Keterpaduan gerakan dalam pencak silat tampak rapi, teratur, dan berpola sehingga tampak logis-rasionil.
Bekal akal pikiran yang dimiliki oleh manusia memungkinkannya untuk mencipta. Perbuatan mencipta oleh manusia didorong keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidupnya. Interaksi antara kebutuhan dan perbuatan mencipta melahirkan perbaikan, kemajuan, dan keunggulan. Hasil akhir dari perbuatan mencipta adalah lahirnya kebudayaan.
Keluhuran, keadaban, kebaikan, dan keunggulan menjadi atribut utama kebudayaan. Kebudayaan, menurut Ashley Montagu, adalah cerminan dari tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Pencak silat merupakan salah satu produk kebudayaan.
Semaraknya pencak silat di kalangan pemuda diapresiasi secara positif oleh Bung Hatta. Perkembangan pencak silat menjadi salah satu tanda perhatian yang lebih terhadap kebudayaan nasional.
Dengan kata lain, kebudayaan nasional memiliki taraf yang tidak kalah dengan kebudayaan lain. “Kesadaran nasional membawa penghargaan jang lain kepada pentjak silat,” ujar Bung Hatta dalam tulisannya berjudul Pentjak Silat (1952).
“Ia dipandang sebagai salah satu tjorak kebudajaan nasional. Semangkin giat bangsa kita mentjari kebesaran nasional pada kebudajaan sendiri, semangkin giat pula orang mempeladjari kembali pentjak dan silat.”
Keunggulan pencak silat terletak pada gerakannya yang menggabungkan unsur seni permainan dengan olahraga ketangkasan. Seni permainan dari pencak saling mengisi dan menggenapi dengan segi ketangkasan yang dihasilkan dari silat. Keindahan langkah dan gerak dalam pencak silat berpadu dengan ketangkasan dan kesigapan dalam melakukan serta menghadapi serangan.
Keterpaduan gerakan dalam pencak silat tampak rapi, teratur, dan berpola sehingga tampak logis-rasionil. “Pentjak pada umumnja adalah permainan, tari, jang berdasar kepada kesigapan…. Silat adalah kepandaian mendjaga diri dari serangan jang tak dapat ditentukan. Sigap dan tangkas adalah dasarnja,” ungkap Bung Hatta. Oleh karena itu orang tidak dapat mempelajari pencak silat dengan serampangan.
Aspek keteraturan, ketidakserampangan, dan kedisiplinan yang lahir dari kegitan pencak silat menandakan bahwa aktivitas ini memiliki nilai-nilai lebih dari sekadar olahraga fisik. Nilai-nilai yang melekat dalam kegiatan pencak silat hanya akan lahir dari proses didikan dan latihan yang terus-menerus. Didikan dalam pencak silat mengarahkan pada didikan jasmani dan rohani; raga dan rasa; fisik dan psikis.
Oleh karena itu, pencak silat memiliki peran strategis dalam mendidik karakter manusia. “Pentjak dan silat besar sekali pengaruhnja atas pembentukan budi pekerti…. Adat, adab dan sopan adalah dasar pendidikan pentjak dan silat.”
Pencak silat mengikat tiga sifat ini sekaligus: berani, percaya diri, dan sabar. Ketiga sifat ini tidak dapat berdiri sendiri bagi siapa saja yang belajar pencak silat. Ketiga sifat ini saling melengkapi dan harus diinsafi secara bersamaan. Penguasaan bela diri yang dilahirkan dari latihan pencak silat akan memunculkan sifat berani dalam diri.
Sifat berani ini akan hanya ditampakkan pada tempat dan kondisi yang sesuai, tidak di sembarang situasi dan tempat. Sikap berani yang pada tempanya itu lahir dari rasa percaya diri yang unggul.
Kepercayaan diri yang tumbuh dalam diri akan menuntun orang itu untuk tidak menyombongkan kemampuan silatnya agar mendapat pengakuan. Bagi orang yang percaya diri dengan kemampuannya, pengakuan orang lain bukanlah perkara yang perlu diburu. Prinsip ini mengantarkan kepada ajaran bahwa pengakuan akan datang dengan sendirinya, sebagai pengakuan tulus orang kepada diri.
Bukan pengakuan yang lahir karena dicari-cari. Orang yang demikian bagaikan peribahasa Eduard Douwes Dekker: tak terdengar padi bertumbuh. Padi, diterpa angin dan terik panas, terus bertumbuh besar dan mendapat pengakuan dari manusia yang diberinya manfaat.
Gambaran di atas, tentu mensyaratkan sabar sebagai prinsip utamanya. Memiliki keberanian sekaligus percaya diri tidaklah lahir dari proses didikan yang sekali jadi, namun memerlukan tempaan dan latihan terus-menerus yang melelahkan.
Kesabaran adalah kuncinya. Didikan pencak silat memperoleh keunggulan utamanya dalam tiga karakter: berani, percaya diri, dan sabar. “Sungguhpun begitu ternjata selalu, bahwa orang yang pandai pentjak dan silat,” ujar Bung Hatta, “djarang memperlihatkan kepandaiannja itu kalau tidak pada tempatnja. Ia pertjaja pada dirinja sendiri, dan karena itu tak perlu baginja menundjukkan keberanian. Pada umumnja ia sabar. Tjara mempeladjarinja menurut adat lama mendidik orang berpaham.”