Bawaslu Bojonegoro dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pelaporan itu dilakukan Muhammad Hanafi, warga Desa Blongsong, Baureno, Bojonegoro, pada (19/9 2024).
Dalam laporannya, Hanafi menduga Bawaslu Bojonegoro tak netral dalam menangani dugaan pelanggaran tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Bojonegoro 2024 ini.
“Kami menduga dari dua perkara yang ditangani, Bawaslu telah bertindak offside, karena Bawaslu mengesampingkan asas praduga tak bersalah dan asas “Equality Before The Law” atau kesamaan di dihadapan hukum,” kata Hanafi, Sabtu (21/09/2024).
Koordinator Akademi Pemilu dan Demokrasi Bojonegoro, Alfianto mengatakan, pelaporan ini sebagai indikator positif bagi perkembangan demokrasi di Bojonegoro.
Ia menilai, pelaporan oleh masyarakat adalah sinyal kepedulian terhadap jalannya pemilihan kepala daerah. Selain potensi pelanggaran pidana dan administrasi, kata dia, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan juga jadi objek yang harus diawasi bersama.
“Ini bagus untuk memastikan serta menguji netralitas penyelenggara pemilihan. Daripada beropini, lebih baik dibuktikan di hadapan majelis. Dan ini cara yang legal sesuai undang-undang,” ujar Alfianto.
Menurutnya, sebagimana diatur dalam peraturan DKPP nomer 2 tahun 2017, jika terbukti melanggar kode etik, maka si teradu (komisioner Bawaslu Bojonegoro) dapat diberikan sanksi hingga pemberhentian tetap.
Dikonfirmasi secara terpisah, Ketua Bawaslu Bojonegoro, Handoko Sosro Hadi Wijoyo, menyatakan bahwa Bawaslu saat ini fokus pada pengawasan tahapan Pilkada. Terkait adanya laporan itu, pihaknya juga membuka diri dengan sikap dewasa.
“Kalau ada laporan, kami tunggu undangan sidang dari DKPP,” ucapnya.