Sadarkah bahwa standard cantik selama ini dibentuk industri? Buktinya, banyak obat kecantikan bertebaran di media sosial. Itu bisa kamu temukan di kolom komentar akun seleb.
Seorang perempuan rela sakit demi terlihat cantik. Misalnya melakukan diet yang menyiksa. Bahkan, sejumlah operasi perbaikan bentuk tubuh juga dilakukan. Selain sakit, cantik itu mahal juga.
Paling sederhana, penggunaan dress ketat agar terlihat langsing. Belum lagi, penggunaan heels yang beresiko terhadap kesehatan. Membayangkan saja sudah membuat tulang ngilu.
Sadarkah bahwa standard cantik selama ini dibentuk industri? Buktinya, banyak obat kecantikan bertebaran di media sosial. Itu bisa kamu temukan di kolom komentar akun seleb.
Namun, berbeda dengan seorang selebriti bernama Tara Basro. Unggahan foto di akun instagram sempat menuai kontroversi. Tepatnya, 3 Maret lalu. Padahal, unggahan itu merupakan kampanye self-love.
https://www.instagram.com/p/B9RiWERHeup/?igshid=820h0nzl4qni
Tara Basro mengajak perempuan untuk bersyukur. Terutama melihat apa yang dimiliki. Misalnya kondisi fisik. Tentu secara positif dong. Lama-kelamaan, kebiasaan positif tersebut akan menular.
Self-love akan membuat seseorang mencintai diri sendiri. Itu membuat semakin percaya diri. Tidak perlu minder dengan tubuhnya. Itu kunci penting dalam kebahagiaan. Merasa bahwa setiap perempuan itu cantik.
Standar kecantikan itu dinamis. Berubah setiap zaman dan peradaban. Lalu, untuk apa berusaha keras mengikutinya? Memang bukan hal yang dilarang. Tapi untuk apa jika itu menggugurkan kebahagiaan?
Pada zaman Yunani Kuno, standar cantik justru anti-skinny. Itu terjadi sekitar 500-300 tahun sebelum Masehi. Perempuan cantik ialah mereka yang tubuhnya berisi atau montok. Semakin montok, semakin cantik.
Saat itu, malahan fisik laki-laki yang dituntut sempurna. Ketampanan dihadapkan pada standar publik. Misalnya bertubuh kekar dan atletis.
Pada masa Renaissance Italia, standar kecantikan berubah. Itu terjadi sekitar tahun 1400-1700 Masehi. Cantik bukan lagi mereka yang montok, melainkan mereka yang gemuk. Benar-benar gemuk.
Selain itu, perempuan memiliki tambahan syarat untuk dianggap cantik. Seorang perempuan harus memiliki kulit terang. Untuk era sekarang, tentu ini sangat rasial.
Berbeda lagi saat era pemimpin Inggris, Ratu Victoria. Perempuan gemuk dan montok masih menjadi standar publik. Meski begitu, korset digunakan untuk merampingkan pinggang.
Namun, selain itu perempuan juga harus cerdas dan berwawasan luas. Kedua syarat tersebut harus dipenuhi untuk dianggap cantik. Perempuan gemuk dan cerdas plaing diidamkan.
Standar perempuan cantik akan selalu berubah. Tergantung zaman dan era. Makin celaka jika standar kecantikan dibentuk industri. Tujuannya tentu saja keuntungan.
Berusaha cantik itu boleh saja. Malah semakin bagus untuk diri sendiri. Namun, jangan sampai kebahagiaan kamu terenggut. Sehingga kamu lupa menikmati apa yang kamu miliki.
Ibarat kata, standar kecantikan bisa menjadi penjara. Ruang berterali yang mengurung pemikiran. Kamu tidak akan merasa bebas, termasuk dalam berekspresi. Berharap melangkah dan berkembang, tapi takut tidak sesuai dengan standar publik.
“Anda harus tahu kalau pikiran anda sedang terpenjara. Penjara itu adalah segala pemikiran yang berasal dari luar diri Anda,” kata Sabrang Mowo Damar Panuluh.
Misalnya, standar kecantikan yang dibuat industri. Perempuan harus berkulit putih, berpostur tinggi, hidung mancung, kelopak mata lebar, bibir tipis dan masih banyak lagi. Semua itu harus ada agar dianggap cantik.
Lalu, bagaimana dengan yang memiliki fisik secara berbeda? Misal hidung pesek, kulit gelap, postur pendek, mata sipit dan segala macam perbedaan fisik lain. Lha itu kan memang berkah dari tuhan sejak lahir. Toh kamu tidak bisa memilih.
Perlu kamu ketahui, cantik itu tidak berada secara fisik. Entah di paras atau bagian tubuh lain. Cantik itu sesuatu yang ghaib. Mudahnya, cantik itu subjektif. Berdasar setiap individu.
“Cantik atau tampan itu tidak ada di parasmu, wajahmu atau tubuhmu. Tidak ada secara fisik. Cantik atau tampan itu ada di dalam cintamu kepada orang itu,” ucap Emha Ainun Nadjib.
Cantik itu bukan yang dibentuk karena standarisasi. Cantik itu terletak di dalam rasa cinta. Selama kamu memandang dengan cinta, sesuatu akan tampak cantik nan indah. Tidak perduli dengan standar yang dibentuk.
Cinta bisa muncul kapan, di mana dan kepada siapa saja. Selama ada cinta, di situ letak kecantikan atau ketampanan. Tidak ada yang berhak menghakimi. Namanya juga cinta, tidak pernah salah.
Jadi, untuk tampil cantik, seseorang harus percaya diri. Bersyukur dengan menerima diri secara baik dan positif. Itu kuncinya.
Setiap orang berhak merasakan bahagia atas apa yang dimiliki. Berusaha semaksimal mungkin itu harus, tapi jangan sampai kehilangan percaya diri.