Semangka sebagai simbol dukungan pada Palestina, bukan sekadar singkatan (Semangat Kaka) belaka. Tapi senjata visual yang punya sejarah cukup panjang.
Dilansir dari berbagai sumber, semangka pertama kali digunakan sebagai simbol negara Palestina setelah Perang Enam Hari pada 1967 – ketika Israel bertempur dengan negara-negara tetangga, termasuk Mesir, Suriah, dan Yordania.
Kala itu, pemerintah Israel melarang pengibaran bendera Palestina di muka umum dalam perbatasannya untuk menutupi nasionalisme Palestina dan Arab.
Untuk mengakali larangan tersebut, warga Palestina mulai menggunakan buah semangka yang mereka potong menjadi segitiga karena menyerupai bendera mereka yang mengandung warna-warna merah, hitam, putih dan hijau.
Pada 1993, Israel akhirnya mencabut larangan pengibaran bendera Palestina sebagai bagian dari Perjanjian Oslo, yang merupakan perjanjian formal pertama yang mencoba menyelesaikan konflik Israel-Palestina.
Pada 2007, seniman Palestina, Khaled Hourani, memperkenalkan karya seninya Semangka sebagai kontribusi pada buku Atlas Subjektif Palestina.
Tindakan ini menginspirasi banyak seniman lain untuk menciptakan karya seni dengan menggunakan simbol semangka sebagai sarana untuk mengekspresikan solidaritas terhadap Palestina.
Tindakan ini menginspirasi banyak seniman lain untuk menciptakan karya seni dengan menggunakan simbol semangka sebagai sarana untuk mengekspresikan solidaritas terhadap Palestina.
Bahkan, pada 2022, The Sachs Program for Arts Innovation dari Universitas Pennsylvania memberikan penghargaan pada proyek seni berjudul Watermelon Book (Buku Semangka) yang berisi karya dari para seniman, penulis, dan pemikir dari Palestina.
Kini, di era media sosial, saat penyebaran konten Palestina kerap kali disensor termasuk bendera Palestina, gambar irisan semangka semakin sering digunakan kalangan pro-Palestina.
Semangka bukan sekadar simbol perlawanan masyarakat Palestina, tapi juga simbol persatuan dan dukungan masyarakat dunia, pada Negara Palestina.