Lagu bertema perlawanan di Indonesia amat sangat banyak. Baik yang menyampaikan pesan perlawanan secara tersirat maupun tersurat. Namun ada juga sebuah lagu perlawanan yang bukan hanya sekadar kritik terhadap penguasa. Perlawanan yang apik, elegan, dan tidak vulgar.
Akhir-akhir ini, lagu dari kelompok musik folk dari Kota Pahlawan ‘Silampukau’ sering saya dengar dan mencoba menaruh perhatian lebih terhadap lirik lagunya. Tidak akan pernah terlupa, proses mengenal kelompok musik Silampukau ketika rutinan di Maktabah bersama Mas Rizki dan Rian.
Lirik lagunya keren-keren wabilkhusus beberapa lagu di album Dosa, Kota, dan Kenangan (DKK). Salah satu di antaranya sebuah lagu bertajuk Bola Raya.
“Kami rindu lapangan yang hijau/Harus sewa dengan harga tak terjangkau/Tanah lapang kami berganti gedung/Mereka ambil untung, kami yang buntung.” Cuplikan lirik lagu bertajuk Bola Raya tersebut, menggambarkan fenomena penggusuran yang marak terjadi di bumi pertiwi.
Dan kerinduan orang-orang urban maupun rural wabilkhusus yang ada di Surabaya dan sekitarnya, akan lapangan bola tempat bermain, berdialektika, ngarit plus angon, dan lain sebagainya. Hal tersebut terjadi karena penetrasi kapital/modal. Membuat anak-anak sudah jarang menemui lapangan hijau untuk bermain aneka ragam permainan. Seperti bal-balan hingga azan magrib berkumandang, main layangan, obak bentik, kejar-kejaran, dan lain sebagainya.
Disadari ataupun tidak, kita bisa bermain di tanah lapang juga ada kaitannya dengan tanah. Oleh karena itu, ketika kawan-kawan menyuarakan “tolak pembangunan”, “jangan gusur ruang hidup kami”, “jangan rampas tanah kami”, “jangan sulap lapangan kami menjadi gedung pencakar langit”, dan berbagai suara membela hak atas tanah. Karena hak atas tanah itu urgent. Ketika terjadi penggusuran maupun perampasan lahan, sudah tidak bisa lagi bermain bola, berbagi kisah dengan kawan, kejar-kejaran di atas tanah lapang yang sengketa.
Dikutip dari Panduan Advokasi Hak Atas Tanah (KontraS, 2015) hak atas tanah adalah hak asasi manusia (HAM). Tanah adalah hak asasi bagi setiap manusia. Baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, memiliki serangkaian keterkaitan untuk langsungan hidupnya melalui tanah tersebut.
Tanah dalam konteks ini adalah tempat, lokasi atau ruang yang dijadikan sumber keberlanjutan kehidupan bagi saban orang. Baik untuk tempat membangun kehidupan sosial (keluarga dan komunitas), memiliki sejarah, tempat bercocok tamam (pekerjaan), tempat untuk kelestarian alam (hewan dan tumbuhan), tempat tinggal (rumah), dan tempat mengambil kebutuhan hidup (air dan udara bersih). Dan juga penting bahwa tanah memiliki hak kepemilikan dengan berbagai dasar hukum (hukum adat dan nasional).
Selain itu juga, hak atas tanah berkaitan dengan hak atas kepemilikan, hak atas rumah, hak atas keluarga, hak atas pekerjaan, hak atas lingkungan hidup, hak atas air, hak atas kesehatan, dan hak atas pangan.
Itulah Nabs, ihwal Bola Raya karya Kharis Junandharu dan Eki Tresnowening dan juga pentingnya hak atas tanah. Sebuah lagu perlawanan yang apik, elegan, dan tidak vulgar. “Memang kami tak paham soal akta/Sertifikat tanah dan omong kosong lainnya/Kami hanya ingin main bola/Zonder digugat zonder didakwa.”