Jika di Indonesia ada keramat Wali Songo (Aulia Tis’ah), di Maroko ada keramat Wali Pitu (Sab’atu Rijal). Berikut 7 ulama waliyullah yang masyhur sebagai paku bumi dan pilar penyangga langit Maroko.
Dalam konsep sosio-kultur-religi, muslim di Maroko mirip muslim di Indonesia. Mayoritas masyarakat Maroko berhaluan Asy’ariah dalam tauhid, Syafi’iyah dalam fiqih, dan Sunni sebagai landasan tasawuf. Sama seperti muslim Indonesia.
Fondasi akidah ini, membuat masyarakat Maroko gemar tahlilan, berziarah kubur, maulidan, menghadiri haul, dan tradisi keislaman lain layaknya masyarakat Indonesia. Ini penting untuk diutarakan!.
Dalam kitab al-Harakah as-Shufiyah Bi Marakesh: Dhahirah Sab’aturijal karya Syekh Duktur Hasan Jalab, secara detail menyebut bahwa di Maroko, khususnya Kota Marakesh, terdapat tujuh Wali Keramat yang jadi episentrum istifadhah dan tabaruk bagi masyarakat Maroko.
Negara yang dikenal dengan Negeri al Maghribi ini, memang punya hubungan khusus dengan Indonesia. Wali Songo punya sanad genealogis secara musalsal pada para Wali di Maroko.
Ini alasan negara Maroko juga memiliki sejumlah Wali serupa di Indonesia. Tujuh Wali tersebut, di Maroko masyhur dikenal sebagai Sab’atu Rijjal. Mereka adalah tujuh tokoh sufi intelektual nan keramat yang didaulat sebagai paku bumi dan pilar penyangga semesta Maroko.
Tujuh Wali di Maroko memiliki kesamaan dengan Wali Songo di Indonesia. Dalam berdakwah, keduanya sama-sama menggunakan pendekatan sosio-kultur secara esensial dan menghindari konsep lebay nan formal-seremonial.
Kesamaan berikutnya; keduanya sama-sama berkiprah secara langsung dalam masyarakat, mengedepankan kultur tradisi, memperhatikan nasib orang pinggiran, dan mengedepankan lisaanul haal daripada lisaanul maqol.
Oke, Nabs. Berikut 7 Wali keramat pilar penyangga langit Maroko.
1. Al-Imam Al-Qadhi Iyadh (w. 544 H)
Al-Imam al-Qadhi Iyadh (476-544 H), merupakan ulama ensiklopedis. Beliau membidangi setiap ilmu; bahasa, hadist, tafsir, ushul fiqh, fiqh dan lain-lain. Beliau adalah guru dari al-Imam al-Qadhi ibn Rusyd, pengarang kitab Bidayatul Mujtahid.
Para ulama di Maroko mengenang sosok Imam Qadhi Iyadh dengan sebuah kredo: “Laula Iyadhh, Lamma Urifal Maghrib” (Jika bukan karena Iyadh, bangsa Maghrib tak akan dikenal).
Selain faqih, zuhud, dan wara’i, beliau sangat cinta terhadap baginda Rasul Saw. dan juga Ahlul Bayt. Hal ini dibuktikan dengan karya beliau berjudul; as-Syifa Bi Ta’rifil Huquqil Musthafa, sebuah karya fenomenal tentang sirah nabawiyah yang penuh penghayatan dan ketulusan cinta.
2. Syekh Abdurahman as-Suhaili (w. 581 H)
Imam Abu al-Qasim Abdurahman as-Suhaili atau Abdurrohman as-Suhaili (508 – 581 H), adalah ulama besar nan punya banyak pengaruh di kalangan para ulama pada zamanya. Beliau dikenal sebagai Ulama al-Maghrib al-Islamiy.
Waliyullah yang bernama lengkap Abdurahman ibn al-Khatib Abdillah Abi Umar ibn Asba Ibn Habib al-Khasma’i as-Suhaili ini lahir di kota Suhayl. Karena itu, nisbah beliau adalah Suhaili, diambil dari kota kelahirannya.
Dalam makalah berjudul “Le Sept patrons de Marakech” yang ditulis De Catries, disebut bahwa kata “Suhail” adalah kata yang diagungkan bagi bangsa Arab sebelum masa datangnya Islam. Tentu, ini juga pengakuan khusus bagi beliau.
Syekh Abdurrohman as- Suhaili hidup dengan penuh kesederhanaan, ketaqwaan, kesungguhan dalam belajar. Dalam suatu riwayat disebut, beliau pernah berkata: ”Kami hanya sibuk mencari ilmu seperti sibuknya orang mencari kekayaan dengan kerja kerasnya”.
3. Syekh Yusuf Ali as-Shanhajiy (w. 593 H)
Imam Sidi Yusuf Ibn Ali adalah ulama yang hidup di zaman dinasti Muwahidun. Beliau keturunan Arab Yaman. As-Shanhajiy adalah nisbah yang disemat ke beliau karena berasal dari Qabilah Shanhajah al-Hamiriyah. Salah satu suku Amazigh yang kulitnya putih laksana susu dan wajahnya kemerah-merahan.
Kisah terkenal yang erat dikaitkan dengan kehidupan beliau, adalah penyakit kusta. Semenjak divonis mengidap penyakit kusta, beliau mengasingkan diri di sebuah gua yang berada disisi timur benteng kota Marakesh, tepatnya di luar pintu Aghmat.
Semenjak itu, banyak orang pengidap penyakit kusta mengikuti jejak beliau untuk tinggal di sana. Terkenal lah tempat tersebut dengan sebutan al-Haroh al-Juzama, Kampung Kusta.
Beliau ulama yang diangkat Wali lewat jalur sabar. Beliau identik kesabaran luar biasa dalam menghadapi ujian. Dalam kitab At-Tasyawuf ila Rijali Tasawuf, disebut bahwa pernah salah satu anggota badannya terlepas dari tempatnya sebab kusta, alih-alih bersedih, beliau malah mengumpulkan fakir-miskin lalu menyedekahkan makanan sebagai ungkapan ke syukurannya.
4. Syekh Abu Abbas As-Sibty (w. 601 H)
Sidi Abu Abbas As-Sibty (521 – 601 H), merupakan ulama yang lahir di akhir masa-masa dinasti Murabithun. Beliau berasal dari daerah Sebta, Maroko. Waliyullah yang bernama lengkap Abu Abbas Ahmad ibn Ja’far As-Sibty ini, ulama yang masyhur akan kezuhudannya.
Dalam kitab Al-Muthrib karangan Syeikh Abdullah At-Talidiy (w. 1439 H), digambarkan perawakan beliau berwajah tampan, berpenampilan harum dan bersih, serta suka memakai pakain berwarna putih. Kehidupannya sangat sederhana.
Bahkan, dalam mengajar, beliau tak pernah mengambil bayaran untuk dirinya. Dalam kitab At-Tasyuf fi Rijali Tasawuf, menyebut bahwa beliau memiliki doa mustajab, karena sifatnya yang begitu mulia.
5. Syekh Sulaiman Al-Jazuly (w. 870 H)
Dari ketujuh waliyullah anggota Sab’atu Rijal, dapat dikatakan bahwa Imam Sulaiman Al-Jazuly adalah yang paling masyhur di kalangan masyarakat Indonesia. Ya, beliau adalah pengarang kitab monumental Dalailul Khairat.
Imam Sulaiman Al-Jazuly (807 – 870 M) lahir di daerah dan suku yang bernama Jazula, suatu suku dari etnik Berber di kota Sous, selatan Marakesh. Beliau merupakan Sufi terkemuka dan berpengaruh yang hidup pada masa dinasti Marini.
Dalailul khairat adalah salah satu karya fenomenal dari Imam Al-Jazuliy. Dicetak dan diamalkan di penjuru dunia. Hal ini barokah dari ajaran beliau yang begitu santun pada masyarakat.
6. Syekh Abdul Azis At-Tabba’
Sidi Imam Abdul Azis At-Tabba’ adalah salah satu murid utama dari Imam Sulaiman Al-Jazuliy. Beliau berguru, berkhidmat, dan bermulazamah pada gurunya. sampai disebut bahwa Imam At-Tabba’ adalah penerus utama dari gurunya. Kedudukan Imam At-Tabba’ sangat berpengaruh.
Terbukti dengan digolongkannya beliau ke dalam tujuh wali masyhur Maroko yang ada di Marakesh. Beliau juga berjuluk Syaikhul Alim sebagai representasi intelektualitas dan keilmuan yang beliau sandang.
Imam Abdul Azis At-Tabba’ dikenal sebagai sufi pertama yang mengajak para pengikutnya untuk memperhatikan, memelihara, dan memanfaatkan tanah. Beliau mendirikan zawiyah (ponpes) di kota Marakesh yang kebanyakan dari pengikutnya adalah petani. Beliau menyulap zawiyah bukan hanya untuk tempat ibadah, tapi juga ruang amal, ruang kebudayaan, dan ruang pembangkit ekonomi sosial masyarakat.
7. Syekh Abdillah Al-Ghazwaniy (w. 935 H)
Abdullah al-Ghazwaniy merupakan ulama Marakesh yang berjuluk syaikhul masyaikh. Beliau adalah sosok ulama penutup dari ketujuh Wali Keramat kota Marakesh, Maroko. Al-Ghazwaniy adalah nisbah yang disematkan ke beliau karena berasal dari suku Ghazwan, salah satu suku Arab yang ada di Maroko.
Beliau seorang sufi karismatik sekaligus insinyur handal. Sidi Abdillah Al Ghazwany memulai rihlah ilmiahnya di kota Fez. Fez merupakan sebuah kota tua dan salah satu kota peradaban yang terkenal sebagai kota para ilmuan.
Sidi Abdillah Al Ghozwany terkenal dengan kecerdasannya sehingga beliau diperintah mendirikan zawiyah dan mengajar dengan kepiawaian. Keikhlasannya dalam berkhidmah kepada gurunya membuat Imam Al Ghozwany mendapat banyak keberkahan, sehingga banyak yang berdatangan untuk berguru kepadanya.
Itu tadi, Nabs. 7 Wali keramat yang masyhur sebagai paku bumi dan pilar penyangga langit Maroko.