Toleransi jadi satu-satunya senjata dan keunikan yang dimiliki Indonesia. Jika toleransi memudar, tentu Indonesia bakal kehilangan sesuatu yang penting.
Di mata dunia, Indonesia dikenal luas akan keanekaragamannya. Beragam suku Bangsa, Agama, Budaya, Ras, dan Bahasa saling berbaur menjadi satu. Persatuan di tengah perbedaan inilah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia sejak dahulu.
Tercermin dalam Bhineka Tunggal Ika, perbedaan bukanlah menjadi penghalang tersatukannya individu di nusantara, melainkan perbedaanlah yang mempersatukan kita.
Tapi kenyataannya, isu perpecahan dan intoleransi yang kian marak menjadi faktor pemecah belah suatu bangsa. Belakangan ini negara kita di hantam permasalahan internal, terutama tentang integrasi nasional.
Kurangnya sikap toleransi menjadi pemercik rusaknya kerukunan antar sesama. Beragam kegiatan-kegiatan negatif seperti penyebaran pesan intoleran, isu berbasis rasisme dan ujaran kebencian kian berkembang pesat di sekitaran masyarakat.
Akibatnya berbagai konflik internal pun muncul. Dan hal tersebut lantas memicu terjadinya pergesekan antara kelompok mayoritas dengan minoritas. Sikap merasa benar dan main hakim sendiri lambat laun berujung pada tindakan kekerasan dan fandalisme.
Pada dasarnya intoleransi tidak terbatas pada sikap membenci perbedaan pandangan pribadi saja, intoleransi juga bisa muncul melalui perbedaan latar belakang suku, budaya, bahkan ras sekalipun.
Tidak dapat dipungkiri pula agama sekarang dijadikan politik oleh segerombolan pelaku intoleransi. Perlahan sikap toleransi mulai memudar dari waktu ke waktu. Dan segelintir oknum merasa ingin menang sendiri untuk kepentingan pribadinya.
Sebagai seorang muslim yang cinta damai, salah satu sikap dasar yang harus ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari adalah sikap saling menghargai dan saling menghormati terhadap sesama.
Sejatinya islam mengajak kepada umatnya untuk saling menjalin kehidupan yang harmonis pada manusia lainnya. Dan islam juga selalu menjunjung keadilan bagi siapa saja tanpa memandang apapun latar belakangnya.
Termasuk dalam surat Al-Muntahanah ayat 8 yang berbunyi:
لَا يَنۡهٰٮكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيۡنَ لَمۡ يُقَاتِلُوۡكُمۡ فِى الدِّيۡنِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوۡكُمۡ مِّنۡ دِيَارِكُمۡ اَنۡ تَبَرُّوۡهُمۡ وَ تُقۡسِطُوۡۤا اِلَيۡهِمۡؕ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الۡمُقۡسِطِيۡنَ
Artinya: “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”.
Dari uraian tersebut dapat ditafsirkan bahwa Allah tidak melarang umat Islam dalam kebajikan, menyambung silaturrahim hingga berbuat adil terhadap orang-orang selain islam selagi mereka tidak memerangi kita masalah agama.
Dari hadist bukhari, pada suatu hari Rasulullah SAW pernah ditanya agama manakah yang paling dicintai oleh Allah SWT? Maka beliau menjawab Al-Hanifi’ah As-samhah (yang lurus lagi toleran).
Assamhah berasal dari kata tasamuh yang merujuk pada makna toleransi. Hadist ini sering digunakan sebagai rujukan islam untuk mendukung sikap toleransi.
Dengan berpegang teguh pada pancasila, kita harusnya dapat meningkatkan rasa persaudaraan terhadap sesama, mencegah perpecahan akibat perbedaan adalah tugas kita semua sebagai warga Indonesia demi menjaga keutuhan NKRI.
Hal tersebut dapat diwujudkan dengan menerapkan sikap toleransi di dalam kehidupan sehari-hari sejak dini. Hal-hal sederhana seperti membimbing anak-anak untuk menghargai pendapat orang lain dan mengajarkan mereka untuk tidak diskriminasi suku, agama, dan ras dalam pergaulan adalah sebagai contoh sikap toleransi.
Selain itu, kita bisa memulainya dengan membuka pikiran untuk lebih menghargai dan menerima perbedaan yang ada. Bukankah manusia itu berbeda-beda dengan segala keunikannya?