Bisakah Bojonegoro menerapkan gaya hidup Zero Waste?
Zero Waste atau gaya hidup bebas sesampahan, digadang-gadang mampu mereduksi dominasi persebaran sampah di muka bumi. Nah, mungkin nggak sih gaya hidup Zero Waste diterapkan di Bojonegoro?
Nabsky yang budiman, Zero Waste atau bebas sampah adalah gerakan mendorong minimalisasi produksi sampah. Sehingga produk bisa digunakan kembali, alih-alih dibuang.
Seperti pedoman yang dipegang Zero Waste International Alliance (ZWIA), bahwa bebas sampah adalah tujuan etis, ekonomis, efisien, dan visioner, untuk memandu masyarakat dalam mengubah gaya hidup dan praktik-praktik dalam meniru siklus alami yang berkelanjutan.
Di mana, semua material yang tidak terpakai lagi, bisa dirancang kembali untuk menjadi sumber daya bagi pihak lain dan bisa digunakan kembali. Mengingat, terutama sampah plastik butuh waktu lama untuk terurai.
Sebab plastik, kau tahu, butuh waktu yang lama banget buat bisa terurai dan lenyap dari muka bumi ini. Sehingga, satu-satunya alternatif untuk mengurangi persebarannya adalah tidak menggunakannya.
Nabs, di media sosial, tagar #zerowaste sudah bertebaran. Tentu, itu gerakan yang berupaya meminimalisasi produksi sampah. Secara nasional, bahkan ada komunitas yang fokus berkampanye tentang Zero Waste. Yakni Komunitas Zero Waste Nusantara (ZWN).
Lalu, mungkinkah gaya hidup Zero Waste diterapkan di Bojonegoro?
Untuk mengetahui antusiasme dan pemahaman masyarakat Bojonegoro, tim Jurnaba.co menemui sejumlah pemuda Bojonegoro untuk ditanya terkait kemungkinan gaya hidup Zero Waste diterapkan di Bojonegoro. Pendapatnya pun beragam.
Salah satu mahasiswa, Ferly Arvidia menjelaskan, Zero Waste sangat bisa diterapkan di Bojonegoro. Asal, ada aturan yang ketat disertai ajakan secara terus menerus.
Selain aturan, kata Ferly, harus ada ajakan secara terus menerus. Sebab, ada banyak aturan tertulis yang dengan mudah dilanggar. Seperti plang untuk tidak bayar biaya parkir, tetapi masih saja ada tukang parkir di tempat tersebut.
“Nah, jika hal ini juga diterapkan ke zero waste tentu juga belum bisa berjalan optimal. Masih akan banyak yg tidak sadar,” ucap Ferly.
Nah, menurut Ferly, solusinya adalah Pemerintah harus mengajak kaum muda untuk bergerak dan melakukan sosialisasi dari desa ke desa. Sekolah ke sekolah. Instansi ke instansi, juga ke perguruan tinggi.
Yang disosialisasikan, kata dia, tentu saja pemahaman tentang 3 R. Yakni reduce, reuse, dan recycle. Terlebih, ada unsur menggunakan benda tak terpakai menjadi sesuatu berbasis inovasi.
Dari sana, aturan bisa beriringan dengan kemauan.
“Jadi, perencanaannya harus benar-benar terinci dan jelas. Agar anggarannya juga bisa jelas. Dengan begitu, bisa terlaksana,” imbuh dia.
Ferly menambahkan, penerapan Zero Waste, bisa dipicu dari suatu perlombaan yang sifatnya bisa diterapkan berkali-kali. Atau berbulan-bulan hingga menahun. Di mana, tiap bulannya diadakan lomba sekolah paling asri, atau desa paling bersih.
Dengan begitu, masyarakat akan terdorong untuk melakukan itu. Pada nantinya, kebiasaan itu juga dapat tertanam dalam masyarakat secara otomatis. Sebab, kebiasaan baik awalnya memang harus dipaksakan.
Sementara, pemuda lainnya, Amelya Mifta Kharismawati mengatakan, penerapan Zero Waste di Bojonegoro masih belum bisa. Sebab, kesadaran masyarakat Bojonegoro terhadap penggunaan plastik masih belum sepenuhnya.
Menurut Mifta, ada sejumlah aspek yang sudah disadari masyarakat Bojonegoro. Contohnya, memisahkan sampah organik dan anorganik, serta mendaur ulang sampah menjadi kerajinan. Namun, sebatas itu.
“Zero waste masih berat karena orang masih suka belanja pakai plastik,” kata Mifta.
Mifta menjelaskan, masyarakat masih belum menolak menggunakan plastik kresek untuk berbelanja. Menurut Mifta, perkara itu yang masih susah dipahami masyarakat. Karena, pasti muncul alasan ‘lha mau diwadahi apa kalo gak pake kresek?’.
Pemahaman anak-anak muda, kata Mifta, sementara ini, hanya sebatas “membuang sampah pada tempatnya” dan belum menyadari bahwa masih banyak barang yang digunakan adalah calon limbah yang susah di daur ulang.
“Tapi, ada juga anak muda yang pas habis makan dan trus ga nemu tempat sampah, mereka sudah sadar untuk menyimpan dulu sampahnya.” pungkas Mifta sambil mengirim emoticon tertawa.