Melabeli anak sebagai anak nakal, hanya akan memperburuk kondisi psikologis anak. Sebab, tak ada anak nakal di dunia ini, kecuali diawali dengan sebuah pelabelan.
Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti, artinya manusia secara terus menerus akan selalu berkembang. Dimana dalam prosesnya dapat dipengaruhi oleh pengalaman atau pembelajaran.
Perkembangan juga berjalan mengikuti pola atau arah tertentu, artinya proses perkembangan terjadi secara teratur dan terstruktur sehingga hasil dari tahap sebelumnya menjadi prasyarat bagi perkembangan selanjutnya.
Tahapan yang sangat berpengaruh terhadap manusia baik secara fisik maupun secara psikologis adalah masa anak-anak. Perkembangan pada anak dapat disebut dengan “golden age” yang artinya perkembangan pada usia tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan pada periode berikutnya hingga anak menjadi dewasa.
Menurut Santrock, periode perkembangan anak terbagi menjadi dua (2), yaitu masa awal anak-anak, dan masa pertengahan dan akhir anak. Periode awal anak adalah periode perkembangan yang merentang dari masa akhir bayi hingga usia 5 atau 6 tahun, dimana dalam periode ini juga sering disebut dengan tahun pra sekolah “pra scholl years”.
Selama masa ini, anak belajar menjadi lebih mandiri, mengembangkan kesiapan untuk sekolah, dan menghabiskan waktu untuk bermain dengan teman sebayanya.
Sedangkan masa pertengahan dan akhir pada anak adalah masa perkembangan yang terentang pada usia sekitar 6 hingga 10 atau 12 tahun. Pada masa ini sering disebut dengan masa sekolah dasar, dimana anak pada usia tersebut sudah menguasai ketrampilan dasar membaca, menulis, dan matematik.
Setiap pertumbuhan dan perkembangan manusia tentunya diikuti dengan tugas perkembangan di setiap masanya salah satunya pada masa anak-anak.
Hurlock mengemukakan beberapa hal yang menjadi tugas perkembangan di masa anak-anak, antara lain: belajar ketrampilan fisik yang diperlukan untuk bermain, membina sikap positif terhadap diri sendiri, belajar bergaul dengan teman sebaya, belajar memainkan peran sesuai dengan jenis kelamin, mengembangkan dasar-dasar membaca dan menulis, mengembangkan sikap objektif baik positif maupun negatif, dan mencapai kemerdekaan atau kebebasan pribadi.
Masa anak-anak, selain dipenuhi dengan aktivitas bermain, mereka juga disibukkan dengan melakukan adaptasi lingkungan, mempelajari hal-hal baru, serta pembiasaan atas tingkah laku yang positif. Tak jarang di temukan juga tingkah laku yang negatif.
Dari dua hal tersebut orang tua harus pintar menyikapi perilaku-perilaku yang muncul pada anaknya.
Berbagai macam respon dapat dimunculkan orang tua dalam menyikapi perilaku anak yang masih belum stabil, ada yang positif ada juga yang negatif. Salah satu contoh respon yang sering ditemukan pada orang tua adalah labeling pada anak.
Labeling adalah suatu kata atau kalimat yang ditujukan untuk menggambarkan tentang keadaan seseorang terkait dengan perilaku, keadaan fisik atau keadaan intelektual.
Dilansir dari laman acpeds, terdapat beberapa alasan mengapa orang tua harus berhati-hati dalam memberi label nakal kepada anak, antara lain:
Pelabelan mengubah cara pandang anak terhadap dirinya sendiri.
Saat orang tua mengatakan anak itu nakal, maka label itu akan menjadi bagian dari identitas anak. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Dr. Brenna Hicks bahwa anak-anak akan mengembangkan dan mendefinisikan perasaan diri mereka dengan memproses apa yang orang lain katakan tentang siapa mereka, apa yang dilakukan, bagaimana bersikap dan sebagainya.
Memberi label dapat membatasi diri anak
Pemberian label baik itu positif maupun negatif dapat memberi dampak yang buruk. Perbandingan terbalik dari label yang diberikan dengan kenyataan yang sebenarnya akan membuat anak lebih membatasi diri, sehingga bukan tidak mungkin akan membuat anak semakin tidak percaya diri dan tidak dapat mengembangkan kompetensi yang ada pada dirinya.
Mengubah cara orang tua memperlakukan anak
Selain mengubah cara berpikir anak terhadap dirinya, label yang diberikan orang tua juga akan memengaruhi cara perlakuan yang akan diberikan kepada anak tersebut.
Mengutip empoweringparents, Teen Expert & Youth Speaker, Josh Shipp mengatakan bahwa ketika seorang anak terus mendengar label negatif yang diberikan orang tuanya, maka ia akan mulai mempercayai label itu.
Anak akan sibuk memikirkan label itu lalu menilai dirinya seperti itu dan bahkan akan bersikap sesuai label yang ia terima. Pertanyannya, apakah kebiasaan seperti ini sudah menjadi budaya di kalangan orang tua?
Melihat dampak yang ditimbulkan tentunya kita tidak berharap hal buruk semacam ini menjadi budaya. Lantas bagaimana yang sudah terbiasa?
Dilansir dari sayangianak.com, terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalisir dan menghilangkan pelabelan negatif pada anak, antara lain:
Pertama, berikan label positif pada anak.
Ketika orang tua selalu memberikan label positif pada anaknya, secara otomatis sang anak akan menilai dirinya dari sisi positif dan akan terus melakukan hal-hal yang positif juga.
Namun perlu diketahui juga jika labeling positif ini masih bisa memberikan dampak berupa sifat keangkuhan atau kesombongan, dimana nanti membuat anak tidak bisa menyadari kekurangannya. Sehingga dapat dikatakan labeling positif ini baik dilakukan asal tidak berlebihan.
Kedua, jangan ragu untuk memuji sikap anak.
Ketika anak bersikap baik, maka orang tua tak perlu ragu untuk memberi pujian. Sebaliknya ketika anak berbuat salah, orang tua bisa menegurnya dengan halus tanpa memberi label yang negatif.
Bentuk pujian yang diberikan oleh orang tua akan memunculkan sebuah kebahagiaan tersendiri bagi anak tersebut, menjadikan si anak akan lebih sering melakukan hal yang membuatnya meraih pujian.
Ketiga, mengganti kata-kata negatif dengan kata-kata yang halus.
Ketika memang labeling negatif menjadi jalan terakhir untuk memarahi anak, maka orang tua harus bisa memilih atau mengganti kata-kata yang buruk dengan kata-kata yang lebih halus. Contohnya, kata bodoh diganti dengan kata tidak bisa atau tidak mampu.
Tidak cukup sampai disitu, orang tua juga berkewajiban untuk memberikan penjelasan jika kata atau kalimat yang diucapkan belum mampu dipahami oleh anak, terlebih lagi agar anak tidak mengulanginya lagi di masa mendatang.
Jika kembali dilihat ke atas, dapat kita pahami bahwa masa perkembangan anak adalah masa yang cukup penting, sehingga anak tidak bisa diperlakukan biasa-biasa saja. Proses pembelajaran, adaptasi, dan pembiasaan yang dilakukan oleh seorang anak menjadi tanggung jawab orang tua untuk selalu mengawasi demi meminimalisir munculnya perilaku yang kurang baik.