Warung kopi Mbah Yi dilalap mendung sore itu. Tapi, bukannya sejuk, hawanya jadi kian sumuk. Kondisi itu diperparah dengan kedatangan marketing vape kelas kakap bernama Radinal Rhomairama.
Kedatangan pria yang juga pengusaha kelas mythic ini selalu membikin udara jadi sumuk. Sebab, topik-topik obrolannya selalu tinggi mengangkasa dan bikin saya mutar otak. Setelah otak saya panas, saya ditinggal main mobil lejen. Ini kan mirip pas lagi sayang-sayangnya, terus ditinggal gitu aja, Cug!
Sore itu sebetulnya agak berbeda. Sebelum memulai obrolan, Radinal The Vape nampak undap-undup. Ia seperti ragu-ragu hendak mengutarakan ide-idenya. Setelah saya tanya, barulah ia mengutarakan ketakutannya.
“Aku punya ide usaha. Tapi aku kuwatir Kalau nanti tak ceritain, ide itu gagal terwujud.”
Nabs, dalam sebuah teori psikologis, apa yang dikhawatirkan tokoh cerita di atas memang bukan sederhana. Disebutkan bahwa koar-koar perihal ide bisa bikin ide-idemu batal terwujud. Dan nampaknya si tokoh cerita sudah sangat menguasai teori ini. Itulah mengapa dia jarang mengumbar ide-idenya.
Dalam suatu episode TED talk, Derek Sivers, seorang penulis buku motivasi asal Amerika, membahas tentang hal ini sebagai teori Realitas Sosial. Bahwa ketika kamu mempunyai sebuah ide atau tujuan, kamu akan kekurangan motivasi untuk mewujudkannya, terlebih ketika menceritakan ide tersebut ke orang lain.
Menurut Sivers, ketika kamu menceritakan sebuah ide atau tujuan ke orang lain, dan orang lain mengapresiasi tujuan tersebut, kamu akan cenderung merasakan semacam kepuasan semu. Dan kepuasan semu itulah yang akan menghambat terwujudnya ide atau tujuanmu.
Misal nih Nabs, kamu punya tujuan buat nikah tahun ini. Terus kamu koar-koar sama temen-temen medsosmu kalau kamu bakalan segera nikah. Lama-kelamaan, kamu bakal jadi halu. Ngerasa sudah punya istri. Padahal realitasnya, temen cewek aja nggak punya ~
Misal lagi nih, kamu punya target buat hidup lebih bermanfaat bagi orang lain. Dan kamu ceritain ke orang lain. Lalu sering bikin kata-kata motivasi di medsos. Lama kelamaan kamu bakal jadi halu. Ngerasa sudah bermanfaat, padahal realitasnya, cuma dimanfaatin sama si dia ~
Biar kamu tambah nggak paham, aku kasih permisalan lagi. Kamu lagi niat banget ngubah pola hidup, dari yang sebelumnya nggak sehat jadi sehat. Kamu ceritain proses itu ke teman-temanmu. Lama kelamaan kamu jadi halu. Bukannya berpola hidup sehat, tapi niatmu yang berpola polkadot.
Teori ini didukung perkataan seorang Psikolog kelahiran Jerman, Wera Mahler, di tahun 1933. Beliau mengatakan: jika suatu hal dibenarkan oleh orang lain, hal tersebut akan terasa nyata dalam pikiran kita, meski sesungguhnya maya belaka.
Di tahun 2009, Peter Gollwitzer, seorang peneliti dan psikolog Universitas New York, melakukan sebuah tes terkait hal ini. Ia melakukan tes kepada 163 orang. Setiap orang diberi tugas untuk menuliskan tujuan pribadi mereka.
Separuh dari mereka diberitahukan untuk mengumumkan tujuan tersebut dan separuh dari mereka tidak. Lalu setiap orang diberi waktu 45 menit untuk mewujudkan tujuan tersebut dan boleh berhenti kapan pun mereka mau.
Dari tes tersebut didapati hasil yang lumayan kontras. Mereka yang tidak mengumumkan tujuan, berhenti pada menit ke 45 dan mengatakan bahwa mereka masih jauh dari tujuan yang dikehendaki.
Sementara mereka yang mengumumkan tujuannya, berhenti rata-rata di menit ke 33. Mereka mengatakan bahwa tujuan yang dikehendaki terasa hampir terwujud.
Nabs, suatu ide atau tujuan memang terkadang perlu kamu share dengan orang lain. Sebab kritik dan masukan dari orang lain, siapa tahu, bisa menyempurnakan ide-ide tersebut.
Tapi kalau ngumbar ide cuma bikin kamu halu, sebaiknya work in silence saja. Jadilah pendiam yang elegan: diam-diam punya pabrik. Diam-diam punya pacar. Diam-diam menikah.