Di Malang, nasi babat tonjok membuktikan bahwa jeroan bisa dikemas menjadi khasanah kuliner yang eksotis.
Kuliner Malang termasuk cukup eksotis di Indonesia. Kota penuh lalu lalang perantau. Mahasiswa atau pekerja. Keriuhan ini, mampu dorong bisnis kuliner bergerak.
Berbagai jenis makanan dan jajanan baru pun muncul. Satu di antaranya ialah Nasi Babat Tonjok.
Nasi Babat Tonjok merupakan kuliner unik. Ia hadir mewarnai dunia lalapan. Dunia yang didominasi olahan unggas dan ikan. Namun, Nasi Babat Tonjok mampu hadir di tengah-tengah dunia perlalapan secara pelan tapi meyakinkan.
Nasi Babat Tonjok berdiri sejak 10 November 2018. Setahun lebih beroperasi di Jalan Sumber Sari Malang. Namun, warung makan ini cukup ramai.
Berbagai menu olahan jeroan disediakan warung ini. Babat, paru, usus dan kulit. Itu semua berasal dari sapi. Menu olahan ayam juga ada, yakni usus ayam dan ati ampela.
Pemilik warung adalah pemuda bernama Ricky Mebianto. Mebi bercerita tentang masa kuliah di Kota Malang. Kehidupan malam cukup akrab baginya. Hobi bermain game membuatnya kerap kelaparan di tengah malam. Nasi campur jeroan sering menjadi obat.
“Sering terbayang makan babat gak harus jauh ke Pasar Besar. Dari situ muncul ide untuk dagang makanan. Itu awal mulanya,” ungkap pemuda yang akrab dipanggil Mebi.
Mebi memutuskan untuk menetap di kota apel setelah lulus. Pasca menikah, Mebi dan istrinya mengontrak rumah. Kontrakan tersebut dia jadikan sebagai rumah sekaligus warung makan.
Sedikit riset kecil dilakukan Mebi. Menurutnya, lalapan termasuk kuliner yang akrab dengan perut mahasiswa. Kira-kira, begitulah kesimpulan yang Mebi dapatkan. Akhirnya, lalapan babat pun jadi output bapak satu anak tersebut.
Ide Mebi terwujud. Nasi Babat Tonjok sangat representatif baginya. Pasalnya, nasi lalapan cukup sederhana. Jeroan cukup murah dan masih diminati. Apalagi sambal dengan kepedasan yang menonjok. Tentu sangat digandrungi mahasiswa.
“Nasi Babat Tonjok itu mirip seperti lalapan biasanya. Hanya saja kita pakai jeroan. Tentu sambalnya harus pedas. Intinya begitu,” kata Mebi.
Nama yang dia pilih, menandakan babat tak hanya untuk sayur. Jeroan tetap bisa dinikmati dengan nasi dan sambal. Apalagi rasa pedas yang menonjok. Sekuat dan secepat tonjokan Muhammad Ali. Ini yang menjadi begitu istimewa.
Setiap hari, Mebi menghabiskan 3 kg babat, 2 kg paru, 3 kg usus sapi dan 1 kg usus ayam. Itu semua bisa habis dalam waktu sehari. Cukup dengan harga Rp 10 ribu, langsung bisa menikmati seporsi menu. Membeli nasi dan lauk secara terpisah pun boleh.
Murah bukan? Selain enak, tonjokan sambalnya bisa kamu rasakan hingga lambung. Bahkan, seluruh jeroan yang ada dalam tubuh akan bergetar.
Namun tenang, tetap ada penetralisirnya. Es Taro yang menyegarkan akan mendamaikan jeroanmu. Termasuk hatimu yang sedang perang perasaan. Minuman tersebut bisa dinikmati dengan harga Rp 5 ribu. Murah, segar dan hmmmm sangat menggoda, tentunya.