Muda berkarya, tua kaya raya. Benarkah begitu? Percaya atau tidak, setiap bergerak pasti menghasilkan. Terlebih sebuah karya. Banyak anak muda yang mampu mengembangkan diri. Menghasilkan karya termasuk satu di antaranya.
Anak muda Bojonegoro pun tidak hanya satu atau dua orang. Banyak dari mereka yang berkarya dan terus naik level. Misalnya Agung Perpus Gatda, Yanizha Pena Halimun, Banin Rumah Ipus, Adib Rumah Kreatif, hingga masih banyak lagi. Mereka tidak pernah berhenti berkarya.
Ada banyak jenis karya yang bisa dihasilkan. Bahkan, cukup dengan gerakan tangan dan jari. Baik gambar, tulisan, patung, produk atau apa pun. Itu semua merupakan wujud dari ide dan pikiran, yang diolah dengan tangan produktif.
Seorang animator pemilik akun twitter @pinotski mengatakan, karya adalah pertanda seseorang sudah melakukan sesuatu. Tidak masalah jika itu pertama kali. Setidaknya, sudah mencapai tahap “do”, bukan lagi wacana.
“Saat kita mulai berkarya, entah itu menggambar, bikin tulisan, puisi, lagu apa pun, kita sudah menorehkan sebuah garis level pijakan ‘Ini level gue sekarang’,” tulis Pinot melalui akun twitter miliknya.
Sebenarnya, berkarya bukanlah hal yang susah. Cukup dengan ‘mulai saja dahulu’. Meski begitu, proses berkarya tidak akan terlepas dari kritik dan komentar. Orang yang mempunyai karya besar pasti pernah melewatinya. Konsisten adalah kuncinya.
Proses berkarya adalah garis level kamu berada. Di atasnya, terdapat orang yang lebih ahli dan pakar. Memiliki pencapaian dan kredibilitas. Tentu sesuai dengan bidang karya masing-masing. Orang-orang tersebut yang mampu menjadi panutan. Juga bisa memberi inspirasi dan motivasi.
Menurut Pinot, seorang yang berada di atas level kamu biasanya mampu membaca. Terutama terkait potensi dan keurangan kamu dalam berkarya. Pengalaman mereka bisa memberi penilaian dan gambaran yang bisa kamu lakukan.
“Bahkan mereka bisa memberi kritik ke kita dengan cara yang baik, tanpa membuat kita down atau jadi meragukan kemampuan kita,” lanjut Pinot dalam thread tersebut.
Lalu, bagaimana jika karya kamu mendapatkan kritik dari orang yang berbeda? Orang yang jauh dari bidang yang sedang kamu tekuni? Tetap tenang. Orang tersebut berada di luar interest yang sama dengan kamu.
Kamu bisa dan boleh mengabaikan kritikan tersebut. Terlebih jika kritikan yang ‘dilempar’ tanpa solusi. Tanpa latar belakang wawasan. Tanpa pengalaman yang memadai. Apalagi, jika itu hanya sebuah ego dari seseorang yang merasa lebih baik. Merasa memiliki pengetahuan yang lebih.
“Gue juga sering kok dikomentarin negatif. Pas lagi sempet, gue cek background profilenya. Kalo ternyata dia abg sotoy, gue cuekin. Kalo ternyata dia creative director dng seabreg pengalaman, gue anggep cambukan,” tulis pemilik karya animasi ‘This Is America’ yang sempat dipinjam DJ asal Inggris, Fatboy Slim.
Menurutnya, tidak ada masalah mendengarkan atau membaca komentar negatif. Terutama netizen. Itu seperti mengubek-ubek tempat sampah. Terkadang, ada harta karun yang bisa ditemukan di tumpukan sampah. Tinggal dipilih, dipilah dan diolah.
Selain itu, menghadapi kritik terhadap karya harus dengan kondisi yang sehat. Terutama kritikan yang pedas dan pahit getir. Mental harus stabil, nggak emosi dan pikiran adem sepoi-sepoi.
Dengan begitu, kamu bisa semakin bijaksana dalam mengolah karya. Malahan, terdapat inspirasi dan motivasi agar karya semakin baik lagi.
Berkarya tidak bisa lepas dari tantangan. Sebagai pemuda, itu harus dihadapi. Jangan pernah berhenti berkarya. Menjadi pemuda Bojonegoro harus “Produktif dan Energik”.