Muhammadiyah tak akan berhenti berkontribusi. Ia, barangkali, akan berhenti ketika matahari padam menyinari bumi.
Terbitnya matahari adalah tanda optimisme. Makhluk satu persatu bangun dari kelapnya tidur. Manusia dengan motivasi bermacam-macam meninggalkan peraduan untuk menjalankan tugas kehidupannya.
Meski sekilas di permukaan tampak hanya mengulang-ulang rutinitas, terbitnya matahari menjadi blok sejarah untuk memulai hari dengan motivasi baru, kisah baru, dan capaian baru.
Energi dari matahari dipancarkan secara adil dan menyeluruh ke seluruh penjuru semesta dalam aneka rupa: Panas, sinar terang, ultraviolet, gelombang elektromagnetik. Pancaran energi matahari dapat terjadi dengan mengorbankan material penyusun matahari bernama hidrogen. Hidrogen mengalami reaksi fusi dalam sebuah skema thermonuklir.
Perhatikan skemanya: Matahari mengorbankan material penyusun dirinya untuk menghasilkan energi yang digunakan oleh seluruh makhluk di semesta. Energi matahari menjadi pemantik aneka gerak, usaha, dan ikhtiar kehidupan seluruh makhluk.
Matahari hadir untuk seluruh makhluk, meski dengan mengorbankan dirinya sendiri. Hidrogen yang menjadi unsur utama penghasil energi jika dipakai terus-menerus maka suatu ketika akan mencapai batasnya: Habis.
Habisnya hidrogen berarti habisnya energi matahari. Berarti pula habisnya material matahari. Matahari menjadi kerdil dan memadat. Punah dan padam. Semesta jagat raya kehilangan sumber utama energinya.
***
George-henri Bousquet, islamologis dan indonesianis Perancis, mempertanyakan kebijakan pemerintah kolonial Belanda perihal organisasi-organisasi Bumiputera yang tumbuh di awal abad ke-20.
Pemerintah kolonial memberi tekanan dan represi bagi pergerakan Bumiputera dengan orientasi sosial-politik. Sebaliknya, memberi ruang gerak yang luas bagi pergerakan bumiputera dengan orientasi pendidikan. Bagi Bousquet, kebijakan ini blunder dan tidak memikirkan akibat lebih jauh dari hadirnya pendidikan.
Kiai Dahlan dengan cerdik dan jeli menangkap semangat zaman tersebut. Organisasi bernama Muhammadiyah yang didirikannya bersama murid-muridnya pada 18 November 1912 menjadikan pendidikan sebagai senjata dan napas perjuangan. Dengan demikian, Muhammadiyah tidak mendapat represi dari kebijakan kolonial Belanda.
Blunder yang dikhawatirkan Bousquet menjadi nyata. Muhammadiyah dengan kurikulum pendidikannya, sebagaimana diutarakan dalam penelitian Mitsuo Nakamura, mendidik pemuda pelajar tidak hanya dengan materi agama, ilmu umum, melainkan juga dengan sejarah dan semangat kebangsaan. Banyak dari pemuda pelajar itu yang turur dalam perjuangan kemerdekaan medio tahun 1930 hingga 1940an.
Dunia saat ini tentu berbeda dengan dunia saat Muhammadiyah berdiri. Tantangan dan peluang berubah dan tidaklah lagi sama. Sehingga pendekatan dan orientasi gerak mengalami perubahan dan penyesuaian.
Meskipun begitu, satu hal ini tetap dan senantiasa relevan: Pendidikan adalah alat perjuangan startegis untuk mengubah kehidupan manusia.
Dunia paskamodern membawa tantangan tersendiri sebagi residu modernitas dengan ciri utama kemajuan ilmu dan teknologi. Dunia modern yang menjadikan ilmu dan teknologi sebagai standar serta capaian dengan menisbikan nilai, berujung kepada alienasi nilai, apapun rupanya.
Dunia modern dengan ilmu dan teknologinya membawa masalah kemanusiaan disebabkan nihilnya nilai. Dunia paskamodern hadir dengan semangat kontestasi nilai. Pertarungan dan perebutan nilai sebagai bandul penyeimbang kepingan ilmu dan teknologi modern terjadi begitu rupa.
Muhammadiyah dengan semangat moderasinya, perlu memperjuangkan secara konsisten moderasi nilai yang tidak terjebak pada kutub ekstrem konservatisme nilai, maupun kutub sekular-liberal. Pendidikan Muhammadiyah dengan semangat moderasi hadir dengan berdiri di tengah kedua kutub ekstrem nilai tersebut.
Residu lain dari kemajuan ilmu dan teknologi dunia modern adalah adanya persoalan krisis iklim. Krisis iklim adalah ancaman global yang menghantui manusia seluruh dunia. Pelan tapi pasti, krisis iklim adalah tantangan yang mampu memusnahkan eksistensi manusia.
Oleh sebab itu, persoalan krisis iklim ini adalah persoalan bersama, tidak perlu lagi denial. Kesadaran dan aksi bersama menjadi langkah penting untuk dilakukan. Tidak terkecuali bagi organisasi kemasyarakatan berbasis agama.
Alam semesta dalam perspektif agama, selain sebagai bukti keberadaan Tuhan, adalah amanah Tuhan yang dapat dimanfaatkan sekaligus dilestarikan. Pemanfaatan dan pelestarian adalah dua sisi dari sekeping mata uang yang selalu harus hadir bersamaan.
Pemanfaatan dan pelestarian sudah selayaknya menjadi fokus utama pendidikan di era kekinian. Tidak terkecuali Muhammadiyah. Pendidikan tidak berhenti dan selesai dengan penguasaan ilmu teknologi, melainkan juga mengupayakan kesadaran untuk pelestarian kehidupan.
** **
Saat masih sekolah menegah atas, ibu guruku pernah menyampaikan di depan kelas: “Karena kalian sekolah di Muhammadiyah, maka fikih yang diajarkan ya fikih yang sesuai dengan pendapat Muhammadiyah. Dan harapannya bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi di luar fikih menurut Muhammadiyah, ada banyak pendapat lainnya dengan dasar masing-masing. Fikih itu pilihan untuk diamalkan.”
Fikih itu pilihan untuk diamalkan. Kalimat ini begitu menarik bagiku. Fikih adalah pendapat yang menuntun kepada amal. Esensi fikih adalah petunjuk untuk melakukan amal. Amal, perbuatan, dan ibadah adalah tujuan utama dari fikih. Tentu aneka pendapat adalah keniscayaan. Tetapi yang paling penting dari fikih adalah pengamalan. Jangan sampai berdebat pelik soal fikih tetapi abai dalam pengamalannya.
Di usia yang menginjak 109 tahun, tentu bagiku pribadi, harapannya Muhammadiyah dan anggota-anggotanya dapat melampaui persoalan aneka rupa perbedaan pendapat fikih untuk menghadapi dan menjawab tantangan-tantangan dunia paskamodern. Tentu itu tidak berarti pengabaian dan peminggiran fikih sebagai sebuah kajian ilmiah mencari pendapat yang rajih.
Kontribusi dan amal nyata Muhammadiyah dalam aneka lapangan kehidupan, ukhrawi dan muammalat duniawi, tentu diharapkan dapat terus berlangsung.
Sebagaimana sang surya selalu tanpa lelah menyinari. Kapan Muhammadiyah dapat berhenti berkontribusi dalam amal nyata? Ya, saat matahari telah padam menyinari.
Selamat milad ke-109.