Malam lebaran tentu malam sakral dan penuh enigma. Setiap orang punya ritus berbeda-beda dalam mengisinya. Malam lebaran tahun ini, saya mengumpulkan kepingan mozaik masa lalu Bojonegoro.
Malam lebaran tahun ini berbeda dari tahun lalu yang terdapat takbir keliling di pusat kota dan diikuti berbagai desa. Tahun ini, walau tidak ada takbir keliling, namun masih bisa mendengarkan gema takbir dari berbagai penjuru dimensi.
Malam lebaran tahun ini, saya habiskan dengan meneguk secangkir kopi dalam satu meja bersama Ahmud Abas — di sebuah warkop yang berada di sekitar pusat kota. Sebelumnya, kami sudah membuat janji untuk ngopi. Di tengah gema takbir yang berkumandang, alangkah senang hati.
Memperhatikan rumah demi rumah. Sempat keliru alamat rumah karena kurang fokus membaca pesan, untungnya tak begitu jauh. Begitu senang ketika menemukan rumah yang dimaksud.
Ketika sampai di depan rumah, tak lupa mengabari. Seketika Ahmud Abas keluar rumah dengan mengenakan kaos hitam yang ada tulisan arab pegon dan bersarung. Malaikat kecilnya, mengikuti langkah kakinya dari belakang.
Setelah berdialog dan berhasil menenangkan malaikat kecil agar tidak ikut ngopi, kami bergegas menghidupkan motor dan menuju sebuah tempat di mana dalam catatan sejarah, pernah disebut sebagai cikal bakal revolusi di beberapa negara: Warung Kopi.
Di komplek perumahan itu, ada beberapa orang yang menyiapkan dan menata shaf untuk shlat idul fitri keesokan harinya. Suara motor yang kami tunggangi begitu terdengar, mengingat berada di area perumahan yang sunyi.
Sesampainya di warung kopi, obrolan dimulai. Ahmud mencoba memantik dan menyampaikan beberapa hal tentang memorabilia Padangan; kelompok (geng) Bojonegoro dari masa ke masa, gerak jalan Tinggang-Bojonegoro, kisah dari Kota Pahlawan, dan sebagainya.
Tak lupa saya minta masukan terkait tulisan dan beberapa hal, tentu ngopi pada malam lebaran ini saya maknai sebagai laku ngangsukaweruh.
Memorabilia Padangan. Ahmud Abas lahir dan berdinamika di daerah yang pernah menjadi pusat pemerintahan Bojonegoro pada pra kemerdekaan itu. Ditambah hidupnya yang sempat nomaden, menambah kajian tentang Padangan lebih dalam.
Ahmud bercerita tentang generasi sekarang yang kurang menaruh hati pada cerita-cerita masa lampau yang di dalamnya penuh ibrah. Mulai dari penyebaran Islam di Padangan, sosok seorang guru spiritual dari pentolan DI/TII Kartosoewirjo di Padangan, Pecinan, bekas pelabuhan, dan lain-lain.
Memang, ketika membahas penyebaran agama Islam di Bojonegoro, tak bisa lepas dari peranan Mbah Sabil, Mbah Hasyim, dan para waliyullah yang berada di tanah Padangan.
Ahmud memberi gambaran tentang khasanah pencak silat yang lahir dari rahim waliyullah Padangan yang sayangnya sudah punah, pergerakan kelompok massa dari masa ke masa, hingga dinamika sosial budayanya.
Ia juga membahas gerak jalan Tinggang-Bojonegoro dan beberapa kelompok geng yang pernah populer di masanya. Kalau di film Crow Zero ada Suzuran yang dikomandoi Genji dan kawan-kawan. Kalau di Kota Bojonegoro, mungkin pernah dengar Bradox, Speed Metal, Sambingancam, dan lain-lain.
Dan gerak jalan Tinggang-Bojonegoro, menjadi samudera pertemuan antara kelompok massa yang eksis di era 2000-an itu. Di mana, bermacam geng dan komunitas pemuda produk euforia pasca reformasi itu menampakkan dirinya. Mulai dari kawasan perbatasan Bojonegoro hingga pusat kota.
Di sela-sela obrolan, tak lupa kami meneguk kopi yang telah dipesan. Obrolan mengalir begitu saja alias random. Mengarah juga ke daerah Dharmawangsa, Karangmenjangan dan sekitarnya. Mengingat kami pernah berdinamika di sana, meski dalam tempo waktu yang berbeda.
Obrolan malam itu juga membahas geliat literasi di kabupaten yang konon menjadi lumbung pangan dan energi ini. Komunitas literasi di Bojonegoro seperti; Langit Tobo, Atas Angin, Bojaksara, Perpustakaan Jalanan, Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro (PSJB), Ngaostik dan sebagainya. Sekaligus meramal bagaimana geliat literasi pra, ketika, dan pasca pandemi di Indonesia wabilkhusus Bojonegoro.
Itulah serpihan mozaik malam lebaran 1441 H yang telah saya lewati. Lantas, bagaimana dengan kisahmu, Nabs? Hehehe. Yuk, abadikan kisahmu seperti nyangkruk, ngopi, dan uneg-uneg progresif di Jurnaba.co yang selalu mengajakmu mengabarkan degub kebahagiaan.