Ibu-ibu tak hanya identik mengurus rumah dan merawat anak. Bunda-bunda muda di Bojonegoro ini contohnya; mereka menghimpun diri dalam Sejubah — sedekah Jumat berkah.
Amalia Evi Yuana segera menyalami dan memeluk sosok nenek sepuh di depannya, “Baik-baik dan sehat terus ya, Nek”. Kata Evi lirih. Relawan lain segera menyusul Evi dari belakang. Mereka membawa rantang berisi maeman, perhatian, sekaligus kehangatan keluargawi.
Yang dilakukan Evi beserta rombongan, tentu bukan kegiatan berbasis pencitraan. Tapi laku peduli yang dijadikan kegiatan rutin berbasis komunitas. Begitulah, anak muda dan bunda-bunda muda di Bojonegoro itu tergabung dalam komunitas Sejubah.
Sejubah merupakan kependekan dari Sedekah Jum’at Berkah. Sebuah komunitas yang relawannya didominasi bunda-bunda muda. Kegiatan mereka bergerak di bidang sosial, terutama yatim, dhuafa dan lansia.
Kegiatan Sejubah dilakukan pada Senin, Rabu dan Jumat. Salah satu kegiatan tersebut adalah bertamu ke rumah mbah-mbah (lansia) dengan membawa rantang sedekah (makanan untuk mbahe), sembako dan cek kesehatan sekaligus memberi obat yang dibutuhkan.
Evi bagian mempersiapkan amunisi yang bakal dibawa para relawan untuk diberikan pada nenek yang dikunjungi. Sedangkan untuk anak yatim-piatu, kegiatannya santunan anak yatim. Dilakukan setiap hari Jumat di sekretariat Sejubah.
Kegiatan Sejubah ada di beberapa desa. Di mana ada penanggung jawab di setiap desa. Sebab, di masing-masing desa, ada bunda-bunda Sejubah yang sekaligus menjadi koordinator di desa tersebut. Tugas para koordinator itu, mencari target lansia dhuafa dan anak yatim-piatu di desa-nya.
Kemarin (4/6), tim Jurnaba.co berkesempatan ngobrol panjang lebar dengan sosok yang mengawali gerakan Sejubah. Dia adalah Amalia Evi Yuana, seorang ibu berusia 36 tahun.
Kepada Jurnaba, sosok akrab disapa Bunda Evi itu bercerita, gerakan ini dimulainya pada Oktober 2018 silam. Kegiatan mereka, awalnya hanya santunan anak yatim dari pintu ke pintu, dilakukan tiap hari Jumat. Kian lama, kegiatan itu mulai diikuti sejumlah relawan.
“Santunan Anak Yatim dr pintu ke pintu setiap hari Jum’at. Kami resmi menjadi komunitas pada Januari 2019.” Ungkap Evi.
Baca juga: Gerakan Komunitas Ridho Illahi, Menebar Kebaikan di Jalan Sunyi
Evi bercerita, Sejubah awalnya sekumpulan bunda-bunda yang peduli dhuafa dan anak yatim. Kegiatan itu bertujuan meringankan beban hidup dan membantu yang membutuhkan. Gerakan Sejubah, awalnya digalakkan oleh 3 orang saja. Selain Bunda Evi, ada pula Bunda Yana dan Bunda Dewi.
Komunitas yang awalnya hanya berisi 3 bunda rumah tangga itu, kini mulai berkembang. Jumlah anggota Sejubah kini mencapai 100 orang lebih. Uniknya, tak hanya bunda-bunda muda anggotanya, tapi bapak-bapak, juga anak-anak muda.
“Kami menerima anggota siapa saja dan tidak terbatas usia. Meski role kegiatan dipegang ibu-ibu.” Imbuh Evi.
Saat ini, Sejubah memiliki bermacam agenda kegiatan yang sudah sistematis. Seperti program Yatim, Dhuafa, Rantang Sedekah, Senabung, Pembangunan, Tanggap Bencana, Khitan, Operasi Bibir Sumbing, dan Parenting.
Di mana, masing-masing poin tersebut menjadi program kegiatan yang dijalankan secara rutin. Satu contoh program Pembangunan misalnya, punya target membantu pembangunan musola yang kondisinya sedang dalam perbaikan dan membutuhkan bantuan material.
Bermacam program kegiatan sosial dilakukan. Dari yang urusan besar macam pembangunan mushola hingga urusan detail-detail khas ibu-ibu seperti cek kesehatan dan bantuan berbasis rantang makanan, digiatkan di Komunitas Sejubah ini.
Evi bercerita, selama menjalankan Komunitas Sejubah, ada banyak pengalaman menarik. Di antaranya, bisa belajar di bangku kehidupan. Sesuatu yang mungkin silap dari belajar di bangku sekolahan. Yakni ragam cerita kehidupan secara langsung.
“Banyak hal yang bisa kita dapat di sini; apa itu bersyukur, kesabaran, kepedulian, kasih sayang Allah, dan masih banyak lagi pelajaran yang kami dapat.” Imbuh Evi.
Baca juga: Hotspot dan Bersedekah di Era Digital
Selain itu, ada juga pengalaman yang kurang menarik. Misalnya, ketika ada sahabat seperjuangan mundur atau menyerah, itu menjadi pengalaman yang kurang mengenakan. Tapi, semua proses yang dijalankan di Sejubah, kata Evi, selalu ada unsur perjuangannya. Sehingga apapun yang terjadi, tetap banyak pelajaran yang didapat.
Evi menambahkan, beberapa kali mereka juga berkegiatan di luar Bojonegoro seperti di Pacitan dan Tuban. Hanya, karena terbatasnya relawan, saat ini masih fokus di Bojonegoro dulu.
Komunitas Sejubah tak hanya menjadi simpul giat sosial belaka. Tapi juga bukti bahwa ibu-ibu tak hanya identik mengurus rumah dan merawat anak. Mereka punya kepedulian dan kepekaan, yang kadang jauh lebih tajam dari para bapak-bapak.