Manusia pada hakikatnya bersifat hanif, yakni menuju pada kebenaran. Jika kita tidak pernah ragu, kita tidak akan berjalan untuk mencari, dan mungkin selamanya tidak akan menemukan apapun.
Dalam bukunya yang berjudul ‘The Assault On Reason’, Al Gore, Politikus Amerika Serikat yang pernah menjabat sebagai wakil presiden ke-45, membuka buku tersebut dengan sebuah kalimat yang mustahil saya lupakan. “Fear is the most powerful enemy of reason.” Iya, betul, ketakutan adalah musuh akal yang paling kuat.
Al Gore bahkan mengutip kata-kata dari Edmund Burke untuk menguatkan argumennya. “No passion so effectually robs the mind of all its power of acting and reasoning as fear.” Kalimat tersebut ditulis oleh Edmund Burke 25 tahun sebelum terjadi revolusi Amerika.
Nabs, perlu diketahui bahwa begitu kuatnya rasa takut, yang bahkan mengalahkan kuatnya gairah untuk memaksa dan mengarahkan manusia. Tidak perlu mengikuti lebih jauh pembahasan Al Gore mengenai politik ketakutan. Rasa takut ada di sekitar kita, dan dihadapi setiap hari oleh sebagian besar dari kita.
Takaran dari rasa takut setiap orang berbeda, begitu juga dengan sebab ketakutan itu sendiri. Sering kali kita menjadi hilang akal dibuat oleh rasa takut dan mengabaikan hal-hal rasional. Reason may sometimes dissipate fear, but fear frequently shuts down reason. Ketakutan seringkali mematikan nalar.
Apa ketakutan terbesar manusia? Sebuah situs online finansialku.com memetakan ketakutan terbesar manusia menjadi 6; sakit, mati, gagal, miskin, kritik, dan hilangnya cinta. Ada lagi yang luput disebutkan dalam artikel di situs tersebut, yakni keyakinan.
Diakui atau tidak, banyak dari kita yang tunduk pada agama. Bukan karena keyakinan yang mantap, melainkan karena rasa takut berlebih akan dosa dan neraka. Dan perasaan takut itulah yang menghambat kita untuk berhenti mencari kebenaran. Ketakutan akan hilangnya iman dari dalam diri.
Apakah keimanan itu? Keyakinan. Dan masihkah kepatuhan yang dilandasi ketakutan itu dapat dikatakan sebagai iman?
Atau begini, bisakah orang memelihara keimanan dengan rasa takut? Lantas, coba kita periksa keimanan kita, apakah itu keyakinan akan Tuhan, atau keyakinan akan rasa takut itu sendiri? Ketakutan akan dosa dan juga neraka.
Nabsky, saya percaya pada Tuhan yang menciptakan saya. Itu sebabnya membebaskan pikiran dan menggunakan sebaik-baiknya akal sehat adalah bentuk syukur paling tinggi atas diberikannya nalar kepada umat manusia.
Berpikir diawali dengan keraguan dan pertanyaan, ini yang melandasi filsafat, philosophy, philos dan sophos. Cinta akan kebijaksanaan atau kebenaran. Berfilsafat itu berpikir secara mendasar, mengakar, dan meragukan segala hal untuk kemudian mencari jawaban atas segala hal yang diragukan. Bahwa konsekuensi dari bertanya adalah mencari jawaban. Dari sana kita akan dituntun menuju kebenaran.
Bukankah manusia hakikatnya bersifat hanif? Yakni menuju pada kebenaran. Jika kita tidak pernah ragu, kita tidak akan berjalan untuk mencari, dan mungkin selamanya tidak akan menemukan apapun.
Untuk itu, Nabs, jangan takut untuk berpikir dan mempertanyakan segala hal. Tidak ada ceritanya agama melarang kita untuk berfilsafat. Tidak ada ceritanya agama melarang kita untuk berpikir dan mendebat ritus lampau. Jika nanti kita melangkah ke arah yang salah, maka sisi lain akan terbuka untuk kita menemukan pelajaran baru, kebenaran yang lain.
Jangan berhenti mencari, karena hidup adalah kesinambungan tanya yang mendorong kita untuk belajar sepanjang hayat.