Jurnaba
Jurnaba
No Result
View All Result
Jurnaba
Home Kultura

Sekolah Kehidupan (bagian 2): Keseimbangan Laku Sosial dan Giat Kapital

Ahmad Wahyu Rizkiawan by Ahmad Wahyu Rizkiawan
07/12/2019
in Kultura
Sekolah Kehidupan (bagian 2): Keseimbangan Laku Sosial dan Giat Kapital
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan Ke WA

Di sekolah kehidupan, laku sosial dan giat kapital harus berjalan secara beriringan dan saling menyeimbangkan: idealis dalam laku sosial, realistis dalam ranah kapital.

Enam tahun setelah Danny mendirikan Rumah Sangkrah, saya menemuinya di sebuah tempat bernama Omah Badran yang terletak di Jalan Hasanudin Kota Solo — sebuah rumah kreatif yang baru saja dia dirikan pada Februari lalu.

Omah Badran merupakan ruang multidimensi. Jika dilihat dari luar, ia mirip kantor desa. Jika masuk ke terasnya, mirip warung angkringan. Dan jika sudah masuk ke ruang tamu, ia mirip perpustakaan atau museum seni.

Di tempat baru ini, secara prinsip tak jauh beda dari Rumah Sangkrah. Tidak banyak perubahan yang dilakukan Danny. Kalaupun ada perubahan, lebih pada kompleksitas kegiatan di dalamnya. Serupa sekolah berbasis passion.

“Kalau yang di sini, konsepnya lebih pada Youth Center. Secara prinsip sama dengan Sangkrah, cuma lebih banyak yang dikembangkan.” Katanya.

Omah Badran tak berbasis warga lokal. Maksudnya, tak harus menjadi warga kampung sekitar untuk bisa belajar di tempat itu. Danny mempersilakan siapapun yang ingin belajar, asal punya niat belajar yang kuat.

Di Omah Badran, Danny menampung mantan napi, mantan pecandu narkoba, anak jalanan yang tak diterima keluarga, dan anak putus sekolah. Jumlah totalnya sekitar 15 anak dengan rerata usia 20 hingga 27 tahun.

Sebelum seorang anak ikut bersamanya, Danny memberi semacam pertanyaan pada mereka: passion-nya dimana?, minatnya pada bidang apa? Setelah itu, Danny akan berupaya mencarikan ahli agar mereka belajar. Memfasilitasi mereka untuk mendalami keahlian yang diinginkan tersebut.

“Saya ajak bicara dulu, senangnya dimana. Setelah itu, apa yang disenangi harus didalami. Sehingga nanti, rasa senang itu sudah ada sejak dalam proses belajar,” ucapnya.

Sesungguhnya Danny sedang menerapkan proses belajar berbasis kemerdekaan. Istilahnya, pendidikan yang memerdekakan. Sebab proses yang dilakukan dianggap lebih manusiawi. Tanpa pemaksaan keseragaman. Baginya, ini lebih Ngewongke uwong.

Ketika seorang anak memilih menguasai keahlian tertentu, Danny memfasilitasi pilihan itu dengan cara mempertemukan anak tersebut pada ahlinya. Para ahli yang dimaksud, adalah teman-teman Danny sendiri — mereka yang memang mau berbagi ilmu. Danny berperan sebagai fasilitator.

Tak heran, di Omah Badran, bidang yang dipelajari ada banyak. Khususnya seni, budaya dan keahlian. Dan ini yang paling penting: jika sudah ahli, harus ada yang dihasilkan. Di fase ini, kata Danny, produktivitas harus sudah bisa divaluasi.

Sejumlah bidang karya yang saat ini sudah berjalan adalah air brush, handicraft, seni resin, dan sablon kaus. Produk mereka benar-benar diapresiasi secara profesional. Bahkan, beberapa dipakai pejabat dan tokoh nasional, beberapa lainnya sudah diekspor.

Anak-anak yang sudah ahli, jelas Danny, secara otomatis bakal bergelut di bidang ekonomi. Dan ketika fase itu sudah dialami, mereka harus benar-benar fokus dan total pada apa yang dia kuasai itu. Sehingga, ketika dihubungkan dengan eksporter, mereka bisa belajar dan melakukanya sendiri.

“Di situlah proses belajarnya, mereka menjadi mandiri. Mampu memenuhi kebutuhan hidup secara profesional dari apa yang benar-benar dia sukai.” Ucap bapak 3 anak itu.

Tak berhenti disitu. Mereka yang sudah bisa menjadi ahli dan bisa menghidupi diri secara mandiri, punya kewajiban untuk mengajarkan keahliannya pada masyarakat, atau pada mereka yang ingin belajar. Sehingga proses belajar tak pernah berhenti. Terus berputar seperti rotasi bumi.

 

Wedangan dan Media Berkomunikasi

Keberadaan wedangan atau angkringan di teras Omah Badran, kata Danny, bukan tanpa alasan. Bagi Danny, angkringan tersebut berfungsi sebagai pengembangan kearifan lokal. Masyarakat Kota Solo suka santai di wedangan, itu membuat orang tak sungkan mampir ke Omah Badran.

Wedangan atau angkringan tersebut, tak hanya dijadikan tempat untuk mencari uang. Lebih dari itu, angkringan dijadikan sebagai titik temu atau medium komunikasi antara Omah Badran dengan masyarakat awam. Dari sana, ada banyak ide kolaboratif yang lahir.

“Ini sesungguhnya medium. Dengan medium ini, akhirnya ada kolaborasi-kolaborasi, timbul ide-ide. Di satu sisi, anak-anak juga bisa belajar banyak tentang bertanggung jawab.”

Danny sadar jika mengajak orang berbuat sesuatu, atau menggerakkan sesuatu, terlebih bidang pemberdayaan sosial, amat sulit jika dikemas secara formal layaknya kantor pemerintahan.

Dari sanalah, wedangan itu berperan sebagai titik temu antara masyarakat dan penghuni Omah Badran. Tak jarang, bermacam ide-ide kolaboratif sering bermunculan, justru dari tempat wedangan.

Di wedangan itu pula, sering diadakan pertunjukan seni dan budaya. Beberapa bulan lalu misalnya, Danny dkk menggelar pertunjukan seni yang dihadiri perwakilan volunteer dari Hongaria. Hal-hal semacam itu, kata Danny, membuat masyarakat awam terpantik memberi ide dan masukan.

Menyeimbangkan Laku Sosial dan Laku Kapital

Satu hal paling penting dari tetap bergeraknya sebuah Lembaga Sosial, adalah kehadiran sumber uang. Dan di poin inilah, Danny memiliki cara pikir yang berbeda dari lembaga-lembaga sosial yang pernah saya temui.

Kemiskinan, kesusahan, dan kesulitan hidup adalah dagangan yang paling mudah dijual oleh Lembaga Sosial. Tak perlu bukti empiris untuk menunjukanya. Cukup buka mata dan lihat sekitarmu.

Uniknya, meski Danny tahu itu, dia tak memilihnya. Danny punya jalan keluar yang agak berbeda. Danny beranggapan, jalan keluar yang dia pilih adalah jalan keluar berorientasi jangka panjang. Bukan jangka menengah, alih-alih jangka pendek.

“Membuat proposal adalah bagian paling mudah dari eksistensi sebuah Lembaga Sosial, tapi sengaja tidak kita prioritaskan di sini.”

Danny menganggap, mentalitas adalah bagian paling penting dari objek bernama manusia. Jika sejak awal dikenalkan dengan gerak-gerik berbasis proposal, seumur hidup akan sulit hidup mandiri. Karena itu, dia tak memprioritaskan gerakan semacam itu.

“Kalau sudah paham, ada titik di mana mereka membuat proposal dan berani mencari dana. Sebab yang lebih penting dari itu semua, adalah menata mental dulu,” ucap Danny.

Saat belajar di Omah Badran, anak-anak punya fase dan tahap yang jelas. Pertama adalah mentalitas polapikir. Di Omah Badran, pelajaran pertama bagi mereka yang belajar adalah mental mandiri. Itu alasan kenapa mereka belajar sesuai keahlian.

Jika mereka sudah ahli dalam bidang tertentu, langkah berikutnya memanage produk. Mengemas produk hingga bisa dijual. Harus terjual dan harus punya kualitas yang layak jual. Jika punya produk yang sudah layak dijual, berikutnya belajar manajerial keuangan.

“Dari sana, anak-anak bisa memahami proses produksi, pemasaran sekaligus manajemen keuangan,” imbuhnya.

Jika tahap-tahap itu sudah dipahami anak-anak, pelajaran tentang membikin proposal baru boleh masuk. Sebab, mental mandiri sudah terbentuk. Danny meyakini bahwa mentalitas polapikir lebih penting dibanding keahlian membikin proposal minta bantuan.

Jalan Tengah: Ranah Sosial dan Ranah Kapital

Omah Badran sangat menekankan idealisme, tapi tetap realistis dalam bergerak. Idealis dalam laku sosial dan realistis dalam laku ekonomi. Dua hal ini memang berlawanan, tapi di Omah Badran, mereka bergerak beriringan.

Idealis dalam laku sosial, contohnya: ada produk yang memang tak bisa dan tak boleh dijual. Sedang realistis dalam laku ekonomi, contohnya: ada produk yang berkualitas dan punya valuasi yang jelas untuk dijual dan wajib mendapat keuntungan.

“Dua hal itu sangat penting. Karena itu harus bisa diseimbangkan,” ungkapnya.

Meski berlawanan, kata Danny, harus bisa diambil jalan tengahnya. Dia mencontohkan, 20 persen dari keuntungan bisa digunakan untuk kegiatan sosial. Baginya, di situlah titik ideal sebuah pergerakan Lembaga Sosial.

“Jika sudah menemui titik ideal, yang didapat adalah kemerdekaan rasa dan pikiran.” Imbuh Danny.

Ketika sudah menemui fase ideal tersebut, menurutnya, tak akan ada beban apapun di dalam pergerakan. Sebab, tujuan besar dari konsep yang dia jalankan adalah: masyarakat belajar pada masyarakat dan masyarakat menolong masyarakat— untuk bertahan hidup secara manusiawi.

Lebih dalam Danny mengatakan pada saya, apa yang dia lakukan adalah respon terhadap sekolah-sekolah yang hanya mengajarkan kompetisi. Karena itu, dia tergerak membangun kesadaran individu, untuk selanjutnya membangun kesadaran kolektif saling tolong menolong.

Tags: Kota SoloNdoetch DannyOmah Badran

BERITA MENARIK LAINNYA

5 Band Populer Indonesia yang Lahir dari Institut Kesenian Jakarta
Kultura

5 Band Populer Indonesia yang Lahir dari Institut Kesenian Jakarta

07/08/2022
Masalah Adalah Ibu dari Kreativitas
Kultura

Masalah Adalah Ibu dari Kreativitas

03/08/2022
Kyai Bakung dan Sejarah Dusun Pesantren Desa Bendo Kapas Bojonegoro
Kultura

Kyai Bakung dan Sejarah Dusun Pesantren Desa Bendo Kapas Bojonegoro

31/07/2022

REKOMENDASI

Saat Mahasiswa Gelar Penyuluhan Pengendalian Hama Terpadu

Saat Mahasiswa Gelar Penyuluhan Pengendalian Hama Terpadu

09/08/2022
Gelar LKMOK untuk Bekali Mahasiswa Leadership dan Kependidikan

Gelar LKMOK untuk Bekali Mahasiswa Leadership dan Kependidikan

08/08/2022
KKNT 17 Unigoro Berhasil Helat Sosialisasi Tentang Perlindungan dan Hukum Pidana Anak

KKNT 17 Unigoro Berhasil Helat Sosialisasi Tentang Perlindungan dan Hukum Pidana Anak

08/08/2022
5 Band Populer Indonesia yang Lahir dari Institut Kesenian Jakarta

5 Band Populer Indonesia yang Lahir dari Institut Kesenian Jakarta

07/08/2022
Bercakap Dengan Diri Sendiri ala Gus Mus

Bercakap Dengan Diri Sendiri ala Gus Mus

06/08/2022
Enigma Pengibaran Sang Dwiwarna

Enigma Pengibaran Sang Dwiwarna

05/08/2022

Tentang Jurnaba - Kontak - Squad - Aturan Privasi - Kirim Konten
© Jurnaba.co All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • HOME
  • PERISTIWA
  • KULTURA
  • DESTINASI
  • FIGUR
  • CECURHATAN
  • ALTERTAINMENT
  • FIKSI AKHIR PEKAN
  • SAINSKLOPEDIA
  • TENTANG
  • KONTAK

© Jurnaba.co All Rights Reserved

error: