Tradisi literasi Arridwan Almaliky tak hanya sekadar slogan. Ia menyublim dalam suasana dan atmosfer, yang terasa di tiap jengkal ruang belajarnya.
Literasi, dalam hal ini, merupakan bentuk lain dari perwujudan Konsep Iqra (ayat pertama yang diwahyukan Allah dalam Al Qur’an). Tepatnya di surat Al Alaq (1-5). Ayat tersebut bisa dimaknai sebagai perintah pada manusia untuk jadi kaum terpelajar.
Maksudnya, kaum yang mampu dan mau membaca, memahami, menghafal, menulis, dan mengimplementasikan ayat-ayat Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari sebagai makhluk sosial.
Melalui Konsep Iqra, literasi bermetamorfosis menjadi sebuah gerakan yang bertujuan mencipta masyarakat terpelajar. Ini sebagaimana dilakukan Nabi Muhammad Saw. dalam melahirkan peradaban ilmu pengetahuan di dunia Islam.
Tradisi literasi sangat berperan krusial dalam membangun peradaban islam. Sebab, mampu mendokumentasikan wahyu (Qur’an) dalam bentuk teks tertulis, sehingga bisa terus dikaji generasi islam di masa berikutnya.
Momentum awal bangkitnya literasi di dunia Islam, berawal dari niat kuat umat Islam mempelajari wahyu dan sunah-sunah Nabi Saw. Sehingga, wahyu yang sebelumnya hanya dihafal dan dicatat di tempat-tempat tertentu, mulai ditulis secara rapi menjadi lembaran mushaf.
Sementara sikap dan lelaku Nabi Muhammad Saw. yang semula berupa contoh secara langsung — dalam perkembangannya dicontohkan melalui para sahabat — kemudian ditulis menjadi lembaran-lembaran hadis.
Diakui atau tidak, tradisi literasi tak pernah bisa dipisah dari dunia peradaban Islam. Sebab, tradisi literasi menjadi satu-satunya wasilah autentik ilmiah yang mampu mengawetkan dan mendistribusikan ilmu pengetahuan, dari zaman ke zaman.
Dalam Muqadimah, buku babon karya Ibnu Khaldun (1332-1406), dijelaskan bahwa budaya literasi memungkinkan masyarakat untuk bisa mengakses informasi yang lebih luas dan mendalam. Selain itu, budaya tersebut memiliki peran besar dalam menyampaikan maksud secara detail.
Dengan akar historis semacam itu, tak heran jika pada Era Keemasan Islam, pusat perkembangan Islam seperti Basrah (Iraq) dan Andalusia (Spanyol), memiliki banyak sekali ilmuwan besar. Sebab, di tiap jengkal tempat, selalu ditemui buku dan perpustakaan.
Kelak, Basrah dan Andalusia melahirkan ilmuwan-ilmuwan besar dari generasi ke generasi. Misalnya, Basrah melahirkan Abul Aswad Ad-Duali (penemu ilmu nahwu). Sementara Andalusia melahirkan Ibnu Malik (ahli bahasa sekaligus pencipta Alfiyah Ibnu Malik).
Tradisi Literasi Ar-Ridwan Al-Maliky
Jika kita berkunjung ke Ponpes Ar-Ridwan Al-Maliky, satu hal yang amat khas adalah suasana dan atmosfer ilmiah yang begitu kental terasa. Di tiap sudut pondoknya, selalu terlihat para santri yang sibuk membaca dan mendiskusikan buku.
Selain identik pondok pesantren Tahfidz, Ponpes Ar Ridwan Al Maliky juga identik dengan tradisi literasi. Ponpes yang terletak di tengah-tengah Kota Bojonegoro tersebut, menjadikan kegiatan membaca sebagai bagian dari denyut nadi kegiatan sehari-hari.
Semangat Konsep Iqra itulah, yang dijadikan landasan Ponpes Ar-Ridwan Al-Maliky sebagai kawah candradimuka para penuntut ilmu agama (Al Qur’an), sekaligus tempat yang amat ramah terhadap giat-giat berbasis edukasi literasi.
Sebagai pondok Qur’an, Ar-Ridwan Al-Maliky memang fokus dan concern terhadap kegiatan para penghafal Al Qur’an. Sehingga, tak heran jika di tiap sudut pondoknya, selalu terlihat santri yang duduk sambil membaca dan menghafal Al Qur’an.
Selain membaca Al Qur’an yang jadi kegiatan inti, para santri juga sangat familiar dengan bermacam giat literasi. Membaca buku ensiklopedi dan mengelola bermacam medium publikasi, sudah jadi makanan sehari-hari para santri.
Literasi, pada akhirnya, menjadi sebuah tradisi yang membudaya bagi para santri Ar-Ridwan Al-Maliky. Sebab, hampir setiap hari, para santri pasti melakukan proses pembacaan. Baik membaca Al Qur’an maupun membaca buku-buku pengetahuan.
Sampai saat ini, Ponpes Ar-Ridwan Al-Maliky memiliki sejumlah unit pendidikan. Di antaranya, MTs Sains Quran Ar-Ridwan dan MA Sains Quran Ar-Ridwan. Kedua lembaga tersebut, menjadikan literasi sebagai nafas yang tak terpisahkan bagi bermacam giat pembelajaran.
Baik level MTs maupun MA, menjadikan giat literasi sebagai nyawa di tiap kreativitas pembelajaran para santrinya. Keberadaan Ruang Mading dan Sainliterasi adalah bukti nyata betapa giat literasi telah menjadi tradisi di Ponpes Ar-Ridwan Al-Maliky.
Tradisi Literasi Ar-Ridwan Al-Maliky adalah upaya menjadikan giat literasi sebagai bagian penting dari proses belajar para santri. Sehingga, kelak para santri terbiasa dan telaten dalam hal membaca.
Tradisi Literasi Ar-Ridwan Al-Maliky juga bukti betapa ayat pertama yang diwahyukan Allah pada Nabi Muhammad Saw. adalah perintah untuk membaca. Artinya, perintah pertama Allah pada manusia adalah Iqra!. Bacalah!.