Laki-laki harus doyan makan sambel biar kuat menghadapi pedasnya kenangan buruk hidup, dan siap menakhodai kapal menuju masa depan.
Ngobrolin kuliner tentu tak pernah ada habisnya, juga tidak membosankan. Bagaimana tidak? Mendengar kata kuliner saja bisa menggugah nafsu perlahapan kita. Nguliner, istilah sangat milennial yang sering kali digembar-gemborkan orang.
Nguliner lalapan tanpa dibersamai sambal tentu akan terasa jomblo hambar sekali. Sama kayak cewek yang jalan sendirian, pasti dikira jomblo. Padahal emang iya hehei.
Sambal menjadi incaran utama di meja makan bagi sebagian kalangan. Tidak peduli siapapun itu; pejabat, konglomerat, atau orang biasa— semua suka dan cinta pada sambal.
Meski kadang hargai cabai seperti emas, masyarakat tak akan meninggalkan sambal dalam menghidangkan makan. Harga berapapun akan diterobas. Meski belakangan ini harga kebutuhan pokok kian melonjak, cabai akan selalu diburu untuk dijadikan menu pokok.
Nabs, nyambel seringkali dijadikan simbol kedewasan seseorang, khususnya perempuan-perempuan. Ia dikatakan dewasa apabila sudah bisa nyambel. Yaiyalah, nyambal aja bisa, apalagi menyambal hidup bareng kamu, iya kamu..
Tak heran, nyambel jadi semacam syarat sekaligus keharusan dalam sajian menu di segala penjuru nusantara. Menyinggung sambel, tentu berkait secara realistis dengan ragamnya sumber daya alam yang tersedia, baik hewani maupun nabati.
Sambel merupakan perkara yang berkaitan erat dengan dunia perdapuran. Di mana, seringkali identik sebagai istana para perempuan. Meski kenyataannya, banyak pula lelaki yang memilih berkarir di sana.
Nabs, sambel menjadi simbol. Seorang wanita dikatakan dewasa saat bisa menyambal. Sebab, tak semua remaja atau wanita-wanita masa kini lihai mendendangkan ulekan. Selain tidak mudah dilakukan, juga resiko berlumur air mata. Ya kayak kamu pas nangis gitu.
Dalam proses nyambel, banyak rintangan dilalui, tak jarang disertai derai air mata juga. Nyambel sering jadi hal yang menakutkan, sebab harus bisa menahan perihnya cabai layaknya menahan perihnya hidup.
Bukan hanya hidup yang mendatangkan perih, tangis, tawa, sedih, senep atau nelangsa. Nyambel juga begitu. Dalam prosesnya, tak ada proses nyambel yang bisa diraih secara cuma-cuma.
Sebab banyak rintangan yang harus dilewati terlebih dahulu. Seperti, mata perih, panas, tangan kasar, juga tangan akan lomboken berjam-jam jika kadar kepedasan cabai benar-benar ekstra hot.
Apalagi jika seusai nyambel, sambel yang diharap-harapkan, cita rasanya mbleset dari yang kita kira. Alias tidak mampu memuaskan mereka yang menikmatinya. Entah keasinan atau kurang asin.
Di situlah keunikan sambel. Tanpa asinnya garam, manisnya gula, pedasnya cabai, dan gurih-getirnya bawang, semua tidak akan menyatu padu menjadi sambel yang lezat.
Sambel tanpa terasi dan tomat juga akan hambar. Seperti hidupmu tanpa masalah, akan terasa hambar tanpa ada tantangan yang harus dihadapi.
Maem Sambel dan Optimisme
Memakan sambel adalah sebuah keberanian yang optimistis. Sebab apa? Di tengah-tengah pedasnya sambal, kita selalu percaya sambel akan menguatkan mental seseorang. Berani pedas maka ia kuat.
“Laki-laki harus berani mencoba sambal pedas biar kuat menjalani hidup, laki-laki kok nggak doyan sambel” Sejuta ibu telah mengatakan hal demikian.
Ya, laki-laki harus doyan makan sambel biar kuat menghadapi pedasnya kenangan buruk hidup, dan siap menakhodai kapal menuju masa depan.
Buat kamu lelaki yang tidak doyan sambal, hal ini akan menguntungkan ibu atau istrimu. Sebab mereka tak perlu repot berpayah-payah nyambel demi kamu. Selain itu, pengiritan akan kian terealisasi. Hehheii
Buat para perempuan, jangan disimpulkan lelaki yang tak doyan sambal selalu ngajak ngirit biaya rumah tangga lho. Sebab, bisa jadi, ada hal lain yang lebih disukainya. Misalnya, lebih suka kamu dibanding sambel. Hahaha
Alasannya jelas: tanpa makan sambal dia sudah bisa merasakan pedasnya omonganmu, manisnya senyumanmu, bahkan mampu merasakan hambarnya hidup sambel tanpa kamu cabai haha.