Apakah rasa bahagia saat bisa pipis dan BAB di WC butuh senyum? Butuh tertawa? Tidak. Tapi tetap terasa lega dan bahagia. Sesederhana itu Jurnaba memaknai rasa bahagia.
Slogan Mengabarkan Degup Kebahagiaan, jika dibaca sepintas memang terkesan receh dan alay dan lebay dan, tentu saja, klise. Tapi, barangkali, itu hanya proses mengawamkan istilah.
Mengabarkan degup kebahagiaan. Mengabarkan degup kebahagiaan. Coba ulangi sekali lagi: mengabarkan degup kebahagiaan. Ulangi sambil memejamkan mata: mengabarkan degup kebahagiaan.
Ya, itulah rasanya. Dalam pembacaan lapis luar, kalimat itu kadang terkesan alay, lebay, dan, tentu saja, klise khas motivator magang. Tapi, dalam pembacaan lapis dalam, ia cukup istimewa sekaligus biasa-biasa saja.
Istimewa karena punya daya tahan pada harapan. Punya daya hidup pada keadaan. Dan punya daya tunggu pada masa depan. Biasa-biasa saja karena diformat secara tidak vulgar, inklusif, dan tak terlalu anti-mainstream agar mudah diingat dan dipahami.
Mengabarkan. Bukan memberitakan, apalagi me-news-kan. Kata mengabarkan punya taste jauh lebih dewasa dan bijak dibanding memberitakan atau me-news-kan.
Tentu saja ini soal selera. Tapi yang jelas, mengabarkan jauh lebih akrab dibanding memberitakan. Sebab ia berasal dari kabar. Yang susunan hurufnya amat dekat dengan akrab. Tinggal bolak-balik saja: kabar-akrab.
Degup. Lagi-lagi, ini soal taste dan selera saja. Sengaja tak menggunakan kata detik, detak, atau denting — meski maknanya hampir mirip. Selain identik dengan jantung, degup punya komposisi nada yang punya taste.
Degup, saat diucap membuat si pengucap otomatis menutup mulut. Tak membuka, apalagi menganga. Di tengah berbicara menjadi laku yang berlebih dan biasa-biasa saja, menutup mulut kadang lebih mulia dan elegan dan istimewa.
Degup sejenis frekuensi nan ritmis. Semacam hidup-mati, hidup-mati. Atau buka-tutup, buka-tutup. Atau siang-malam, siang-malam. Yang dari proses hidup-mati, buka-tutup dan siang-malam itu, memicu gerak keseimbangan serupa jagat raya.
Sedih-senang. Murung-ceria. Tertawa-menangis. Diam-bergerak. Untung-rugi. Kaya-miskin. Dan bermacam pergantian yang berorientasi lawan kata lainnya, adalah representasi dari istilah degup. Mengabarkan degup tentu mengabarkan potensi perubahan.
Kebahagiaan. Tak ada yang tak ingin bahagia dalam hidup. Sejahat atau selicik atau semisterius atau sekoruptif atau se-indie apapun manusia, mereka punya orientasi kecenderungan untuk bahagia. Bahkan, sikap jahat, licik, misterius, koruptif, indie pun, konon diniati sebagai jalan menuju bahagia.
Kritis, rebel dan penuh perlawanan adalah maqom dasar manusia dalam mencari kebahagiaan. Itu alasan kenapa di usia muda, seseorang identik sikap kritis. Sebab, itu tahap manusia mulai tahu, apa yang harus dicari. Dan mulai murka terhadap apa yang tak dikehendaki.
Ibrahim memenggal patung Tuhan karena dia tahu, Tuhan bukan sebuah patung. Apa yang dilakukan Nabi Ibrahim muda adalah kritis dan rebel pada sesuatu yang tak sesuai, sebelum ia menjadi sosok bijak setelah menemukan apa yang dia cari.
Sikap rebel sejenis fase atau hukum tahapan dalam peran hidup. Prosesnya wajar dialami setiap manusia. Selama manusia itu bergerak menuju kesejatian hidup. Menuju tenteram dan harap-harap cemas kebahagiaan. Mereka yang sudah pada maqom bijak, punya laku rebel yang tak tampak.
Jurnaba memaknai bahagia bukan sebagai wujud atau rupa atau warna. Tapi semacam inti laku yang halus dan tak perlu disadari kehadirannya. Kehadiran bahagia disadari bukan karena wujud atau rupa, tapi karena rasa lega. Kelegaan yang sederhana.
Di tiap konser Minor Threat dan Rites of Spring, misalnya, apakah Ian MacKaye dan Guy Picciotto bersedih saat manggung? Dilihat dari ekspresi dan didengar dari suara yang keluar, boleh jadi mereka bersedih atau kecewa.
Tapi, sel-sel dalam tubuh, denyut nadi, hingga adrenalin yang bergetar dalam arteri Ian MacKaye dan Guy Picciotto tentu bahagia. Terasa lega. Sebab, mereka bisa mengaktualisasi dan melepaskan suaranya.
Dalam analogi yang lebih sederhana, apakah rasa bahagia saat bisa pipis dan BAB di WC butuh senyum? Butuh tertawa? Tidak. Tapi tetap terasa lega dan bahagia kan ya? Sesederhana itu Jurnaba memaknai rasa bahagia.
Unsur “bahagia” dalam Degup Kebahagiaan, tak serta merta mawujud dalam rupa vulgar nan klise. Ada kalanya ia daya hidup pada keadaan. Daya tunggu pada masa depan. Atau sejenis partikel kecil yang sehalus harapan.