Kandungan pahit dan manis di dalam biskuit Oreo memang seperti hidup. Tapi sialnya, hidup tak bisa dinikmati serupa menikmati biskuit Oreo. Hidup tak bisa diputar, dijilat dan dicelupin sekehendak hatimu.
“Andaikan waktu bisa kuputar kembali” — kau tak asing dengan penggalan lirik lagu yang dipopulerkan Nazia Marwiana, yang sempat viral karena jadi backsound aplikasi tik tok dengan versi remix tersebut.
Tapi, andaikan benar waktu bisa berputar kembali, dan semua dapat dimulai lagi dari nol seperti pertamina, mungkin kau akan mengulang hal indah dan mengubah sesuatu yang seharusnya indah menjadi benar-benar indah.
Seperti 5 tahun lalu, saat kau mengenalnya untuk pertamakali. Seseorang yang sampai saat ini, belum bisa keluar dari pikiranmu. Padahal, dulu saat dia berupaya mengejarmu, kau tak menoleh sedikitpun.
Memang kadang, sesuatu baru bisa kita rasakan saat sudah kehilangannya. Mungkin saat dia memutuskan untuk menyudahi sesuatu yang kau gantung, dia sudah merasa cukup dan amat lelah. Kelelahan yang sialnya, silap dari perasaanmu.
Sampai akhirnya kau dan dia terbiasa asing dengan diri masing-masing. Dan seiring berjalannya waktu, kau menyadari kepergiannya dan merasa kehilangan. Tepat saat itu, entah apa yang merasukinya tiba tiba dia menghubungimu dan bertanya tentang kabarmu.
Bagaimana bisa, padahal dulu kau kerap mengabaikannya. Tapi dia masih dengan santainya bertanya tentang kabarmu. Hatimu memang lemah, bisa merasakan desiran hebat hanya karena disapa sama dia. Tapi dia datang membawa kabar yang entah layak dibilang kabar baik atau kabar buruk.
Dia asik bercerita padamu tentang rumah yang baru saja dia bangun. Secercah harapanmu untuk bisa membersamainya pun hancur seketika. Saat itulah, kau ingat hobimu yang suka makan biskuit Oreo. Sekaligus ingat hal-hal pahit yang manis sekaligus perihal manis yang amat pahit.
Kau suka makan biskuit Oreo. Biskuit yang mengandung rasa pahit dan manis secara bersamaan. Seperti halnya hidup, Oreo punya kandungan pahit dan manis yang khas. Yang membuatmu suka memakannya sejak dulu.
Kandungan pahit dan manis di dalam biskuit Oreo memang seperti hidup. Tapi sialnya, hidup tak bisa dinikmati serupa menikmati biskuit Oreo. Hidup tak bisa diputar, dijilat dan dicelupin sekehendak hatimu.
Kau sempat ingin memutar waktu agar bisa kembali ke momen saat pertamakali menemuinya. Lalu melakukan hal-hal yang harusnya kau lakukan, alih-alih kau abaikan.
Tapi, lagi-lagi, hidup tak semudah makan biskuit Oreo. Hidup hanya bisa dirasakan manis dan pahitnya saja, tapi tak bisa diputar, dijilat dan dicelupin sesuai kehendak kepala dan hati kita.
Kau berupaya merela, namun tidak dengan perasaanmu padanya, rasa itu masih tetap sama, bahkan dia tak bisa hilang dari kepalamu. Mungkin ini terdengar sedikit lebay. Tapi entahlah, hatimu memang aneh. Sekeras apapun melupa, tetap ingat dia.
Pelan-pelan, kau mulai mampu mengikhlaskan ke-tak-jodoh-an-mu dengannya. Mengikhlaskan kebodohanmu di masa lalu yang menyia-nyiakan dia. Hatimu perlahan mulai legowo. Mulai tak terlalu memikirkannya.
Dan dengan kesialan atau kemujuran entah apa, tiba-tiba dia datang meminta hatimu kembali, berusaha merobohkan dinding pertahanan yang, secara membabi-buta, sudah kau bangun kokoh.
Tapi tiba-tiba dia memintamu untuk menjadi rumahnya. Memintamu dengan cara yang membuatmu ingin merobohkan hatimu kembali.
Kau langsung ingat biskuit Oreo. Biskuit berasa pahit dan manis yang mirip kehidupan. Dan kau langsung ingat jika Oreo bisa diputar, dijilat dan dicelupin; yang sialnya hidup tak bisa di-setting demikian. Kau tak boleh terlalu terbuai dengan kata manisnya.
Hatimu harus lebih kuat, kau tak bisa menerimanya begitu saja. Sebab, dia masih ada seseorang yang menunggunya untuk pulang. Kau harus dewasa. Kau harus mengalah. Sudahlah, kalian harus kembali terbiasa asing dengan kebisingan masing-masing.