Malaikat Munkar – Nakir saling pandang. Bingung tak percaya. Ada umat yang siap masuk neraka padahal dia beramal shaleh, dan itupun masih mengucap syukur dengan ikhlas.
Semesta menunduk takzim. Pilu. Sedang mereka satu per satu pergi beranjak. Menuju rumah masing-masing. Satu dua menuju warung kopi sekadar mencari inspirasi.
Sedang dia, ditinggalkan sendiri. Dihimpit dua belah bumi. Tertutup papan-papan kayu. Rapat.
Semerbak bunga kenanga, melati, mawar dan daun pandan memenuhi gundukan. Jagad raya berdo’a agar dia bahagia.
“Assalamu’alaikum, ya ahli kubur,” ucap Malaikat Munkar dan Nakir bersamaan.
Dengan mantap lelaki itu menjawab. Inilah saat-saat paling mendebarkan. Di mana dia akan menerima pertanyaan-pertanyaan yang mudah bagi mereka yang bertakwa. Dan sulit bagi mereka yang kafir.
” Man rabbuka” Malaikat Nakir tegas bertanya.
Sedang di tangan kedua malaikat itu tergenggam dua senjata. Siap-siap untuk menyiksa apabila dia salah mengucap kata.
“Allah… Allah… Allahu rabbi, Allah Tuhanku ,” jawab lelaki itu gemetar.
Pertanyaan-pertanyaan melesat dengan cepat seperti rintik hujan. Menyambar tanpa jeda bak halilintar. Namun lelaki itu tetap kokoh.
“Maaf, wahai Ulama Besar. Ulama yang tak pernah alfa beribadah pada Pemilik Semesta. Yang selalu mencari ridha-Nya di setiap hembusan nafas. Yang tak pernah lupa akan sesama. Yang mengasihi walau disakiti. Yang mencintai meski dibenci. Ini perintah Tuhanmu…”
Hening, Malaikat Munkar tidak melanjutkan pernyataannya. Sedang ulama itu debar-debar menunggu hasil ujiannya. Ujian pertanyaan-pertanyaannya.
“Kamu masuk neraka,” sambung Malaikat Nakir.
“Alhamdulillah,” ucap ulama itu penuh gembira.
Malaikat Munkar dan Nakir saling pandang. Bingung tak percaya. Satu-satunya umat yang masuk neraka padahal dia beramal shaleh dan mengucap syukur dengan lapang dada.
“Bolehkah saya meminta sesuatu pada Tuhanku?” Tiba-tiba ulama itu mengajukan permintaan.
“Apa permintaanmu?” Tanya Malakait Nakir menyelidik.
“Aku ingin tubuhku dijadikan besar sebesar neraka yang diciptakan Allah.”
“Mengapa demikian?” Tanya Malaikat Munkar penasaran.
“Agar hanya aku yang masuk neraka. Agar hanya aku yang tersiksa. Jangan mereka. Jangan saudaraku. Biarkan aku yang terluka jika memang itu perintah Tuhanku. Aku ikhlas selama Rabbku memberikan ridha.”
Hening. Dua malaikat itu pamit untuk menemui Sang Kuasa. Bertanya akan langkah selanjutnya.
“Wahai malaikat, sesungguhnya hambaku itulah yang Aku cintai. Yang Aku kasihi. Aku hanya menguji kecintaannya padaKu.
Dia tak pantas masuk neraka. Dia hambaKu yang bertakwa. Yang mencintaiKu karena ridhaKu bukan karena surgaKu.
Yang mencintai sesama hambaKu. Bahkan dia rela masuk neraka tapi tidak kuasa melihat saudaranya yang lain juga tersiksa. Dia mempunyai cinta yang begitu sempurna. Masukkan dia dalam surgaKu.”
Tuban, Jum’at 13 Maret 2020