Dengan dada yang jembar dan detak jantung yang wajar, kita bisa menyatakan cinta menyerang siapapun dengan cara yang elegan.
“Di tempat ini, kau harus memilih satu dari tiga hal; pintar, ganteng lalu playboy, atau nakal,” kata kakak keponakanmu suatu hari, “jika kau tak memilih satu di antaranya, kau hanya akan menyia-nyiakan waktu selama tiga tahun.”
Kalimat itu diucapkan saat pertamakali kau menggunakan seragam biru putih. Entah dengan kebodohan macam apa, kau memilih kategori ketiga. Yang artinya, kau membunuh kans kategori pertama dan kedua.
Seminggu berseragam sekolah, kau sudah membikin perkara dengan mengejek seorang staf pengajar yang sedang melintas di depan kelas. Dan untuk pertamakalinya, pipimu menerima ucapan cinta berbentuk tamparan keras.
“Ini tamparan pertama saya di tahun ajaran baru,” kata guru itu di depan ratusan siswa lainnya, sekaligus menandai sebuah momen yang membikin namamu identik dengan Perompak Bangku Belakang.
Sebuah nama subgeng kelas yang sesungguhnya terlalu banyak kekonyolannya dibanding kekejamannya. Kau terpaksa membikinnya untuk iseng agar merasa betah bersekolah.
Kau cuma tak ingin membuat orang tuamu bersedih hanya karena kau, lagi-lagi, tak betah bersekolah. Mengingat, ini lembaga pendidikan ketiga yang sempat kau masuki.
Tak jarang, keisenganmu menuai perkara serius. Kau pernah dikejar preman hanya karena salah seorang kawanmu tak sengaja menendang kaleng minuman dan mengenai kepala seorang preman yang sedang kalah berjudi.
Meski sempat dibumbui tindak-tanduk indisipliner, masa biru-putihmu berakhir dengan amat wajar. Layaknya anak-anak remaja seusiamu, kau mengikuti tes dan lulus dan bingung melanjutkan ke petualangan yang lebih mendebarkan.
Satu hal yang selalu kau catat. Hampir di tiap episode ruang dan waktu, kau selalu dipertemukan dengan teman-teman yang punya karakter mirip: mereka yang sering iseng terhadap hidup.
Di episode berikutnya, kau bertemu Blacky. Seorang kawan yang unik. Kalian berdua sering menghelat kegiatan sia-sia namun tak membosankan. Beberapakali terlibat perkelahian dan berulangkali membolos bersamaan.
Blacky adalah kawan yang sangat passionate untuk urusan membolos dan rajin menyulut perkelahian. Tanpanya, mungkin hidupmu amat polos seperti kertas kuitansi yang tak pernah sekalipun mendapat orderan.
Pernah suatu kali — saat menunggu bus umum– kalian berdua iseng mengagetkan seorang pria muda berkumis tipis yang sedang asyik merokok, lalu meminjam korek untuk menyulut sebatang rokok eceran. Waktu itu, kalian baru menginjak kelas satu.
Kalian berdua tak tahu jika pria berkumis itu adalah guru baru di sekolah kalian. Keesokan harinya, saat bertemu di sekolah, kalian berdua langsung direkomendasikan untuk menjadi pengurus OSIS.
Sebagai siswa yang mondok di pesantren, hampir setiap hari Blacky tidur di kelas dan kalian berdua pernah mempelajari teknik tertidur tapi tetap paham pelajaran dengan cara merendam buku, lalu meminum airnya. Sial, cara itu membuat kalian berdua dikunci di kelas karena hingga pelajaran selesai, kalian masih tertidur.
Bagimu, Blacky serupa Necessary Evil. Darinya, kau kemudian tahu siapa yang wajib diberi pelajaran dan diajak berkelahi. Yakni, siswa SMA yang suka menggoda perempuan. Kepada mereka, kau ingin mengutip ucapan Subcomandante Marcos: “We are sorry for the inconvenience, but fuck you.”
Bersama Blacky, kau menyepakati sebuah prinsip hidup yang berbunyi: Dengan dada yang jembar dan detak jantung yang wajar, kita bisa menyatakan cinta menyerang siapapun dengan cara yang elegan.
Terlepas betapa banyak hari-hari yang kalian berdua lewati dengan membolos, akhirnya kalian tetap lulus dan melanjutkan hidup sebagai lelaki yang tetap penurut pada orang tua, terutama ibu. Kalian berdua memang tak pernah takut pada siapapun kecuali ibu dan…. suara adzan.
Kalian pernah menertawakan sebuah sinopsis cerita berjudul Great Teacher Onizuka (GTO). Kau menduga, Blacky pasti menertawakanmu jika kelak, dia mengetahui bahwa dalam sebuah episode hidup, kau sempat menjadi seorang guru.