Wisata menjadi trend liburan bagi generasi milenial. Dan generasi milenial, adalah amunisi paling tepat untuk melakukan branding.
Saat ini, arus informasi begitu cepat. Hampir semua orang mampu mengakses informasi melalu gadget yang mereka miliki. Tanpa mencari pun, berbagai informasi dapat diakses melalui media sosial.
Sebelum memasuki era digital, arus informasi belum secepat ini. Penyebaran berita masih menyebar melalui mulut ke mulut. Adanya media sosial, informasi menyebar begitu cepat. Cukup dengan klik “share” di medsos, semua teman bisa melihat.
Hal ini tentu saja menjadi cara baru dalam mempromosikan wisata. Misalnya di Bojonegoro. Sebelumnya, wisata di Bojonegoro tidak banyak dikunjungi. Banyak beberapa fasilitas yang sempat terbengkalai.
Berbeda dengan saat ini. Wisata Bojonegoro sudah berkembang. Selain adanya perbaikan fasilitas, sarana dan prasarana pun menjadi lebih baik. Tak cukup sampai di situ. Banyak lokasi potensi di Bojonegoro yang disulap menjadi destinasi wisata yang indah.
“Wisata Bojonegoro sudah tidak seperti yang dulu,” kata Amir Sahid, Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Bojonegoro.
Membicarakan destinasi wisata tidak berhenti pada iklan dan promosi saja. Meningkatnya kunjungan wisata tidak bisa terlepas dengan branding suatu kota. Misalnya membangun wisata Bojonegoro. Pembangunan obyek wisata Bojonegoro tidak terlepas dengan brand Bojonegoro sebagai kota produktif.
“Berbicara branding, terdapat mekanisme terencana dan kebersamaan atau sinergitas,” kata Kepala Dinas Komunikasi dan informasi Bojonegoro, Kusnandaka.
Sebenarnya, peran media sosial begitu penting. Terlebih media ini sangat akrab bagi generasi milenial. Tanpa disadari, kekuatan media sosial mampu menunjukkan informasi kecil yang kurang diperhatikan. MIsalnya destinasi wisata.
Kegiatan rekreasi tidak harus dilakukan di tempat wisata. Namun, tempat tersebut mungkin akan menjadi tempat wisata populer. Adanya foto menarik dari sebuah aktivitas rekreasi akan menimbulkan rasa penasaran bagi orang lain. Rasa penasaran akan berdampak bertambahnya pengunjung ke tempat tersebut.
“Branding pada masa kini memang tidak terasa, tapi bisa saja 100 tahun lagi paling dicari,” ucap Kusnandaka.
Seorang warga Bojonegoro asal Mojoranu, Nistiar Dwi Kusuma Amanda Putri beberapa kali berwisata. Entah bersama teman atau keluarga. Beberapa tepat yang dia kunjungi biasanya atas rekomendasi teman. Atau melihat dari feed instagram teman yang tampak menarik.
“Wisata ya harus foto-foto trus dimasukin instagram. Tapi kadang ya dihapus lagi,” katanya.
Selain itu, warga Bojonegoro asal Sumberejo, Inneke Dwi Kusuma Ningrum juga sering berwisata. Terlebih lagi soal kuliner. Bahkan, di luar kota pun akan dia jajaki. Beberapa alasannya, wisata kuliner memang cukup menggiurkan. Kenikmatannya bisa dirasakan secara langsung.
“Kalau keluar kota biasanya ke pantai. Kalau ga ke pantai ya paling kulineran,” katanya.
Inneke mengaku bahwa dia sering diajak temannya berwisata. Namun, tak jarang pula dia aktif mengajak teman. Itu karena dia sering bermain medsos dan melihat foto-foto menarik teman yang berwisata. Dia pun ingin turut mencobanya.
Hal ini membuktikan bahwa medsos mampu mempromosikan sebuah tempat wisata. Secara sadar atau tidak, para generasi milenial ini aktif memperkenalkan berbagai tempat wisata yang indah. Berbagai tempat wisata tersebut dengan sendirinya akan terbranding bagi suatu kota.
Oleh karena itu, peran generasi milenial sangat mempengaruhi branding tempat wisata. Keaktifan mereka dalam menggunakan medsos membawa arus informasi yang begitu cepat.
“Dulu Pak Karno terkenal dengan Mulutmu adalah Harimaumu, tapi sekarang muncul Jarimu adalah Harimaumu,” ucap Kusnandaka.