Jurnaba
Jurnaba
No Result
View All Result
Jurnaba
Home Cecurhatan

Bahagia Di Balik Nisan Konstitusi

Dicky Eko Prasetio by Dicky Eko Prasetio
31/12/2020
in Cecurhatan
Bahagia Di Balik Nisan Konstitusi
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan Ke WA

Setidaknya ada dua alasan mengapa kita harus tetap bahagia dengan segala  keruwetan tata negara dan hukum di Indonesia. 

Tahun 2020 telah mencapai ujungnya. Tahun di mana segenap dinamika dan peristiwa tersaji dalam hari demi hari. Rintikan hujan akhir tahun seakan mengisahkan betapa peliknya praktik demokrasi serta eksistensi negara hukum di bumi pertiwi ini.

Belum selesai dengan duka pandemi COVID-19, yang hingga akhir tahun masih tinggi perkembangannya, sepanjang tahun 2020 nyatanya prinsip-prinsip negara hukum terutama ketaatan terhadap konstitusi menjadi suatu ‘potret kelam’ terhadap negara yang ‘katanya’ telah melakukan geliat reformasi pada tahun 1998 lalu.

Di tahun 2020, semangat reformasi 1998 seakan hanya menjadi slogan, terlebih lagi praktik empirik menunjukkan adanya orientasi ‘jauh panggang daripada api’.

Dengan demikian, semangat reformasi 1998, prinsip negara hukum, serta demokrasi masih dilaksanakan secara parsial, bahkan seolah-olah semua penuh dengan rekayasa oligarki sehingga rakyat hanya menjadi penonton yang menyaksikan suatu ‘dramaturgi demokrasi’.

Terlebih, praktik demokrasi dan hukum di tahun 2020 ini telah mencacati dan ‘memperkosa’ konstitusi sebagai the supreme law of the land.

Teralineasinya nilai konstitusi dalam praktik bernegara di tahun 2020 ini sejatinya dapat digeneralisasi dalam dua aspek, yaitu aspek pembuatan hukum (law making process) dan penegakan hukum (law enforcement).

Sejatinya, dalam praktik pembuatan dan penegakan hukum di tahun 2020 ini, nilai konstitusi seperti ‘gadis perawan’ yang sedang ‘diperkosa dan dilecehkan’ oleh pria hidung belang berupa kekuasaan dan kepentingan praktis para pemodal.

Dalam hal ini, pameo, ‘hukum tumpul ke atas, tapi tajam ke bawah’ masih menjadi sesuatu yang eksis.

Entah karena sudah ‘mendarahdaging’ sebagai karakter bangsa ataukah merupakan suatu rekayasa elit supaya pameo tersebut tetap eksis?. Entahlah.. biarlah waktu yang menjawabnya.

Pada aspek pembuatan hukum, di tahun 2020 terdapat tiga undang-undang yang nota bene disahkan secara ‘ugal-ugalan’, serampangan, bahkan mengabaikan amanat konstitusi.

Tiga undang-undang tersebut adalah Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, serta yang paling fenomenal Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Ketiga Undang-Undang tersebut dibangun dengan narasi sederhana, ‘atas dan demi kepentingan rakyat’. Namun yang menjadi pertanyaan, ‘kepentingan rakyat yang mana dan seperti apa?’ yang sampai sekarang belum dapat dijawab secara presisi. Tapi jika ‘kepentingan rakyat’ yang dimaksud adalah kepentingan para oligarki, pemodal, dan para pengusaha, mungkin juga dapat dibenarkan. Toh, mereka semua adalah bagian dari rakyat. Meskipun, entah rakyat dari jenis apa.

Ketiga Undang-Undang tersebut sejatinya berada dalam suatu ‘tarikan napas’, baik dalam aspek tujuan, urgensi, hingga orientasi. Ketiga Undang-Undang itu hanya dibuat untuk ‘segelintir’ rakyat yang memiliki hubungan kekuasaan.

UU Pertambangan Mineral dan Batubara misalnya, dibuat untuk mempermudah investor dalam mengeksplorasi dan mengeksploitasi tambang secara simultan, termasuk mempermudah proses dan perizinan administratif.

Selanjutnya, untuk memberikan ‘stempel’ absah secara hukum, UU Perubahan Ketiga atas UU Mahkamah Konstitusi berorientasi pada barter politik, yang mana hakim konstitusi menjadi diperpanjang masa jabatannya, jelas sesuatu yang jauh dari kata substantif karena dengan memperpanjang jabatan hakim konstitusi ada nalar supaya kekuasaan eksekutif dan legislatif bisa mendapatkan ‘auto constitutional stamp’ atas berbagai produk hukum yang dikeluarkan, sekalipun bernalar hagemonik dan despotik.

Hal tersebut juga ‘sejalan’ dengan UU Cipta Kerja yang senngaja disahkan meskipun ada polemik, konflik, dan penolakan di sana-sini. Maka tak heran, jika ada yang menyebut UU Cipta Kerja sebagai ‘UU Tik-Tok’ yang berarti bahwa ‘UU yang banyak dikritik, tapi ujung-ujungnya diketok’.

Hal ini dikarenakan proses penyusunan UU Cipta Kerja sangat cepat, kilat, ‘ugal-ugalan’, dan berpotensi melemahkan nasib pekerja (buruh), tidak berorientasi pada pembangunan berkelanjutan, hingga tidak sesuai dengan asas, teori, serta praktik pembentukan peraturan perundang-undangan.

Oleh karena itu, wajar jika UU Cipta Kerja sering disingkat sebagai UU Ciptaker, yang bukan berorientasi pada aspek Cipta Kerja namun di sisi lain justru berpotensi pada Cipta Kerusuhan.

Potret pembuatan hukum yang ‘amburadul’ di tahun 2020 tersebut juga terjadi dalam aspek penegakan hukum. Penegakan hukum juga cenderung dilaksanakan secara parsial, simbolik, dan bersifat ‘tebang-pilih’.

Contohnya, penegakan hukum protokol kesehatan yang berbeda antara satu orang dengan yang lain. Pelanggaran protokol kesehatan oleh anak pejabat dianggap sebagai sebuah hal yang ‘lumrah’ sedangkan yang non-anak pejabat diancam dengan hukuman ini dan itu. Tentu, hal itu menjadi suatu ironi dan tentunya harapan kita di 2021 semoga momentum seperti itu dapat kita minimalisasi.

Harus Bahagia
Terlepas dari problem pembuatan dan penegakan hukum di 2020 ini setidaknya kita harus bahagia melihat berbagai fenomena tersebut.

Mengapa kita harus bahagia, setidaknya penulis akan membeberkan dua alasan mengapa kita harus bahagia dengan problematika seperti itu. Pertama, kita bahagia karena kita mengetahui suatu kesalahan. Karena barangsiapa yang mengetahui suatu kesalahan ia dapat melakukan yang terbaik dari suatu kesalahan tersebut.

Intinya, di tengah carut-marut pembuatan dan penegakan hukum di tahun 2020 ini kita masih punya harapan untuk memperbaikinya di tahun 2021. Karena suatu kekurangan dan kesalahan tidaklah lantas selalu kita cari siapa yang menjadi ‘kambing hitamnya’. Kita harus bijak, bahwa setiap kesalahan pasti menyisakan harapan serta upaya untuk memperbaikinya. Ke depan kita perlu bahagia menyambut 2021 dengan segenap ide, gagasan, serta pemikiran yang mampu menanggulangi problematika hukum di tahun 2020 ini.

Kedua, kita harus bahagia karena masih diberi umur panjang, nikmat kesehatan, serta kenikmatan untuk ‘berpikir jernih’ melihat berbagai problem hukum di negara ini. Dengan nikmat berpikir jernih ini, maka kita dapat mengevaluasi, mengkritisi, serta menawarkan solusi di 2021 nanti.

Oleh karena itu, terkait ‘gonjang-ganjing’ pembuatan serta penegakan hukum di tahun 2021 kita harus bahagia dalam menyikapinya. Bahagia bukan karena merayakan ‘kezaliman’ yang tampak di depan mata. Namun suatu kebahagiaan untuk selalu berbuat, bertindak, serta berpartisipasi dalam mengawasi dan mengkritisi cara berhukum bangsa ke depannya.

Tersimpan sebuah ‘cita-cita’ kecil dari tulisan ini supaya di tahun 2021 nanti, kita dapat menerapkan suatu kaidah fiqih yang menyatakan bahwa, “al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah” yang artinya, berupaya menjaga nilai baik di tahun 2020, namun tidak lupa melakukan pembenahan dan perubahan yang lebih baik di tahun 2021 nanti. Semoga….

Penulis merupakan ‘perenang’ di samudera keilmuan. Senang menulis, terutama terkait bidang kajian hukum tata negara, politik, serta hak asasi manusia.

Tags: Sayembara JurnabaSayembara Nulis BahagiaSayembara Nulis Bahagia 2020

BERITA MENARIK LAINNYA

Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan
Cecurhatan

Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan

16/05/2022
Bukan Tutorial Move On Bagi Yang Patah
Cecurhatan

Bukan Tutorial Move On Bagi Yang Patah

15/05/2022
Cegah Pungli dan Gratifikasi, Bapenda Bojonegoro mulai Terapkan Cashless
Cecurhatan

Cegah Pungli dan Gratifikasi, Bapenda Bojonegoro mulai Terapkan Cashless

14/05/2022

REKOMENDASI

Hiperrealitas Norma dalam Film KKN Desa Penari

Hiperrealitas Norma dalam Film KKN Desa Penari

17/05/2022
Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan

Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan

16/05/2022
Bukan Tutorial Move On Bagi Yang Patah

Bukan Tutorial Move On Bagi Yang Patah

15/05/2022
MotoGP Mandalika dan Dampak Positif Bagi Perekonomian NTB

MotoGP Mandalika dan Dampak Positif Bagi Perekonomian NTB

14/05/2022
Cegah Pungli dan Gratifikasi, Bapenda Bojonegoro mulai Terapkan Cashless

Cegah Pungli dan Gratifikasi, Bapenda Bojonegoro mulai Terapkan Cashless

14/05/2022
Serba Serbi Akhir Ramadhan Hingga Awal Lebaran

Serba Serbi Akhir Ramadhan Hingga Awal Lebaran

13/05/2022

Tentang Jurnaba - Kontak - Squad - Aturan Privasi - Kirim Konten
© Jurnaba.co All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • HOME
  • PERISTIWA
  • KULTURA
  • DESTINASI
  • FIGUR
  • CECURHATAN
  • ALTERTAINMENT
  • FIKSI AKHIR PEKAN
  • SAINSKLOPEDIA
  • TENTANG
  • KONTAK

© Jurnaba.co All Rights Reserved