Maula Sayyidi Syekh Aḥmad bin Muḥammad bin Ajibah Al-Ḥasani atau Sayyid Ibnu Ajibah (1747–1809 M), merupakan Mufasir (ahli Quran), Mushonif (ulama penulis), dan Sufi (pembesar tasawuf) yang dikenal sebagai Waliyullah dari Kota Tetouan Maroko.
Ada banyak Wangsa Sadah (keturunan Nabi Muhammad SAW) di dunia ini. Mereka fokus pada keilmuan, bersikap tawadhuk, dan tak pernah memanggungkan identitasnya. Mayoritas hanya mau disebut “Syekh”, “Imam”, atau bahkan tanpa titel apapun untuk menjaga tawadhu’itas-nya. Contohnya adalah Ibnu Ajibah.
Sayyid Ibnu Ajibah figur Allamah yang lengkap. Ia masyhur ahli fiqih dan mufasir (ahli Quran). Namun di saat yang sama, ia juga lebih dikenal sebagai seorang pembesar tasawuf. Dan itu bukan sekadar julukan. Tapi dibuktikan dengan banyaknya karya di bidang tersebut.
Baca Juga: Edisi Khusus Biografi Wangsa Sadah atau Seri Biografi Ulama Aswaja lainnya.
Sayyid Ibnu Ajibah figur ulama yang mempopulerkan konsep Nahwu Sufistik. Di antara banyak karya tulisnya, ia menulis sebuah kitab Syarah Jurumiyah dengan pendekatan melalui kaidah sufistik. Inilah satu di antara karya fenomenal Sayyid Ibnu Ajibah yang mampu memperluas paradigma keilmuan Islam.
Keluarga Ajibah
Ahmad Ibnu Ajibah lahir dari keluarga ulama. Ayahnya bernama Muhammad Ibnu Ajibah (w.1781 M), seorang alim pada zamannya. Ibunya bernama Sayyidah Rohmah. Keduanya keturunan Sayyidina Hasan. Lewat jalur ayah dan ibunya, Ibnu Ajibah bernasab lurus sampai Sayyidina Hasan. Ini alasan nisbat Al-Hasani berada di belakang namanya.
Keluarga Ajibah dikenal sebagai keluarga Para Wali. Ibnu Ajibah mempunyai kakek canggah bernama Abdullah bin Ajibah, seorang Wali Besar yang makamnya berada di Anjara, Tetouan. Kakek buyutnya bernama Husein Al-Hajuji bin Ajibah, yang dikenal mempunyai banyak karamah. Sementara kakeknya pas, bernama al-Mahdi bin Ajibah, figur yang masyhur ulama berbudi luhur.
Sayyid Ibnu Ajibah memiliki seorang putri bernama Sayyidah Zahra Ibnu Ajibah. Putrinya itu menikah dengan Sayyid Muhammad Shiddiq Al Ghumari. Dari pernikahan putrinya itu, kelak Sayyid Ibnu Ajibah dianugerahi banyak cucu yang masyhur sebagai para kutub keilmuan Islam abad 20 M dari Maroko.
Di antara cucu-cucu Sayyid Ibnu Ajibah adalah; Sayyid Ahmad Shiddiq Al Ghumari, Sayyid Abdullah Al Ghumari, Sayyid Abdul Aziz Al Ghumari, Sayyid Muhammad Zamzami Al Ghumari, Sayyid Abdul Hay Al Ghumari. Mereka semua dikenal secara ilmiah, sebagai Waliyullah abad 20 M.
Proses Belajar Ibnu Ajibah
Sayyid Ibnu Ajibah bergelut dengan ilmu sejak kecil. Melalui bimbingan ayah dan ibunya, ia dikenalkan dengan Al Quran. Ia tumbuh sebagai anak yang senang belajar. Setelah belajar dasar agama dari kedua orang tuanya, Ibnu Ajibah kian bersemangat menuntut ilmu.
Kota Tetouan, tempat kelahirannya, menjadi saksi atas ketekunan beliau dalam menuntut ilmu. Ia berguru pada para Alim Allamah seperti Sayyidi Ahmad Al Rasya, Sayyidi Abdul Karim Qurays, Sayyidi Muhammad Warzazi, Sayyidi Muhammad Ghaylan, Sayyidi Muhammad Wuraykili, hingga Sayyidi Muhammad Januwi al-Hasani.
Setelah gurunya yang bernama Sayyidi Muhammad al-Januwi meninggal, Ibnu Ajibah memutuskan hijrah ke Kota Fes untuk kembali menuntut ilmu. Di sana, ia belajar khusus ilmu hadits kepada pakar ilmu hadist yang bernama Sayyidi Muhammad al-Tawali.
Tak berhenti di situ. Setelah menguasai fan keilmuan Fiqih, Quran, dan Hadits, Ibnu Ajibah memutuskan untuk belajar ilmu tasawuf. Di Kota Fes, kala itu sedang berkembang gerakan tasawuf. Khususnya Tarekat Syadziliyah Darqawiyah.
Untuk diketahui, Darqawiyah adalah cabang dari Tarekat Syadziliyah. Tarekat ini digagas sufi besar bernama Sayyidi Syekh Muhammad Arobi Al Darqowi Al-Hasani (Sayyid Al Darqowi). Ciri khas Tarekat Darqowiyah mengapresiasi kombinasi tasawuf dan fiqih. Sebuah karakter yang kelak identik Sayyid Ibnu Ajibah.
Setelah keberhasilan Ibnu Ajibah melewati proses tarbiyah, serta menguasai tasawuf batin dengan baik, beliau kemudian mendapat kelayakan untuk menyampaikan dakwah tasawuf dan diangkat menjadi seorang mursyid dalam Tarekat Darqawiyyah Syadziliyah.
Dengan keberhasilan tersebut, Ibnu ‘Ajibah mulai berdakwah dengan pergi ke desa-desa dan perkotaan di kawasan utara Maroko. Dakwahnya sampai ke Kota Rabat (Ibu kota Maroko saat ini), Sale, dan kota-kota lainnya di Maroko.
Karya Sayyid Ibnu Ajibah
Meski dikenal sebagai pembesar sufi dan ahli tasawuf, Ibnu Ajibah juga masyhur sebagai seorang faqih yang ahli tafsir. Ibnu Ajibah ulama yang sangat produktif menulis. Hampir setiap disiplin ilmu pernah ia tulis dalam bentuk karya tulis. Produktivitasnya dalam menulis, hampir mencapai lima puluh karya dari berbagai disiplin ilmu keislaman.
Tak heran, selain dikenal sebagai Waliyullah, ia juga diakui secara konsensus sebagai ulama fakih, muarrikh (pakar sejarah), muqri’ (ahli qiraat), hingga mufasir. Sayyid Ibnu Ajibah telah menulis kitab tafsir, hadis, fiqih, dan bahasa. Namun yang mendominasi adalah karya tentang ilmu tasawuf.
Total kitab yang ditulis Sayyid Ibnu Ajibah berjumlah lebih dari 45 kitab, ada yang berjilid besar, ada yang berukuran sedang, dan ada pula berjilid kecil. Itu belum termasuk naskah-naskah yang belum sempat dicetak.
Di antara karya terkenalnya adalah; Kitab Al-Bahr Al-Madid (Tafsir Ibnu Ajibah); Iqadzul-Himam Syarhul-Hikam; Hâsyiyah Ala Mukhtashar Khalîl; Risâlah Fi al-Aqâid Wa al-Shalât; Tashîl al-Madkhal Li Tanmiyati al-Amal Bi an-Niyyati as-Shâlihati ‘Inda al-Iqbâl; Salku ad-Durûr Fi Dzikri al-Qadhâ’ Wa al-Qadar; dan banyak lagi yang lainnya.
**Disusun dan diolah dari berbagai sumber