Persibo sebagai tim kebanggaan Kota Bojonegoro, punya hubungan kuat dengan Brahmana Bengawan, para pengendali Pesisir dan Pegunungan.
Nama kuno Bojonegoro adalah Tlatah Jipang. Sebuah wilayah identik jalur Bengawan. Teritorialnya membentang dari Jipang Hulu (Margomulyo) sampai Jipang Hilir (Baureno). Secara ilmiah, sejak berzaman-zaman, wilayah ini dikenal kebesarannya karena mampu menguasai ritme Jalur Bengawan.
Bojonegoro dan sekitarnya, masyhur dihuni para Brahmana Bengawan. Jika diibaratkan, Bengawan Bojonegoro adalah Naga Pulau Jawa. Tubuhnya meliuk-liuk melintasi Pegunungan Kendeng Utara, membawa anugerah sekaligus bencana. Sebagai pawang Naga, para Brahmana Bengawan berupaya meminimalisir bencana dan memaksimalkan anugerah yang dibawa Sang Naga tersebut.

Kebesaran Brahmana Bengawan diakui sejak lama. Kebesaran ini bukan sekadar dongeng. Tapi tercatat secara empiris dan ilmiah. Kebesaran Brahmana Bengawan tidak dimulai sejak dongeng Angling Dharma, tapi jauh sejak mbah-mbahnya Angling Dharma pun, secara empiris dan ilmiah, para Brahmana Bengawan sudah masyhur akan kebesarannya.
Raja-raja Pulau Jawa menghormati Brahmana Bengawan
Raja Airlangga (990 – 1049 M), adalah leluhur Raja Jayabaya. Sementara Raja Jayabaya konon adalah leluhur Angling Dharma. Wajib diketahui, Raja Airlangga sangat hormat pada para Brahmana Bengawan. Sikap hormat Raja Airlangga ini, diabadikan secara ilmiah dan empiris, ke dalam Prasasti Pucangan (1041 M).
Raja Airlangga sebagai leluhur Angling Dharma, bahkan mengakui para Brahmana Bengawan sebagai figur pengendali pralaya (bencana). Brahmana Bengawan adalah penengah sekaligus pengendali dominasi Kerajaan Sriwijaya (penguasa pesisir utara) dan Kerajaan Medang Kuno (penguasa gunung selatan). Berkat para Brahmana Bengawan inilah, stabilitas keamanan Pulau Jawa bisa terkendalikan.
Zaman berikutnya, Raja Ken Arok (1182 – 1227 M), juga menaruh hormat pada Brahmana Bengawan. Wajib diketahui, Raja Ken Arok adalah pendiri Singashari dan leluhur semua Raja-raja Majapahit. Raja Ken Arok menghormati Brahmana Bengawan karena telah membantunya dalam menyatukan Kerajaan Jenggala (penguasa pesisir utara) dan Kerajaan Panjalu (penguasa pegunungan selatan).
Atas bantuan para Brahmana Bengawan, Raja Ken Arok mampu mendirikan Kerajaan Singashari. Sikap hormat Raja Ken Arok ini bukan sekadar dongeng, tapi dicatat secara ilmiah melalui gurat prasasti dan tinta Negarakretagama. Bahwa Raja Ken Arok mampu menyatukan Pulau Jawa, berkat kontribusi Brahmana Bengawan.
Raja Wisnuwardhana (w.1270 M) juga melanjutkan penghormatan pada para Brahmana Bengawan. Untuk diketahui, Raja Wisnuwardhana adalah penguasa Singashari dan penerus Raja Ken Arok. Raja Wisnuwardhana menulis Prasasti Maribong (1248 M), sebagai rasa terimakasih pada para Brahmana Bengawan.
Dalam Prasasti Maribong (1248 M), Raja Wisnuwardhana memberi hadiah tanah perdikan pada para Brahmana Bengawan, karena telah membantu para leluhurnya dalam mendirikan Singashari. Raja Wisnuwardhana juga menetapkan Merbong (Bojonegoro) sebagai tanah istimewa, tanah Para Brahmana.
Pada Masa Keemasan Majapahit, Raja Hayam Wuruk juga menulis Prasasti Canggu (1358 M). Raja Hayam Wuruk adalah keturunan Raja Wisnuwardhana. Dalam prasasti itu, Raja Hayam Wuruk membuat 18 titik Naditirapradeca (pelabuhan sungai) di sepanjang Jipang (Bojonegoro), yang membentang dari Jipang Hulu (Margomulyo) sampai Jipang Hilir (Baureno).
Secara ilmiah, kebesaran Brahmana Bengawan dihormati oleh semua raja di Pulau Jawa. Mulai Raja Airlangga, Raja Ken Arok, Raja Wisnuwardhana, hingga Raja Hayam Wuruk, semua hormat pada Brahmana Bengawan dari Jipang (Bojonegoro). Sikap hormat para raja ini, dibuktikan melalui gurat prasasti.
Brahmana Bengawan di era Islam
Brahmana bermakna kasta orang-orang bijaksana. Ia tak hanya identik Hindu Budha, tapi juga Islam. Gus Dur menyebut, Islam bisa masuk Pulau Jawa dengan damai, karena peran Brahmana Islam (Para Waliyullah). Di Bojonegoro, Syekh Jimatdil Kubro dan Sunan Ngudung adalah di antara kaum Brahmana Islam yang berdakwah di bantaran Bengawan.
Gus Dur menegaskan, Islam di Jipang (Bojonegoro) bisa berkembang tanpa peperangan, karena dibawa secara damai oleh Mbah Jimatdil Kubro, yang kemudian dilanjutkan Sunan Ngudung (Sunan Jipang). Tentu ini bukan dongeng, tapi tertulis secara ilmiah dalam buku History of Java (1817), Kitab Tarikh Aulia (1953), dan buku The Passing Over (1998).
Persibo dan Brahmana Bengawan
Wajib diketahui, Persibo Bojonegoro yang dulu pernah berjuluk The Giant Killer, dan pernah mengguncang persepakbolaan Nasional dengan mengalahkan tim-tim ultra besar, adalah manifestasi dan perwujudan dari spirit Brahmana Bengawan: figur penguasa Bengawan, pengendali Pesisir dan Pegunungan.
Spirit Brahmana Bengawan, kini sedang dibawa Persibo Bojonegoro dalam mengarungi kontestasi dan kejuaraan Sepak Bola Nasional Liga 2, setelah bertahun-tahun vakum dan lumpuh. Dengan bukti sejarah yang panjang, sudah waktunya Brahmana Bengawan kembali muncul di permukaan.