Tuhan menciptakan makhluk hidup bernama orang lain sebagai cermin tempat kita ngilonan dan belajar untuk menjadi manusia yang lebih bijaksana.
Tahu nggak sih, lisan itu tajamnya melebihi pisau? Kadang perkataan bisa menyakiti hati orang lain. Dan rasa sakitnya berlapis-lapis seperti wafer Tango: berapa lapis? Ratusan.
Aku cemburu pada mereka yang banyak diam. Tapi saat bicara lisannya nyenengke hati. Itu pastinya orang yang lebih nyenengin dibanding mereka yang ngemeng terus kek radio.
Orang lain itu hanya bisa melihat dan nyangkem tapi tak pernah tahu seberapa kuat kita menahan semuanya. Menahan rasa tidak sabar, menahan rasa sakit, menahan rasa sedih, menahan rasa ngantuk dan menahan rasa cinta. Eh
Saat orang lain, entah bercanda atau tidak, telah menyakiti perasaan kita, anggap saja itu sebuah pujian. Pujian untuk introspeksi diri. Ya, meskipun sakitnya melebihi diputus pas lagi sayang-sayangnya gitu.
Orang lain tak tahu niat dan apa yang kita lakukan. Mereka tak mengalami apa yang berusaha kita dapatkan, yang berusaha kita tinggalkan, dan apa yang tiap malam kita panjatkan. Jadi, nggak tahu sulitnya berada di posisi kita.
Saya berpikir, Tuhan menciptakan makhluk bernama orang lain sebagai cermin. Tempat kita belajar untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu. Saat orang lain bersikap buruk, tentu kita belajar untuk tak melakukannya. Sedang saat orang lain berbuat baik dan bermanfaat, kita harus mencontohnya. Sesederhana itu kan ya.
Tuhan menciptakan makhluk hidup bernama orang lain sebagai cermin tempat kita ngilonan dan belajar untuk menjadi manusia yang lebih bijaksana. Bukan menjadi manusia yang separuh siluman atau benda mati.
Karena itu, sesuai konsep cermin di atas, jika tak bisa mengendalikan bibir mereka agar tak menyakiti perasaan orang lain, maka kita saja yang mengalah. Ngalah dari orang yang salah, meski hati resah dan gundah. Hah. Hah. Hah. Maem sambel pedes ~
Nabs, orang yang kuat bukan dia yang mampu menahan rasa sakit. Tapi yang mampu mengatasi rasa sakit itu menjadi rasa, ehem, cintaa. Apaan sih Amel ini. Hmm
Sebab kadang, ucapan itu seperti obat. Jika dosisnya sesuai dan pas, bisa menyembuhkan dan mengobati. Tapi jika kebanyakan dan berlebihan, bisa membunuh dan membikin mati. Karena itu, jangan banyak nyangkem kalau nggak paham urusannya.
Amelia Sahrotul Firdaus adalah mahasiswa pemikir yang suka masak sambil mikirin si dia.