Beberapa hari terakhir, dunia perdutaan jadi sorotan. Wulan Guritno yang diduga polisi sebagai promotor situs judi online, justru akan dijadikan Duta Anti Judi Online oleh Menkominfo Budi Arie.
Hemat saya, keinginan menkominfo eks Ketua Projo itu wajar. Namun, tak perlu direalisasikan. Tengaranya, penobatan duta dilatarbelakangi kontroversi sudah beberapa kali terjadi dan minim fungsi.
Penobatan duta cukup fair dan masuk akal, tak lain hanya melalui ajang pencarian. Di Bojonegoro misalnya, kita tahu ajang pencarian duta paling tersohor bertajuk Pemilihan Duta Wisata Kange-Yune. Sesuai tajuknya, ajang tersebut mencari Duta Shampo Pantene Duta Wisata.
Duta dimaksud, digadang bisa memicu bahkan membuat pariwisata Kabupaten Bojonegoro lebih terkenal dan maju. Pada 2023 ini, grand final Pemilihan Duta Wisata Kange-Yune dihelat Minggu (8/9) malam di Alun-Alun Bojonegoro secara gegap gempita dan telan-uang-sekian-puluh-juta.
Sayang, kendati ajang Pemilihan Duta Wisata Kange-Yune ini sudah dihelat rutin hampir saban tahun sejak 1990, pariwisata Kabupaten Bojonegoro begini-begini saja. Para Duta Wisata Kange Yune terpilih tak cukup mampu meningkatkan rendahnya eksistensi pariwisata Kota Ledre.
Sejak dulu sampai kini, obyek-obyek wisata ya itu-itu melulu. Kalau pun ada inovasi dalam pengelolaan obyek wisata atau bahkan pembukaan obyek wisata baru, jarang kita dengar diotaki apalagi dieksekusi para Duta Wisata Kange-Yune.
Hmm… apa sich fungsi Duta Wisata Kange-Yune pasca jadi juara?
Inovasi pengelolaan obyek wisata atau pembukaan obyek wisata baru lebih sering kita dengar: dipikir dan dilakukan para pemudi-pemuda Kelompok Sadar Wisata atau Karang Taruna! Entah apa sebabnya.
Saya dan mungkin juga kalian, kurang mengerti mengapa para Duta Wisata Kange-Yune minim fungsi dalam hal yang menjadi tanggung jawab morilnya–padahal sudah dinobatkan melalui ajang yang cukup fair dan masuk akal.
Mungkin, keminiman fungsi itu ditengarai pemudi-pemuda yang sudah dinobatkan jadi Duta Wisata Kange-Yune ini hidup eksklusif dan tidak progresif. Atau, memang hubungan mereka dengan Pemkab Bojonegoro terputus setelah ajang Pemelihan Duta Wisata Kange-Yune selesai.
Sehingga, pikiran dan peran para Duta Wisata Kange-Yune tak lagi berguna. Alias, pikiran dan peran mereka hanya diatensi Pemkab Bojonegoro ketika ajang Pemilihan Duta Wisata Kange-Yune berlangsung.
Terlepas dari apa pun penyebabnya, saya merasa hanya para Duta Wisata Kange-Yune yang tahu. Karena, hanya mereka yang merasakan sebenar-benarnya. Namun, sesulit-sulitnya dalam menjadi dan mengemban peran, Duta Wisata Kange-Yune harus tetap semangat.
Jangan puas hanya menggunakan gelar Duta Wisata Kange-Yune sebagai portofolio buat jadi PNS syarat jadi MC acara Pemkab Bojonegoro saja.
Sebab, jika pemegang gelar Duta Wisata Kange-Yune hanya puas mengunakannya untuk peran-peran tak strategis dan tak bermanfaat bagi khalayak banyak, itu menyedihkan. Ajang Pemilihan Duta Wisata Kange-Yune juga kontan tak perlu digelar lagi.
Siapa hendak jadi duta, cukup buat banyak kontroversi saja. Entah duta apa, tergantung kontroversinya. Sebab, duta yang dinobatkan melalui ajang maupun kontroversi, kok tidak ada bedanya. Sama-sama minim fungsinya.