NU didirikan para penulis. Dan di tiap zaman, selalu lahir para penulis yang mengkhidmahkan diri untuk merawat dan menjaganya.
Tak ada ormas islam Indonesia yang para muasisnya (pendirinya), mayoritas penulis. Kalaupun ada, tentu tak sebanyak Nahdlatul Ulama (NU). Baik secara jumlah penulis, ataupun jumlah karya yang bisa dibaca hingga hari ini.
Nahdlatul Ulama amat pas disebut sebagai gudang para “intelektual bersarung”. Sebab, intelektualitas sudah “menyarung” dalam tubuh; mentradisi, menyublim, dan mendarah daging sejak zaman para muasis, hingga guru-gurunya para muasis.
Nahdlatul Ulama tidak didirikan politisi. Tapi didirikan para kiai, pemikir, dan konseptor organisasi yang selalu berkontribusi pada peradaban bil-ilmi. Ini penting untuk diutarakan, agar tak disalahpahami.
Intelektualitas Nahdlatul Ulama bukan sekadar mitos. Tapi bisa dibuktikan secara empiris melalui karya para muasis. Ini bukti betapa Nahdlatul Ulama organisasi yang intelek ritual dan intelek sosial — bisa nyuwuk, bisa nggepuk berdialektika.
Jika intelektualitas berbanding lurus dengan karya tulis, NU sangat mampu membuktikannya. Sebab, mayoritas para muasis adalah Kiai yang penulis. Sosok-sosok yang memang punya peran pada peradaban dan ilmu pengetahuan.
Berikut bukti secara bil-data dan empiris, betapa para muasis dan guru-guru kita semua, mayoritas adalah para konseptor, pemikir, dan penulis yang produktif.
KH. Hasyim Asy’ari (1871-1947)
Sebagai pendiri utama sekaligus Rois Akbar NU, beliau merupakan Kiai besar yang juga menulis banyak karya secara produktif. Tercatat ada belasan lebih karya tulis beliau dalam berbagai fan ilmu, yang sampai saat ini memberi manfaat para penuntut ilmu.
Di antaranya; Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah, Muqaddimah Al Qanun Al Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama, Risalah fi Ta’kidul Akhdzi bi Mazhabil A’immatul Arba’ah, Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’ Jam’iyyah Nahdlatul Ulama, Adabul ‘alim wal Muta’alim dll.
KH. Wahab Hasbullah (1888-1971)
Mbah Wahab Hasbullah merupakan konseptor organisatoris yang menulis dengan pemikiran dan tindakan. Sejumlah karya besar beliau adalah Nahdlatul Wathan (1916), Tashwirul Afkar (1918), Nahdlatut Tujjar (1918), Komite Hijaz (1924) dan, tentu saja, Nahdlatul Ulama. Syair Yalal Wathon adalah karya besar beliau.
Mbah Wahab Hasbullah konon pernah menulis sebuah risalah tentang masjid. Sayang, sampai saat ini belum jelas keberadaan karya beliau tersebut. Namun, meski begitu, banyaknya organisasi intelektual yang beliau dirikan, sudah cukup jadi bukti betapa beliau sosok yang menulis dengan tindakan.
KH. Bisri Syansuri (1886-1980)
Mbah Bisri pernah menulis pemikiran beliau melalui sebuah karya tentang manfaat Keluarga Berencana (KB). Beliau termasuk pencetus manfaat, dalam konteks tertentu, adanya KB.
Selain perintis dan pengasuh Ponpes
Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang, beliau juga sosok yang merintis adanya pendidikan pesantren khusus untuk para perempuan di Jawa Timur.
KHR. Asnawi Kudus (1861-1959)
Mbah Asnawi tak hanya dikenal sebagai Kiai kharismatik. Namun juga penulis dengan karya yang amat banyak. Diantara karya beliau adalah; Syari’atul Islam Lit Ta’limin Nisa’ wal Ghulam (1934), Kitab Fashalatan (1954), Kitab Soal Jawab Mu’takad Seket, Syair Nasionalisme Relijius, hingga Shalawat Asnawiyah.
KH. Faqih Maskumambang (1866-1937)
Mbah Faqih Maskumambang tak hanya identik sebagai ulama yang masyhur ahli bermacam fan ilmu seperti Tafsir, Tauhid, Fiqih, Nahwu, Balaghah, Falaq, Mantiq, hingga Ushul Fiqih. Namun juga penulis yang amat produktif.
Diantara karya beliau yang terkenal adalah Al-Mandzumah al-Dailah fi Awaili Al-Asyhur Al-Qamariyah (tentang Ilmu Falaq) dan kitab gahar berjudul Al-Nushush al-Islamiyyah fi al-Radd ‘ala al-Wahhabiyyah (yang mengkritik dan menolak ideologi Wahabi).
Guru Para Muasis juga Ulama Penulis
Karya-karya besar para muasis tentu bukan tanpa dasar. Namun berdasar pada sanad genealogi keilmuan yang musalsal secara jelas. Diantara guru-guru para muasis NU, adalah ulama-ulama yang melahirkan karya tulis. Maka tak heran jika para muasis NU juga jadi figur ulama yang menulis karya.
Mulai KH. Kholil Bangkalan (1820-1925), KH. Sholeh Darat (1820-1903), Syekh Mahfudz Tremas (1868-1920), Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi (1860-1916), Syekh Nawawi al-Bantani (1813-1897), Syekh Abdurrohman Klotok Alfadangi (1776-1877), Sayyid Abu Bakar Syatha (1848-1892), hingga Sayyid Zaini Dahlan (1811-1886) yang mayoritas punya karya pemikiran dan tulisan.
Ulama Penulis di Era Para Muasis
Di era para muasis, ada banyak ulama penulis yang memiliki karya monumental. Meski tak tercatat sebagai para muasis NU Pusat, para ulama penulis ini, memiliki peran besar sebagai tokoh pilar dan muasis NU daerah. Karyanya pun punya pengaruh sepanjang masa. Diantaranya adalah:
KH. Hasyim Alfadangi (1850-1942)
Syekh Muhammad Hasyim ulama asal Padangan Bojonegoro. Beliau adalah guru dari KH. Baidlowi Lasem, sekaligus penulis kitab Tashrifan Padangan. Beliau muasis NU Padangan, konseptor NU Cepu, dan penggodok embrio NU Bojonegoro.
Figur dikenal dengan nama Mbah Hasyim Jalakan itu, memiliki sejumlah karya. Diantaranya syarah terjemah kitab Alfiyah, Imrithi, hingga Kitab Maksud. Namun, yang paling terkenal dan masih bisa dijumpai saat ini, adalah Kitab sorof Tashrifan Padangan.
Kita tahu, ada dua kitab sorof paling terkenal di kalangan ulama Nusantara. Yakni Tashrifan Padangan (karangan Mbah Hasyim Padangan) dan Tashrifan Jombang (karangan Mbah Maksum Ali Jombang).
Mbah Hasyim Jalakan adalah santri dari Sayyid Abdurrohman Stren, sementara Sayyid Abdurrohman Stren adalah santri dari Syekh Abdurrohman Alfadangi (ulama penulis yang hidup pada akhir abad 18). Tak heran jika Mbah Hasyim Jalakan juga meninggalkan banyak karya tulis.
KH. Ahmad Basyir Alfadangi (1871-1967)
Syekh Ahmad Basyir bin Abdul Qodir atau Mbah Basyir Pethak merupakan ulama asal Padangan Bojonegoro yang produktif menulis kitab. Beliau sosok yang memperkuat NU Padangan Bojonegoro, di awal pendiriannya. Mbah Basyir Pethak merupakan kakak kandung dari Syekh Sulaiman Kurdi Makkah. Selain banyak mengarang kitab, beliau juga men-syarh dan menulis ulang sejumlah kitab-kitab ulama sebelumnya.
Di antara kitab karya Syekh Ahmad Basyir adalah Kitab Khotbah, Kitab Ilmu Tauhid, Bahjatu al-Ulum (Syarah as-Samaraqandi), Al-Miftah (Syarh Ma’rifatu al-Islam Wa al-Iman), hingga Kitab Al Muqoyyad (tauhid). Beliau juga men-syarh dan menulis ulang kitab ulama terdahulu. Diantaranya; At-Ta’liq bi Sittina Mas’alah (Imam Ahmad Zahid), Kitab Hikam (Ibnu Athaillah), Ummul Barahin (Syekh Muhammad Sanusi) dan lain sebagainya.
Mbah Basyir adalah santri dari Mbah Hasyim Jalakan. Tak heran jika kelak beliau menulis banyak kitab. Lebih tak heran lagi jika beliau berkhidmah dan memperkuat NU di awal-awal pendiriannya.
KH. Maksum bin Ali Jombang (1887-1933)
Nama beliau sering kelibet dengan KH. Ali Maksum Krapyak, tapi beda orang. Mbah Maksum Jombang sosok ulama besar yang produktif menulis. Karya paling populer beliau adalah kitab sorof al-Amtsilah at-Tashrifiyyah (Tashrifan Jombang). Karya-karya beliau lainnya, adalah; Ad-Durus Al Falakiyah dan Badiatul Mutsal (keduanya kitab Falak).
KH. Ihsan Jampes (1901-1952)
Mbah Ikhsan merupakan ulama Zuhud asal Kediri, yang sangat populer di Timur Tengah, barokah kitab-kitab tulisan beliau. Mbah Ikhsan bahkan sangat diharap Sultan Mesir kala itu, untuk mengajar di Al Azhar, namun beliau tak mau karena lebih cinta pada Indonesia.
Tashrih al-Ibarat (ilmu Falak), Siraj al-Thalibin (Syarah Minhajut Thalibin), Manahij al-Amdad ( Syarah Irsyad al-Ibad Ilaa Sabili al-Rasyad), Irsyad al-Ikhwan Fi Syurbati Al-Qahwati wa al-Dukhan (membahas kopi dan rokok), merupakan karya-karya beliau.
Ulama Penulis Pasca Era Muasis
Pasca era muasis, NU masih terus dirawat para penulis yang selalu mengawal dan menjaga marwah Nahdliyin sebagai organisasi intelektual bersarung. Ada banyak deretan para penulis produktif yang cukup populer.
Diantara para penulis, ada yang bergerak dan menjaga NU melalui tulisan-tulisan dengan berpijak pada tema salaf (kitab kuning), ada pula yang berpijak pada tema umum, modern, dan humanis.
Tema Salaf
KH. Bisri Mustofa (1915-1977)
Ayah dari Gus Mus sekaligus kakek dari Gus Yahya Staquf itu, masyhur seorang kiai kharismatik, mufasir, dan penulis produktif. Sejumlah karya beliau yang terkenal diantaranya: Tafsir Al Ibriz, Terjemahan Alfiyah, Terjemah Kitab Al-Imrithi, Terjemah Al-Jurumiyah.
KH. Ali Maksum Krapyak (1915-1989)
Mbah Ali Maksum dikenal sebagai konseptor dan kaderisator yang handal. Dari tangan beliau, lahir banyak tokoh kiai progresif. Tak hanya itu, beliau juga sosok penulis yang amat sangat produktif dalam melahirkan karya. Selain sebagai tim mufasir Kemenag, beliau juga punya banyak karya tulis. Yang paling terkenal, tentu saja Hujjatul Ahlussunah wal Jamaah.
KH. Maimoen Zubair (1928-2019)
Mbah Moen kiai kharismatik yang masyhur sebagai tali simpul sanad keilmuan para ulama nusantara. Beliau masyhur sebagai sosok yang mempopulerkan prinsip Nasionalis-Religius dalam bernegara dan beragama. Selain sosok yang amat alim, beliau juga memiliki banyak karya tulis bertulis Arab Pegon.
Diantara karya beliau: Tarajim Masyayikh al-Ma’had ad-Diniyyah bi Saranj al-Qudama’, Maslak at-Tanassuk al-Makky fi al-Ittishalat bi as-Sayyid Muhammad bin Alawy al-Makky, Tsunami fi Biladina Indonesia Ahuwa ‘Adzab am Mushibah?, dan al-‘Ulama’ al-Mujaddidun.
Tema Modern
KH. Mahfudz Shiddiq (1907-1944)
Beliau adalah perintis penerbitan pertama di tubuh Nahdlatul Ulama. Beliau pemimpin media pertama, lewat Majalah Berita Nahdlatul Ulama. Beliau juga kiai pertama yang menulis buku monumental berjudul Ijtihad dan Taqlid untuk Rekonsiliasi. Beliau pula sosok yang melahirkan konsep Mabadi’ Khaira Ummah sebagai landasan bermuamalah.
KH. Abdul Wahid Hasyim (1914-1953)
Mbah Wahid Hasyim merupakan sosok pemikir dan konseptor Nahdliyyin yang cukup moderat. Pemikiran ayah Gus Dur ini, tercatat secara rapi dalam berbagai karya tulis beliau. Diantara karya tulis yang amat populer adalah: Nabi Muhammad dan Persaudaraan Manusia, Kebangkitan Dunia Islam, Islam Agama Fitrah, Latihan Lapar adalah Kebahagiaan Hidup Perdamaian, Arti dan Isi al-Fatihah, dan masih banyak lainnya.
KH. Saifuddin Zuhri (1919-1986)
Mbah Saifuddin sosok menteri yang pernah jadi Ketum PBNU di usia 35 tahun. Selain masyhur sebagai konseptor, beliau sosok pimred Duta Masyarakat (harian NU) yang juga sangat produktif menulis buku.
Sejumlah karya beliau, antara lain:
Palestina dari Zaman ke Zaman (1947), Agama Unsur Mutlak dalam National Building (1965), Guruku Orang-orang dari Pesantren (1974), Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia (1979), Unsur Politik dalam Dakwah (1982).
KH. Achmad Shiddiq (1926-1991)
Mbah Achmad Shiddiq adalah sosok penting yang memantapkan Azas Tunggal Pancasila bagi Nahdliyyin pada muktamar 27 Situbondo. Adik dari KH. Mahfudz Shiddiq ini juga seorang penulis yang amat produktif.
Banyak sekali karya tulis beliau. Baik berupa risalah, kitab, maupun kumpulan ceramah. Diantaranya: Sejarah Ringkas Aurad Dzikrul Ghofilin, Uzlah dan Mu’asyarah, Al Fikrah An-Nahdliyah, Khittah Nahdliyah, Islam Pancasila dan Ukhuwah Islamiah, hingga banyak lagi.
KH. Mahbub Djunaidi (1933-1995)
Mbah Mahbub tentu sosok yang tak bisa dipisah dari dunia tulis-menulis. Selain menulis juga menerjemah bermacam karya asing. Namanya abadi sebagai Pendekar Pena yang lihai bernyanyi dan mengirim dengung di telinga para tirani.
Sejumlah karya yang cukup populer, diantaranya: Dari Hari ke Hari, 100 Tokoh yang Berpengaruh dalam Sejarah (terjemah karangan Michael Hart), Cakar-cakar Irving (terjemah Art Buchwald), Binatangisme ( terjemah George Orwell), Asal Usul (esai), Kolom Demi Kolom (esai), hinga Pergolakan Umat Islam di Filipina Selatan (memoar).
KH. Abdurrahman Wahid (1940-2009)
Gus Dur tak hanya aset penting dalam peradaban Nahdliyyin, tapi juga sosok pemikir yang konsep pemikirannya ditulis melalui bermacam karya tulis. Sehingga banyak yang memahami dan melanjutkan kiprah pemikiran beliau.
Diantara karya Gus Dur paling terkenal, adalah: Islamku, Islam Anda, Islam Kita; Pergulatan Negara Agama dan Kebudayaan; Tuhan Tidak Perlu Dibela; Kiai Nyentrik Membela Pemerintah; Menggerakkan Tradisi Pesantren. dll.
KH. Aziz Masyhuri (1942-2017)
Selain seorang pengasuh pesantren, Mbah Aziz juga dikenal sebagai seorang arsiparis dan dokumentator Muktamar NU. Mbah Aziz juga masyhur sebagai penulis yang amat sangat produktif.
Diantara banyak karya beliau, adalah:
Menolak Wahabi, Membongkar Penyimpangan Sekte Wahabi; 99 Kiai Kharismatik Nusantara, NU dari Masa me Masa, Hukum suap dalam Islam,
1000 Tokoh Muslim Dunia, dan masih banyak yang lainnya.
KH. Agus Sunyoto (1959-2021)
Mbah Agus Sunyoto merupakan sosok akademisi ilahiah sekaligus santri ilmiah yang pernah dimiliki NU. Beliau sosok peneliti yang karya-karyanya mampu membuktikan secara ilmiah, sesuatu yang sebelumnya dikenal sebagai mitos belaka. Diantara karya beliau, paling terkenal adalah: Atlas Wali Songo, Gajah Mada, Resolusi Jihad, Suluk Abdul Jalil, dan masih banyak lainnya.
Daftar di atas adalah penulis-penulis besar NU yang cukup populer, dan karyanya masih bisa dengan mudah kita baca hari ini. Tentu masih sangat banyak penulis-penulis NU lain yang belum disebut. Namun setidaknya, kita harus tahu bahwa NU didirikan para penulis. Dan di tiap zaman, selalu melahirkan para penulis yang mengkhidmahkan diri untuk menjaga dan merawatnya.