Nabs, inilah Zen in the Chaos: tips tetap groovy di dunia yang kadang-kadang emang heavy wqwq ~
Saat kita menganggap bahwa sesuatu tidak begitu penting, maka emosi kita tidak akan fokus di sana. Sehingga membuat kita tidak begitu merasa harus menanggapinya berlebihan dan pada akhirnya akan menciptakan sebuah ketenangan.
Life can be heavy, begitu banyak persaingan, belum lagi nanti ada ujian-ujian hidup yang datengnya ga ada kabar-kabar dulu, paling suka bikin orang kaget.
Sebelum masuk kedalam topik pembahasan. Mending kita kenalan dulu yuk sama yang namanya Zen in the Chaos.
Memang istilah ini masih belum familiar. Saya juga baru mengetahuinya dan langsung tertarik untuk mengulik-ngulik idiom satu ini. Jadi Zen in the Chaos atau ilmu dalam kekacauan merupakan ungkapan untuk kemampuan seseorang dalam menjaga ketenangan dan kedamaian batinnya dalam situasi atau lingkungan yang penuh dengan kekacauan, stres, dan juga gangguan.
Zen adalah tradisi spiritual dari Budha yang menekankan kesadaran, ketenangan, dan kehadiran saat ini.
Dalam konteks “Zen in the Chaos,” menggambarkan bagaimana seseorang dapat menghadapi situasi yang penuh tekanan atau dunia yang serba cepat dan penuh gangguan dengan sikap yang tenang, penuh kesadaran, dan ketenangan batin.
Ini sering kali merujuk pada kemampuan untuk tetap fokus, merespons dengan bijak, dan tidak terbawa arus oleh keadaan di sekitar kita.
Ide utamanya adalah bahwa dengan mengadopsi sikap Zen, seseorang dapat menghadapi berbagai tantangan hidup dengan lebih efektif dan dengan ketenangan batin, tanpa terpengaruh negatif oleh kekacauan atau stres yang mungkin ada di sekitarnya.
Nah..
Hanya saja, dengan banyaknya masalah dan untutan membuat kita merasa stres, mengizinkan amarah mengendalikan kita, hingga membuat diri merasa menjadi seseorang yang “kurang layak”.
Pernahkah kamu merasa bahwa “kehidupan ini sangat tidak adil”, maupun seperti ini “keadilan selalu tidak berpihak kepadaku?”
Atau kamu sekarang sedang takut melakukan sesuatu yang sangat ingin kamu lakukan hanya karena kamu takut dibully orang lain, takut gagal, takut hasil tidak sesuai ekspektasi yang dimana ekspektasinya apa yang kamu lakukan akan membuahkan hasil yang terbaik.
It’s okay to be afraid now, but you must know this… as soon as imposible.
Mengutip dari David J. Lieberman, pada bukunya the Psychology of Emotion mengatakan bahwa rasa takut adalah benih amarah, jadi ketika kita memutus sumber ketakutan itu sama saja dengan menyumbat aliran amarah.
Seseorang yang memiliki rasa takut (akan rasa sakit) dalam membuat rencana untuk jangka panjang atau rasa takut untuk melakukan sesuatu dalam hidupnya tanpa ia sadari sebenernya dia sedang mengirimkan pesan ke alam bawah sadarnya bahwa dia tidak memiliki kepercayaan untuk bisa melewati atau melakukan itu.
Kemudian tanpa sadar dia telah menghendaki dirinya memvalidasi ketakutan-ketakutannya dan menjadi terhubung ke semua tawaran-tawaran dunia bahwa yang ia takutkan adalah benar.
Karena keputusan berdasarkan egonya adalah menghindari rasa sakit yang pasti dan lebih baik memilih lari dari kenyataan hidup.
Okay, kalau gitu kita harus ngapain biar tetep jadi pribadi yang groovy dan happy di dunia yang serba kacau ini? Baiklah, ini 3 tips yang kalau kamu terapin bikin yaaaa… minimal kamu tenang.
1. Hadirkan Tuhan
Mengubah iman jadi kpercayaan. Yah, sebenarnya secara harfiah iman adalah kepercayaan. Namun, di beberapa case rasanya kata iman belum bisa menjadikan diri kita yakin terhadap sesuatu. Namun ketika kita mengganti menjadi “Kepercayaan”, tubuh kita akan bereaksi untuk tidak memberi celah pikiran negatif masuk kedalam diri kita.
Saat kita memutuskan untuk mengendalikan diri akan mengurangi perasaan amarah dan kegelisahan, karena menggerakkan diri kita untuk menuju ketingkat pemahaman yang lebih mendalam terhadap hubungan kita dengan Tuhan dan aspek spiritual lainnya.
Kepercayaan kepada Tuhan adalah efek samping dari sikap rendah hati. Ketakutan akan terus berkembang jika kita tidak memiliki hubungan dengan Tuhan. Semakin jauh dengan Tuhan maka rasa takutpun akan semakin besar.
Kepercayaan terhadap Tuhan berarti penerimaan dan pengetahuan bahwa pengalaman yang kita dapatkan selama ini adalah sepenuhnya datang langsung dari Tuhan karena cinta-Nya terhadap kita.
2. Kendalikan diri kamu
Ketika kita terlibat dalam sesuatu yang kita ketahui salah, tak peduli sehebat apapun kita membenarkannya, suara hati nurani kita akan menangis merasa malu. Meski ego suka meredam rasa tangisan tersebut, secara bersamaan tanpa kita sadari kita sedang menunggu alam memberikan balasannya kepada kita.
Pada dasarnya, jalan untuk hidup bebas amarah bukan dibentuk oleh situasi, melainkan oleh pilihan. Usaha yang konyol untuk mengendalikan sesuatu yang berada di luar kendali hanya akan membuat kita semakin kehilangan kendali diri. Seperti kata pepatah, “kita bisa membiarkan Tuhan mengambil alih, karena kita tahu bahwa ketika kita sudah melakukan segala yang bisa kita lakukan, Tuhan akan melakukan semua yang tidak bisa kita lakukan.”
3. Kepercayaan = Penerimaan
Dalam buku Psychology of Emotion ini menjelaskan, tindakan penerimaan artinya kita tidak mengabaikan realitas, walaupun realitas itu adalah rasa sakit maka kadar tanggungjawab kita adalah mengenali bahwa itulah saatnya kita merasakan sakit.
Saat kita mementingkan ego, disaat bersamaan kita mengizinkan prasangka negatif masuk ke dalam diri kita, seperti perasaan iba terhadap diri sendiri, rasa malu yang dibuat-buat, sehingga menunda-nunda penerimaan dan menambah penderitaan yang seharusnya tidak kamu perlukan.
Cinta Tuhan untuk kita tidak pernah pudar hanya karena kita melakukan kesalahan, namun kemampuan kita untuk merasa cinta yang telah diberikan oleh-Nya itulah yang telah hilang.
Seperti yang umum kita ketahui, saat kita tidak dapat mencintai diri sendiri, maka kita juga tidak dapat merasakan cinta dari oranglain.
Karena orang-orang yang tidak dapat mencintai dirinya akan selalu menyimpulkan bahwa tidak ada yang mencintai mereka. Jika ada orang yang melakukan hal-hal buruk pada mereka, mereka akan berpikir bahwa orang tersebut melakukannya secara sengaja untuk menyakiti kita.
Wuuhh!!
Nice Insight dari buku the Psychology of Emotion karangan David J. Lieberman, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terimakasih sudah bersedia membaca sampai akhir.
Tetaplah waras didunia yang sudah tidak waras. Hehe