden, Belanda. Nah, tentunya buku tersebut sangat recommended bagi Nabsky yang akan menempuh studi di Negeri Kincir Angin.
Kebetulan, saya mencoba menghubungi salah satu penulisnya. Jadi buku tersebut merupakan buku antologi yang berisi kisah perjuangan wanita Indonesia ketika di Leiden.
Beragam sudut pandang ditawarkan dalam buku itu. Dalam waktu yang tidak lama, buku tersebut berhasil saya tuntaskan dan tentunya memperoleh ilmu, pengetahuan, dan pengalaman baru.
Juga bercerita tentang bagaimana mengisi waktu luang di Leiden, menyekolahkan anak, tentang klub sepak bola belanda yang melegenda, dan kisah-kisah lain yang di dalamnya mengandung pelajaran.
Dari sana, selain memperoleh buku itu, juga mendapat oleh-oleh lain berupa salam di kertas yang berlatar belakang sebuah kincir angin yang berada di Negeri van Oranje.
Jadi bukan hanya sekedar buku cetak yang didapat, salam di kertas dengan back ground kincir angin, dan yang terpenting, yaitu memperoleh ilmu, pengetahuan, dan pengalaman beberapa penulis yang berkontribusi dalam buku antologi tersebut.
Sayangnya, saya tak akan melanjutkan tulisan ini lebih jauh. Bukan apa-apa, tapi agar kamu mau membacanya sendiri. Hehe