Saitama hidup di level ketulusan paling dalam. Absurd yang tanpa kepentingan.
Berawal dari ponakan yang menanyai saya kenapa saya begitu kagum, terpesona, dan menggilai tokoh Saitama Sensei dalam serial One Punch Man. Si ponakan memang tahu saya suka anime tapi tokoh yang satu ini membuat dia bertanya tanya kenapa tante nya sampai memasang wallpaper bahkan sampai membeli beberapa action figure tokoh berkepala plontos tersebut.
Sebenarnya saya ingin menjawab,” aku menyukainya tanpa alasan,” karena seperti kata orang bijak yang sudah banyak dikutip orang, jika kamu menyukai seseorang karena suatu alasan maka rasa sukamu akan pudar seiring dengan hilangnya alasan yang mendasari itu.
Namun, saya pun berpikir, jika saya memilih jawaban ini selain efeknya adalah kebingungan yang sangat untuk dicerna oleh ponakan yang masih kelas satu SMP juga saya merasa agak desperate karena tokoh yang saya sukai dengan tulus adalah mahluk 2D.
Jadi ketika itu, saya putuskan untuk menjawab secara umum, “ya, karena Saitama itu kuat.” Ternyata ponakan kurang puas dengan jawaban saya, dia pun berdalih, ” lha namanya superhero kan semua kuat,” bener juga, akhirnya saya coba menjelaskan asal muasal Saitama ini bisa menjadi superhero.
Jika kalian mengikuti cerita one punch man kalian pasti tahu ketika Saitama yang kala itu adalah job seeker merasa sangat putus asa karena dia ditolak saat interview kerja dan ketika lagi putus asa itu dia bertemu Crablante si Monster kepiting yang mencari anak kecil berdagu besar.
Awalnya Saitama ini tidak berniat menolong sama sekali, tapi ketika Crablante mulai menyerang si anak kecil, tiba-tiba tanpa dia sadari dia menyelamatkan anak kecil itu. Crablante pun tidak mau kalah ia balik menyerang Saitama, ia pun terpental terkena serangan monster kepiting.
Dengan muka babak belur Saitama balik lagi menantang crablante yang bersiap siap akan membunuh anak kecil itu. Di hadapan si monster kepiting, Saitama pun mengatakan dengan lantang, “aku tuh ga pengen jadi salaryman cita citaku dari kecil aku mau jadi Hero yang mengalahkan musuh-musuhnya dengan satu kali pukulan” begitu kata si Abang pemberani, dan dengan modal nekat ia melompat ke arah si kepiting, menjerat mata Crablante dengan dasinya dan menarik mata monster kepiting sekuat tenaga sampai Crablante jatuh tersungkur tak berdaya.
Dengan kalahnya Crablante, Saitama menjadi yakin bahwa Hero adalah pilihan yang tepat. Ia pun berusaha sekuat tenaga untuk meningkatkan kekuatannya. 100 pushups, 100 sit-ups, 100 squats Dan 100km run selama 3 tahun tanpa henti sampai ia menjadi botak. Latihan ini dia jalani demi keinginannya untuk menjadi Hero yang kuat.
Selain itu, tekad untuk membantu orang lain dan keberanian itu juga yang membuat saya jatuh cinta sejak awal dengan tokoh ini. Ia juga menjadi man behind the scene- setiap pertempuran yang melibatkan dirinya dan dimenangkan olehnya, tak seorang pun menyadari dan memberikan apresiasi kepada Saitama. (kecuali si Genos hehehe)
Menurut saya, ia sudah mencapai hidup di level ketulusan yang paling dalam. Ia pun pernah bilang juga, asalkan dirinya puas itu sudah cukup. Ya ampun sungguh sangat idaman sekali bukan? Ia tidak mengharapkan apa-apa karena dia merasa melakukan itu semua karena dia ingin. Sudah itu saja.
Alasan lain yang membuat saya merasa ia patut dicintai adalah, ketika ia mengatakan, yah ini sudah menjadi keinginanku tetapi kenapa aku masih merasa hampa? Diceritakan pula di scene-scene yang lain, karena kekuatannya yang luar biasa itu, ia pun didera perasaan bosan karena hidup tak lagi menarik karena dia selalu menang saat melawan musuh-musuhnya hanya dengan sekali pukulan.
Katanya begini “perasanku sudah memudar, aku sudah tidak merasakan lagi takut, khawatir, tegang bahagia maupun marah apakah ini karena konsekuensi dari kekuatan yang aku dapatkan? Atau aku sudah kehilangan esensi menjadi manusia?”
Bagi saya Saitama ini tidak hanya superhero biasa tapi ia superhero paling filosofis yang pernah saya tahu.
Saya merasa Saitama adalah seorang Wanderer (pengelana) yang masih berusaha untuk menemukan makna dalam hidupnya hampir sama seperti Jiraiya yang bagi saya ia adalah sang pengelana sejati.
By the way, kalau ngomongin soal hidup, memang hidup se-absurd itu. Apa yang sebenarnya ingin kita cari dalam hidup, dikasih kekuatan seperti keinginannnya masih merasa hampa, ngga dikasi kekuatan nanti merasa hampa juga, punya kerjaan, ngeluh capek, ga punya kerja ngeluh juga capek? Hmmm.
Saya jadi inget Albert Camus dalam bukunya, mitos sisifus pernah menguraikan pandangannya mengenai eksistensi manusia dan absurditas manusia dalam menjalani kehidupan.
Diceritakan pula olehnya mengenai kisah sisifus yang dikutuk para dewa untuk menjalani hukuman dengan mengangkat batu besar untuk dibawanya ke puncak gunung, berkali kali batu itu menggelinding dan sisifus harus mengambilnya lagi, kembali membawa nya naik.
Camus pun mengatakan, “para pekerja masa kini bekerja setiap hari, mengerjakan pekerjaan yang sama dan itu adalah nasib yang tak kurang absurdnya..”
Jadi somehow, saya merasa relate juga dengan pernyataan Camus dan juga dengan apa yang dialami oleh Saitama meskipun dengan konteks yang berbeda.
Saitama merasa hidupnya menjadi membosankan karena keinginannya untuk menjadi Hero dengan sekali pukulan telah tercapai dan tidak ada musuh lagi yang melebihi dirinya, sehingga perasaan deg deg an saat bertarung sudah tidak ia miliki, ia menjadi mati rasa.
Sementara saya sebagai pekerja, merasa setiap hari dengan rutinitas yang sama membuat saya merasa menjadi robot. Setiap hari itu itu saja, hehehe jadi itu kenapa saya dan Saitama seperti memiliki perasaan yang sama dan saling terikat, cieh ~
Dari tokoh saitama, saya jadi belajar kalau semua orang bisa menjadi Hero. Dimulai dengan melawan rasa takut dalam diri dan keinginan untuk membantu orang lain. Singkatnya, begitulah yang saya sampaikan ke ponakan kenapa botak plontos itu jadi favorit saya.