Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia atau PSSI kembali jadi sorotan. Kali ini akibat kekalahan timnas Indonesia di ajang kualifikasi Piala Dunia dan juga beberapa kejadian rusuh di luar lapangan.
Agaknya Indonesia harus kembali memendam asa untuk tampil di Piala Dunia. Kejadian di dalam maupun luar lapangan saat timnas Indonesia menghadapi Malaysia Kamis (5/8/2019) lalu, jadi indikatornya. Indonesia masih jauh dari kata siap untuk tampil di Piala Dunia.
Timnas sepakbola Indonesia harus mengakui keunggulan Malaysia dalam laga kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia. Bermain di Gelora Bung Karno, Jakarta, Indonesia secara dramatis kalah dengan skor tipis 2-3. Kekalahan yang sungguh menyakitkan dari si musuh bebuyutan.
Harapan para pendukung Indonesia sempat terpupuk di paruh pertama laga. Dua gol dari pemain naturalisasi, Beto Goncalves di babak pertama membuat Indonesia unggul 2-1. Sayangnya, di babak kedua, Garuda tak bisa mempertahankan keunggulan.
Alih-alih menambah keunggulan, gawang Indonesia justru kebobolan dua kali. Bahkan, gol terakhir Malaysia tercipta di menit akhir pertandinga. Sesuatu yang sungguh menyakitkan bagi suporter timnas Indonesia.
Evaluasi besar-besaran tentu harus dilakukan oleh pelatih timnas Indonesia, Simon McMenemy. Buruknya koordinasi antar lini dan stamina yang cepat terkuras di babak kedua jadi catatan hitam timnas Indonesia.
Selain kalah di dalam lapangan, Indonesia juga dapat preseden buruk di luar lapangan. Aksi serangan terhadap suporter Malaysia yang datang ke Gelora Bung Karno dianggap sangat berlebihan. Padahal, Indonesia berencana mengajukan diri jadi tuan rumah Piala Dunia.
Pundit sepakbola Indonesia, Pangeran Siahaan mengatakan jika Indonesia kalah segalanya dari Malaysia. Baik di dalam, maupun luar lapangan.
“Kita (Indonesia) sangat mengecewakan, di dalam dan di luar lapangan,” ungkap Pangeran.
Dalam beberapa video yang tersebar di media sosial, terlihat suporter Indonesia memberikan intimidasi secara verbal maupun fisik terhadap pendukung Malaysia. Indonesia gagal jadi tuan rumah yang baik. Hukuman dari AFC pun menanti.
Tensi tinggi memang selalu menyertai laga Indonesia dan Malaysia. Provokasi dan ejekan tentu jadi hal yang lumrah ketika berada di stadion. Namun ada batasan-batasan yang harusnya tak dilanggar. Seperti kekerasan fisik saat berada di dalam stadion, hingga merebut bendera kebangsaan yang dibawa pendukung Malaysia.
Melakukan banyak hal beresiko tinggi hanya untuk eksis di media sosial itu sangat kekananak-kanakan. Nasionalisme tak sesempit dan tak sesederhana itu.
Evaluasi besar harus dilakukan semua pihak. Baik dari para pemain maupun tim pelatih. Juga PSSI sebagai penyelenggara laga. Sepakbola yang diharap bisa menyatukan, justru jadi alat untuk unjuk kekerasan.
Mimpi untuk tampil di Piala Dunia musti disimpan terlebih dahulu. Untuk saat ini, sudah sewajarnya PSSI fokus benahi segala aspek fundamental dalam sepakbola Indonesia secara menyeluruh.