Belakangan ini banyak beredar meme mengenai perampasan kosmetik di sekolah. Ada yang bersepakat, ada juga yang menolak, bahkan menangis. Yaaa tolong, itu kosmetik dibeli dengan tabungan selama sebulan tak jajan. Gimana nggak bikin nangysss?
Nabsky, pagi ini saya baru saja sampai di tempat kerja dan mengambil secangkir air putih, lalu duduk di kursi saya sembari meminumnya. Sambil minum saya buka beranda facebook dan membaca sebuah tulisan berjudul “Bibir Merah Pelajar Kita” disertai dengan ilustrasi gambar yang mengkampanyekan untuk tidak menggunakan kosmetik. Saya hampir tersedak air putih yang saya minum tadi. Hanya air putih.
“Apakah ada tindakan sekolah dengan fenomena ini. Sekadar melarang, memerazia kosmetik di tas sekolah atau melakukan pembinaan khusus. Tapi yang jelas semakin hari semakin ramai saja para siswi tampil dengan bibir merah dengan dalih pelembab dan melindungi bibir agar tak kering.” Tulis akun bernama Andi Yustika Mikraj pada 15 Agustus 2019, dan baru pagi ini saya baca.
Hal yang terlintas di kepala saya pertama kali adalah, “kenapa harus dilarang?” Saya sejujurnya tidak paham sama sekali mengapa siswa harus dilarang berdandan atau membawa kosmetik dan dituliskan bahwa fenomena tersebut merupkan indikasi bahwa pembentukan karakter siswa belum maksimal. Kenapa? Apa hubungannya?
Jika kosmetik memang sebahaya itu bagi pendidikan atau bagi kelangsungan proses belajar-mengajar, apakah tindakan merampas dan menghancurkan kosmetik akan membuat dampak? Apakah dengan merampas kosmetik di tas mereka akan membuat mereka berhenti membeli kosmetik?
Apakah dengan tidak membeli kosmetik akan membuat mereka membeli buku? Apakah dengan berdandan akan membuat mereka tidak belajar?
Mengapa kita seringkali gegabah untuk mengambil tindakan represi daripada memikirkan upaya preventif dan bertanya ‘mengapa?’
Duduk dulu, tarik nafas dalam-dalam, dan tenangkan diri. Coba kita geser kursi menghadap sisi lain untuk mendapatkan pemandangan yang lain dan mulai berpikir, bertanya pada diri sendiri ‘mengapa?’. Jika yang jadi masalah adalah siswa lebih memilih untuk membeli kosmetik daripada buku, coba kita pikirkan mengapa.
Adakah yang salah dengan buku? Apa yang tidak menarik dari buku? Bagaimana mengakrabkan mereka dengan buku? Apa yang sudah kita lakukan untuk mengakrabkan mereka dengan buku? Dan apa yang menjadi daya tarik kosmetik sehingga lebih diminati oleh siswa-siswi?
Ini PR bagi kita semua yang menginginkan siswa menjadi lebih akrab dengan buku. Bukan hanya guru di sekolah, tapi orang tua di rumah, pegiat literasi, dan tentu saja pemerintah.
Sangat perlu dipahami bahwa yang ingin dan sedang dilakukan adalah perubahan cara berpikir. Sehingga yang dilakukan bukan hanya untuk hari ini dan besok atau satu bulan kemudian.
Tapi menjadi budaya dan kebiasaan yang akan terus dilakukan. Sehingga di masa depan, mereka akan disibukkan dengan hasrat untuk mencari tahu dan belajar, khususnya dari buku. Keinginan itu akan timbul dari dalam diri mereka sendiri, dan bukan dari paksaan atau ketakutan akan hukuman. Mereka akan belajar dengan kesadaran dan kebebasan yang penuh.
Yang perlu dilakukan bukan menghancurkan kosmetik, tapi bagaimana mengangkat daya tarik buku dan budaya belajar serta mencari tahu. Susah? Kita semua belajar bahwa setiap hal besar tidak terjadi begitu saja, dan itu juga yang harus kita pahami untuk diri sendiri.
“Ada proses panjang yang harus dilalui untuk mencapai perubahan yang berarti”. Bukankah itu yang sering kita bicarakan di depan siswa-siswi, anak-anak, dan juga adik-adik kita?
Terakhir, saya ingin kita kembali sadar bahwa siswa-siswi, anak-anak, dan adik-adik itu belajar dari mencontoh. Jika kalian ingin siswa-siswi itu mengerti bahwa merokok itu tidak baik, maka jangan ada guru yang merokok di sekolah, jangan ada orangtua yang merokok di rumah, jangan ada pejabat yang merokok di lingkungan pemerintahan.
Sama halnya dengan kosmetik. Jika kita ingin menanamkan kepada siswa-siswi bahwa kosmetik itu tidak penting, maka jangan ada guru ataupun orangtua yang menggunakan kosmetik. Karena mereka belajar dari meniru yang sudah ada.