Covid-19 telah membuat pola baru dalam banyak aktivitas. Saya akan menolak kata menuntut, tatapi saya pakai kosa kata lain, yaitu mengajak.
Pandemi Covid-19 telah mengubah pola hidup semua kalangan. Mulai bakul pentol di sekolah, guru sekolah, guru ngaji, pegawai pemerintah, hingga ibu rumah tangga.
Betapa tambah merepotkan bagi ibu-ibu misalnya. Sejak pagi yang biasa dijalani dengan memasak, membersihkan rumah, hari ini ditambah mengajari anaknya belajar dan mengerjakan tugas.
Apakah semua aktivitas tersebut sudah selesai atau belum. Bila anak yang biasanya belajar di sekolah, kini mesti belajar di rumah. Dan peran ibu sebagai guru dan pendidik teruji secara formal.
Bakul pentol yang biasa sudah nebeng di halaman sekolah perlu memutar otak. Biasanya pagi sudah laku banyak, kini anak-anak libur. Lalu jualan pentol dengan harus model baru hingga menyelamatkan eksistensi perpentolan.
Guru yang biasanya ceramah di kelas, bermain dan mengajar, kini harus belajar online. Mengirim soal dan mengoreksi harus lewat laptop. Kan berat bagi saya, yang terbiasa ceramah.
Virus Covid-19 telah membuat pola yang cukup besar dalam berbagai kalangan. Kini, di suatu daerah, PNS telah mencoba rapat dengan video conferrence. Seolah hidup semakin akrab dengan laptop dan HP.
Peralihan ini, bukannya tanpa kendala dan landai. Justru ini badai perubahannya.
Covid-19 telah membuat pola baru dalam banyak aktivitas. Saya akan menolak kata menuntut, tatapi saya pakai kosa kata lain, yaitu mengajak.
Mohon ya, bagi yang biasanya kita ngobrol hingga berbusa-busa. Mulai beberapa hari ini, mesti sabar WA-nan. Sesekali bolehlah, video call, itupun bila kuota meluber.
Saya bukannya lamban atau ogah, namun peralihan perlu proses. Apalagi, banyak yang mulai menghubungi hape saya..
Panggilan Hape
Tampak layar HP ada 9 panggilan WA tak terbalas. Nomor baru. HP ku lihat, belum sempat aku chat, lupa, tenggelam pada kerjaan.
Tiba-tiba sore, waktunya bergegas pulang. Di jalan, saat nyetir sepeda motor. HP bergetar. Nomor baru lagi. 9 panggilan. Nanti saja, saat sampai.
Saat sampai, badan kotor dan bau keringat, mandi. Lalu makan. nomor baru belum sempat aku chat. Lupa. Disibukkan urusan rumah dan keluarga.
Malam jadi larut. Mata sontak mengantuk. Tiba-tiba HP saya berdering. Nomor baru lagi. 9 panggilan. Belum sempat aku chat. Ah, besok pagi saja.
Mata masih terpejam. Ada panggilan lagi. 9 panggilan. Panggilan terakhir. Kebetulan masih bisa mengangkat. Nomor baru. Namun sambungan putus.
Lalu, aku chat, “siapa ya?”
Satu menit kemudian ada balasan, “numpang tanya sampean sibuk tidak?”
“Tidak, kenapa?”
“Tahu alamatnya Izroil?”
“Siapa itu,?” Sambil membalas, saya kok merasa ada yang aneh.
“Izroil itu lho, yang sering kita sebut saat SD dulu, saya sudah di rumah sakit 3 bulan, sembuh tidak, apakah mungkin dia lupa, kan, sekarang mukaku lebih putih dengan AC, dan bibirku keriput,”
Waktu menunjukkan jam tujuh. Aku berangkat kerja. Saat jalan masih lengang. Pemandangan sawah yang setiap hari kulalui. Tampak datar. Sekalipun padi menguning dan sebagian menunduk.
Kosong. Tampak kosong. Lupa, aku belum membalas chatnya. Siapa teman SD dulu. Kok foto profilnya kosong. Dan chatnya belum aku balas.
Dada ini berdegup kencang. Sepeda kuparkir di depan warung kecil. Temboknya sebagian sudah mengelupas. Gentingnya bocor.
Maklum penjaganya sudah tua. Siapalah yang mau mampir. Lengannya tak lagi cekatan. Saat memesan teh, kadang yang keluar kopi.
HP kubuka kembali, saya baca pesan, “kamu sibuk ya, maaf merepotkan”. Katanya, “Bila kamu berjumpa lebih dulu dengannya, nitip salam. Katakan, aku sudah kangen”.