Berawal dari rasa suka pada sholawatan ala Habib Syekh, Al-Khabiburosul pun berdiri di Sugihwaras.
Sholawat ala Habsy, atau sholawatan gaya Habib Syekh Bin Abdul Qodir Assegaf, memang jadi subkultur baru di dunia sholawatan. Sholawat yang juga dikenal dengan sebutan Syekher itu booming pada 2015.
Grup sholawat Al Khabiburosul dari Kecamatan Sugihwaras lahir dari kecintaan pemuda-pemuda setempat pada sholawatan ala Habib Syekh. Dari sana, mereka mendirikan jama’ah sendiri. Entah besar maupun kecil.
Dengan niat dan tekad yang kuat. Para pemuda yang cinta sholawatan itu tak hanya mau menonton saja. Namun, mereka ingin menciptakan grup sholawat dengan beberapa temannya.
Alasannya, melihat beberapa acara yang ada di sekitar lingkungan, yang tampil justru grup sholawat dari eksternal desa, bukan dari internal desa. Dari sanalah, mereka kepikiran mendirikan grup sholawat.
Dari beberapa ide para pemuda dan kegigihannya, jerih payah pasti berbuah manis. Akhirnya berdirilah Hadrah Al-Khabiburosul Desa Glagahan Kecamatan Sugihwaras, tepat 24 Januari 2015. Usaha yang sungguhan pasti hasilnya juga akan maksimal. Walaupun ada beberapa hal yang sulit untuk dikendalikan. Para pemuda itu berhasil mendirikan hadrah itu.
Adanya Hadrah bukan sekedar eksisntensi dan suka sholawat saja. Personil Hadrah juga ingin melihat masyarakat sekitar senang. Karena, memfasilitasinya dengan hadrah ini. Dan bisa bermanfaat saat acara. Tidak selalu mendatangkan hadrah dari luas kecamatan maupun desa. Inilah cara berbuat baik dengan mudah.
Kitanda, salah satu personil Hadrah Al-Khabiburasul menjelaskan, para personil ini mempunyai angan-angan, berdirinya hadrah ini agar masyarakat senang. Dan bisa memfasilitasi masyarakat ketika ada acara, seperti hajatan, khitanan. Begitu juga tidak perlu mendatangkan dari luar. Sebab, sekeliling kita sudah ada, dan upaya memaksimalkan para pemdua.
“Masyarakat pasti akan senang. Ketika melihat ada beberapa pemuda yang tetap mensyiarkan sholawat. Dan para warga jika ada hajatan tanpa harus mengundang grup dari luar,” ucap Kitanda.
Pendirian grup hadrah memang sedikit mudah. Tapi, yang lebih menegangkan adalah mempertahankan keberadaannya itu. Jika ada kegiatan, grup itu sudah dipastikan hidup. Bahkan sangat masif. Berjalan 2 tahun, di tengah-tengah perjalanannya bukan semacam membalikkan tangan. Para personil kebingungan mencari alat hadrah. Pada saat itu alat masih pinjam. Apalagi jarang sekali yang bisa bermain hadrah, pada saat itu.
Dibalik kebingungan mencari alat, undangan atau job sangat lancar. Tidak hanya undangan saja. Melainkan, rutin setiap malam jum’at pembacaan maulid dziba’ maupun simturdhuror. Pada awal 2018, kondisi grup sedang tidak baik-baik saja. Ada kendala personil, dan lain sebagainya.
Para personil mulai hilang, sebab tuntutan bekerja. Dan tidak bisa ikut secara full. Itulah yang membuat Hadrah Al-Khabiburosul berhenti hingga 2 tahun, 2018-2019. Berhentinya bukan harus nganggur, tidak melakukan apa-apa. Tetapi, para personil membuka tempat untuk latihan hadrah.
2020 awal, rutinan berkembang secara pesat. Di setiap Musholla, dan Madin sekitar desa. Apalagi generasi baru pasti semangat. Tidak akan ada kata menyerah. Undangan demi undangan berdatangan, dari tentangga.
“Kami biasa diundang di hajatan seperti itu. Tapi, tidak melulu pernikahan. Juga kerap diundang acara pengajian, ulang tahun, dan masih banyak lagi. Perjuangan menghidupi sholawat, yakin tak akan sia-sia,” tegasnya.